Fri. Sep 20th, 2024

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Praktik pariwisata harus berbanding lurus dengan kesadaran wisatawan dalam menjaga keindahan destinasi. Namun sayangnya, ada pula pengunjung yang sesekali menjadi sorotan karena tiba-tiba berperan sebagai perusak lingkungan, terutama di destinasi wisata alam.

Kepala Departemen (Kasubdit) Pemanfaatan Jasa Lingkungan untuk Wisata Alam di Kawasan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Agung Nugroho mengatakan, aksi tersebut menunjukkan tidak semua wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata mengikuti aturan yang berlaku.

Menurut dia, hal ini terutama berlaku pada lokasi wisata alam di kawasan lindung seperti Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TWA), dan Taman Hutan Raya (Tahura). Bahkan ada pula yang mengabaikan imbauan pengelola TN/TWA/Tahura,” ujarnya dalam pesan Lifestyle matthewgenovesesongstudies.com pada Sabtu, 1 Juni 2024.

“Upaya terus dilakukan untuk melatih wisatawan menjadi tamu yang bertanggung jawab,” kata Agung. “Jadilah anak yang cerdas dengan tidak melakukan berbagai macam kerusakan.” Edukasi, lanjutnya, dilakukan melalui berbagai media, kampanye, dan kegiatan informasi, antara lain pemasangan rambu dan rambu peringatan serta pemberian sanksi.

Tindakan wisatawan yang mengabaikan kelestarian lingkungan juga sangat disayangkan, kata Yudha Muhammad, wakil ketua Pokdarwis Pulau Derawan Sumping Nusa. “Masyarakat yang berlibur tentu menginginkan tempat yang dituju indah, aman, dan nyaman. Makanya miris melihat masih ada wisatawan yang tidak menaati aturan,” ujarnya melalui pesan, Sabtu.

Ketika ditanya mengapa insiden perusakan alam sering terjadi di destinasi wisata, Yudha yakin salah satu alasannya mungkin karena sanksi yang lebih ringan yang dijatuhkan oleh kelompok pariwisata, pengusaha, dan otoritas setempat. “Kemudian kurangnya jangkauan wisatawan,” imbuhnya. “Penjangkauan dapat dilakukan melalui pemandu wisata, papan buletin, dan badan usaha lokal.”

Agung menambahkan, minimnya edukasi mengenai etika berwisata dan etika alam membuat wisatawan kurang memiliki pemahaman untuk berinteraksi positif dengan alam saat berwisata. “Etika wisata alam dapat ditanamkan sejak dini melalui pendidikan formal dan informal,” yakinnya.

Pemberian sanksi, lanjutnya, dimaksudkan untuk memberikan efek jera. Namun sangat penting untuk memberikan pendidikan dan mengajarkan etika, terutama di sekolah, di keluarga, pada saat kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan di kampus, serta memperketat aturan bagi wisatawan yang memasuki kawasan lindung untuk tujuan pariwisata, tegasnya. .

Terkait pemberian sanksi, Agung mengatakan sanksi yang diberikan tergantung pelanggaran yang dilakukan terkait kerusakan lingkungan hidup. Pertama, ini mungkin menyangkut larangan kunjungan, atau daftar hitam.

“Wisatawan yang melakukan pelanggaran berat dapat dilarang mengunjungi suatu destinasi wisata untuk jangka waktu tertentu atau selamanya. Dalam beberapa kasus, daftar hitam dapat dipertahankan tidak hanya di tempat terjadinya pelanggaran, namun juga di tingkat nasional,” jelasnya.

Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki kerusakan tersebut. Artinya, wisatawan mungkin harus membayar kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkannya. Ketiga, sanksi dapat berupa tuntutan hukum. “Perbuatan yang menimbulkan kerusakan lingkungan hidup yang serius dapat dikenakan tuntutan pidana,” kata Agung.

Agung mengatakan, pihak yang seharusnya terlibat dalam penerapan sanksi tersebut terutama adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mereka berperan dalam merumuskan kebijakan, peraturan dan standar sanksi pelanggaran lingkungan hidup pada destinasi wisata alam di kawasan lindung, dengan dukungan kementerian/lembaga terkait.

“Aparat penegak hukum dalam hal ini Polisi Hutan dan Polri kemudian melakukan penindakan terhadap pelanggar. Pengelola kawasan juga terlibat dengan menyediakan fasilitas pelaporan pelanggaran, memasang papan informasi tentang peraturan, dan melatih staf dalam menangani pelanggaran,” jelasnya.

Masyarakat dan komunitas lokal juga berperan aktif dalam memantau perilaku wisatawan dan melaporkan pelanggaran. “Tentunya wisatawan sendiri harus mematuhi peraturan yang ada, melaporkan tindakan perusakan yang dilakukan wisatawan lain, mengikuti edukasi lingkungan yang diberikan dan berperan dalam menjaga lingkungan.”

Merujuk pada upaya menekan jumlah wisatawan yang merusak lingkungan, Agung mengatakan pihaknya telah melakukan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai media, pameran, dan acara serupa, bahkan bekerja sama dengan aktivis alam terbuka yang berpengaruh untuk membuat konten edukasi. “(Kami) juga bekerja sama dengan para guru dan tokoh agama untuk mensosialisasikan materi etika hubungan manusia dan alam,” ujarnya.

“Di beberapa tempat,” lanjutnya. “(Kami) memasukkan materi-materi tersebut ke dalam muatan lokal di sekolah-sekolah formal dan juga berupaya melakukan proses penegakan hukum bagi wisatawan yang melakukan pelanggaran.”

Yudha menjelaskan hal serupa. Ia menambahkan, penting untuk bekerja sama dengan masyarakat lokal, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi lingkungan hidup untuk memperkuat upaya konservasi di destinasi wisata. “Melalui pendekatan yang komprehensif, wisatawan diharapkan lebih sadar dan bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan,” harapnya.

Terkait peristiwa perusakan lingkungan yang dilakukan wisatawan, kata dia, pihaknya kerap menyebut aktivitas tersebut terkait dengan limbah dan terumbu karang. “Masih ada wisatawan yang membuang sampah,” ujarnya. “Kami bahkan menemukan bahwa wisatawan masih membuang sampah plastik ke laut.”

“Ada beberapa perenang snorkel yang sengaja atau tidak sengaja menginjak karang di sini,” imbuhnya. Yudha berharap berbagai pihak menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan agar pariwisata di Pulau Derawan dapat bertahan dan berkembang.

Agung menutup pidatonya dengan mengatakan bahwa Indonesia diberkahi dengan keindahan alam yang luar biasa, termasuk berbagai jenis tumbuhan dan hewan. “Ini merupakan aset yang harus dilestarikan karena wisata alam yang berkelanjutan memerlukan konservasi yang baik,” ujarnya.

“Kepada wisatawan, jadilah tamu yang bijaksana dan bertanggung jawab, patuhi aturan dan rambu-rambu serta tidak menimbulkan kerusakan, termasuk membuang sampah sembarangan,” ujarnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *