Sun. Sep 8th, 2024

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Anak yang tantrum memang bisa membuat orang tua frustasi dan kesal. Menurut psikolog klinis Ray Levy, PhD, “Kehancuran memang menakutkan, tidak menyenangkan, tapi itu adalah bagian dari masa kanak-kanak.”

Tantrum, atau ledakan emosi, adalah cara anak mengekspresikan rasa frustrasi, marah, atau kesal ketika keinginan atau kebutuhannya tidak terpenuhi.

Meskipun tantrum dapat terjadi pada anak-anak segala usia, tantrum paling sering terjadi pada anak kecil, yaitu anak berusia antara 1 dan 4 tahun. Pada usia ini, anak masih dalam tahap perkembangan dan belum mempunyai kemampuan yang baik dalam mengelola emosinya.

Perilaku tantrum bisa bermacam-macam, mulai dari menangis histeris dan menjerit, hingga melempar benda, memukul, dan menggigit.

Orang tua terkadang merasa frustasi dan tidak sabar ketika menghadapi tantrum anak yang berteriak, menendang, dan menangis. Dalam situasi ini, mungkin timbul pertanyaan bagaimana menanggung penderitaan anak.

Meskipun tidak ada solusi yang bisa diterapkan untuk semua orang, para ahli sepakat mengenai beberapa hal yang tidak boleh dilakukan saat menghadapi balita yang tantrum. Beberapa di antaranya mengutip orang tua. Berteriak dan memukul: Menghukum anak dengan membentak atau memukul akan memperburuk keadaan dan membuat anak semakin marah. Menyuap: Memberi anak apa yang mereka inginkan saat sedang marah hanya akan memperparah ledakan kemarahan dan menyebabkan hal serupa terjadi lagi di masa depan. Menarik: Membujuk anak dengan hadiah atau janji akan menunda penyelesaian masalah dan tidak akan membantu anak mengendalikan emosinya. Menyerah: Menyerah pada tuntutan anak karena marah hanya akan membuat mereka percaya bahwa tantrum adalah cara efektif untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

 

Orang tua harus mencontohkan perilaku yang akan dipelajari anak-anaknya. Tetap tenang dan konsisten ketika menghadapi kemarahan membantu anak-anak memahami batas-batas apa yang bisa dan tidak bisa mereka lakukan dan membantu mereka merasa lebih aman dan terkendali.

Dr. Rubinowitz, seorang pakar kesehatan anak, menekankan bahwa penting untuk menegakkan aturan secara ketat, bahkan jika anak sedang kesal. “Kalau menyerah, itu akan terjadi lagi dan lagi,” tegasnya.

Sosiolog Murray Strauss, PhD, menambahkan bahwa ketika mendisiplinkan anak, penting untuk fokus pada perilaku mereka dan tidak menyerang mereka secara emosional. “Orang tua sering bilang itu tidak realistis,” ujarnya.

“Tetapi jika kita bisa menahan diri untuk tidak membentak rekan kerja kita, kita juga harus bisa melakukan hal yang sama terhadap anak-anak kita.”

Dengan menerapkan tips di atas dan menghindari kesalahan umum, orang tua dapat belajar menghadapi tantrum balita dengan lebih efektif dan membantu anak mengembangkan kemampuan mengelola emosi dengan lebih baik. 

Sebagai orang tua, menghadapi anak yang mengamuk saat mereka menangis, menjerit, dan berguling-guling di lantai bisa jadi sangat melelahkan dan membuat frustrasi.

Namun, penting untuk diingat bahwa tantrum adalah bagian normal dari perkembangan anak dan bukan merupakan tanda bahwa ada yang tidak beres pada anak Anda.

Gangguan ini biasanya terjadi pada anak-anak berusia 1 hingga 4 tahun, saat mereka masih belajar mengelola emosi. Pada usia ini, anak masih belum memiliki kemampuan yang baik dalam mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaannya melalui kata-kata.

Oleh karena itu, mereka sering mengungkapkan rasa kesal, marah atau kesal.

Menurut Dr. Ray Levy, psikolog klinis, mengatakan bahwa pada dasarnya setiap ledakan berasal dari satu hal sederhana: ketidakmampuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

“Pada anak usia 1 hingga 2 tahun, tantrum sering kali terjadi karena ingin mengomunikasikan kebutuhannya, seperti ingin menambah susu, mengganti popok, atau membeli mainan, namun ia belum memiliki kemampuan bahasa yang cukup untuk mengekspresikannya. ” Dr. Mengenakan biaya. “Mereka menjadi frustrasi ketika Anda tidak memahami apa yang mereka ‘bicarakan’.”

Seiring bertambahnya usia, kemarahan anak lebih banyak berkaitan dengan perebutan kekuasaan. “Pada usia 3 atau 4 tahun, anak sudah lebih mandiri,” lanjut Dr. Mengenakan biaya.

“Mereka lebih sadar akan kebutuhan dan keinginan mereka serta ingin lebih banyak kendali atas kebutuhan dan keinginan mereka.”

Memasuki usia prasekolah, meski anak sudah bisa menggunakan kata-kata untuk mengungkapkan kebutuhannya, tantrum tidak selalu berakhir.

Pada tahap ini, mereka masih belajar mengelola emosi dan perselisihan kecil dapat dengan mudah berubah menjadi pertengkaran.

Tumbuhnya rasa kemandirian pada anak dapat menimbulkan rasa frustasi ketika membutuhkan bantuan. Misalnya, ketika mereka mencoba melakukan sesuatu yang menantang, seperti mengikat tali sepatu sendiri, dan menyadari bahwa mereka tidak bisa melakukannya sendiri.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *