Sat. Sep 21st, 2024

Mengenal Tradisi Mekare-kare Masyarakat Bali

matthewgenovesesongstudies.com, Bali – Upacara Mekare-kare atau perang pandan merupakan upacara pengorbanan untuk menghormati Deva Indra (dewa perang) dan leluhur. Upacara ini diadakan setiap tahun pada bulan Juni.

Tradisi ini dilakukan oleh warga desa Tenganan. Kota ini merupakan salah satu kota tertua di Bali dan biasa dikenal dengan nama Bali Aga.

M. Ekare-kare yang dimaksud dapobas.kemdikbud.go.id ditangkap selama dua hari. Tradisi ini merupakan bagian dari upacara sasih sembah yang merupakan upacara keagamaan terbesar di desa Tenganan.

Tradisi ini biasanya berlangsung di depan ruang pertemuan di halaman desa mulai pukul 14.00 waktu setempat. Seluruh warga yang mengikuti tradisi ini mengenakan pakaian adat Tenganan berupa kain tenun pegrinsingan. Dan laki-laki hanya memakai sarung (kamen), selendang (saput) dan ikat kepala (udeng) tanpa busana (tanpa dada).

Perang tersebut menggunakan alat atau senjata berupa pandan berduri yang diikat berbentuk gada. Perisainya terbuat dari anyaman rotan.

Setiap anak di desa, mulai usia remaja, wajib mengikuti tradisi tematik. Selain berbagai persiapan, juga disiapkan panggung berukuran sekitar 5 x 5 meter persegi dengan tinggi sekitar 1 meter tanpa tali pengaman yang mengelilingi panggung.

Sebelum memulai, tradisi ini diawali dengan upacara kota untuk meminta keselamatan. Lalu ada upacara meminum tuak dalam mangkuk bambu yang dituangkan di atas daun pisang sebagai pengganti gelas.

Para peserta perang saling menuangkan tuak di atas daun pisang. Tuak tersebut kemudian dikumpulkan dan dilempar ke pinggir panggung.

Sebelum memulai, tokoh adat desa Tenganan memberi isyarat dengan suaranya, setelah itu kedua orang tersebut akan bersiap. Mereka berdiri saling berhadapan sambil memegang daun pandan di tangan kanan dan perisai di tangan kiri.

Di antara kedua pemuda ini akan ada mediator seperti hakim. Setelah mediator mengangkat kedua tangannya, kedua pemuda tersebut saling serang.

Mereka pertama-tama memeluk lawannya dan memukul punggungnya. Setelah itu, mereka saling berpelukan, saling memukul punggung dengan daun pandan, dan menyeretnya pergi. Karena serangannya yang seperti ini, sebagian masyarakat menyebut tradisi ini dengan menyeret pandan.

Gamelan dimainkan dengan tempo cepat untuk menambah keseruan. Pertandingan tidak berlangsung lama, hanya satu menit.

Segera setelah pertandingan berakhir, pertandingan lain akan dimainkan. Hal ini dilakukan secara bergiliran selama kurang lebih tiga jam.

Kemudian semua goresan akibat korek api tersebut diobati dengan ramuan tradisional yang terbuat dari kunyit. Ramuan ini dikatakan sangat efektif dalam mengobati maag.

Tradisi ini dilaksanakan dengan ikhlas dan gembira, tanpa menyakiti siapapun, menangis, menyesal bahkan marah. Perang Pandan diakhiri dengan sembahyang dan tarian dada di pura setempat. Hingga saat ini tradisi makare-kare masih dilestarikan dan dilakukan oleh masyarakat Tenganan sebagai persembahan kepada Dewa Indra.

Penulis: Resla

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *