Sun. Sep 22nd, 2024

Waspadai Dampak Fatal Kekurangan Gizi pada Anak

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Masa kanak-kanak merupakan masa emas bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan kognitif. Pada masa ini, anak membutuhkan asupan makanan terbaik untuk menunjang perkembangan otak, organ tubuh, dan sistem kekebalan tubuh. Namun kenyataannya, gizi buruk pada anak masih menjadi ancaman serius di Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI mengangkat isu tersebut melalui podcast yang ditayangkan di channel YouTube Kementerian Kesehatan RI pada Kamis, 12 Februari 2024 dengan mengundang Dr. Dr Tan Shot Yen, M.Hum sebagai Spesialis Gizi Komunitas. 

Di podcast, Dr. Tan mengatakan, hasil survei status gizi anak Indonesia menunjukkan 21,6% anak terdiagnosis stunting, 17,1% gizi kurang, 2,7% wasting, dan 3,5% kelebihan berat badan atau obesitas.

Anak-anak yang kekurangan gizi berisiko mengalami stunting, kesulitan belajar, dan rendahnya prestasi akademik. Selain itu, mereka lebih rentan terserang penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung di usia dewasa.

Gizi buruk pada anak merupakan masalah serius yang dapat menimbulkan berbagai akibat yang fatal. Salah satu langkah penting untuk mencegah dan mengatasinya adalah dengan mengidentifikasi jenis gizi buruk yang paling sering terjadi pada anak.”

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, stunting merupakan gangguan gizi kronis yang terjadi pada anak. Namun, pada tahap awal kehidupannya, anak membutuhkan nutrisi yang baik. 

“80% otak manusia sudah selesai terbentuk pada saat anak berusia 2 tahun dan sudah sempurna pada usia 5 tahun. Jadi stunting adalah masalah besar di negara kita,” kata Tan.

 

  Membubarkan

Tan mengatakan, fenomena wasting merupakan ketidaksesuaian antara berat badan dan tinggi badan anak. Wasting juga dapat mengacu pada kondisi anak yang berat badannya menurun seiring berjalannya waktu hingga total berat badannya jauh di bawah kurva pertumbuhan standar atau hingga berat badannya terhadap tinggi badan rendah (underweight) dan menunjukkan penurunan berat badan yang parah (akut).

Pemicu wasting biasanya karena anak mengalami diare dan berat badan turun drastis, namun tinggi badan tidak menjadi masalah. Kerugian tersebut tidak bisa dianggap sepele karena jika terlambat ditangani bisa berakibat fatal. Defisiensi mikronutrien

Selain kekurangan kalori dan protein, kekurangan zat gizi mikro juga merupakan salah satu jenis kekurangan gizi yang sering terjadi pada anak. Zat gizi mikro seperti zat besi, vitamin A, dan zinc sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan kognitif anak.

Misalnya, anak yang kekurangan zat besi akan memudahkan anak terkena infeksi. Akhirnya nafsu makan anak menurun dan tidak mau makan apa pun, jelas Tan dalam podcast Kementerian Kesehatan RI.

 

Gizi buruk pada anak dapat berdampak serius pada tumbuh kembang anak. Dampaknya tidak hanya terbatas pada aspek fisik saja, namun juga mental, kognitif, dan sosial.

Menurut UNICEF dalam laporan UNICEF Indonesia, berikut dampak kekurangan gizi terhadap tumbuh kembang anak: Rendahnya daya tahan tubuh

Anak yang mengalami gizi buruk cenderung memiliki daya tahan tubuh yang melemah. Hal ini membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit menular seperti diare, batuk, pilek, dan pneumonia.

Faktanya, balita yang terdiagnosis gizi buruk dan menderita penyakit menular akan mengalami kondisi yang lebih parah dan lebih sulit pulih dibandingkan anak yang bergizi baik. Gangguan pertumbuhan fisik

Kurangnya asupan nutrisi pada anak dapat menghambat pertumbuhan fisiknya, termasuk tinggi badan. 

Dampak tersebut terjadi karena anak gizi buruk tidak mendapatkan cukup energi dan zat gizi makro (protein dan karbohidrat) serta zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang penting untuk pertumbuhan tulang dan jaringan tubuh lainnya. Kekurangan ini dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan fisik anak, termasuk tinggi badan. Gangguan perkembangan otak

Nutrisi merupakan kunci untuk mendukung perkembangan otak anak kecil. Anak yang mengalami gizi buruk berisiko tidak memiliki perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja yang optimal di masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa gizi yang baik sangat penting untuk tumbuh kembang anak secara optimal dan mencegah berbagai akibat negatif di kemudian hari. Kematian

Dari seluruh jenis permasalahan gizi pada anak, wasting, khususnya gizi buruk, mempunyai risiko kematian paling tinggi. Risiko kematian pada anak-anak yang menderita gizi buruk hampir 12 kali lebih besar dibandingkan anak-anak yang mengalami gizi baik. Hal ini disebabkan oleh lemahnya sistem imun tubuh mereka. Jika mereka terkena penyakit menular, kondisinya akan semakin parah dan sulit disembuhkan hingga bisa berujung pada kematian.

Malnutrisi pada anak dapat berdampak serius pada pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan penyedia layanan untuk mengetahui cara mencegah anak terkena gangguan makan.

Tan menyebut pentingnya pola makan seimbang untuk tumbuh kembang anak yang optimal serta mencegah anak terkena berbagai jenis gangguan makan.

“Anak-anak yang masih dalam masa tumbuh kembang fokus pada protein hewani, namun protein hewani saja tidak cukup, sehingga harus ada makanan pokok, sayur, buah, dan tentunya protein yang berlimpah secara proporsional,” jelas Tan.

Selain itu, harus dijamin kualitas makanan yang dimakan anak juga baik. Apalagi bagi anak usia sekolah, dimana mereka lebih berpotensi mengonsumsi jajanan kemasan yang tinggi gula, garam, dan lemak. Oleh karena itu, orang tua harus mengarahkannya pada makanan yang berkualitas.

“Kualitas pangan juga berasal dari pangan yang masih segar. Usahakan pangan dapat diperoleh dengan murah dan mudah sehingga ada ketersediaan dan keterjangkauannya,” lanjut Tan.

Selain itu, cara pengolahan makanan itu sendiri perlu diperhatikan dengan matang. Tan menyinggung kebiasaan dan kesukaan sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap gorengan.

Faktanya, ikan goreng bukanlah makanan sehat, tahukah Anda? Karena omega 3-nya berubah menjadi lemak trans, kata Dr. Sampai.

Tan menyarankan cara pengolahan lain yang juga menyertakan rempah-rempah khas Indonesia agar kandungan nutrisi pada makanan tersebut tidak berkurang atau bahkan tergantikan dengan zat berbahaya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *