Sat. Sep 21st, 2024

Jadi Tradisi Lebaran, Begini Sejarah Halalbihalal

matthewgenovesesongstudies.com, Yogyakarta – Halalbihalal merupakan ritual yang sering dilakukan saat Idul Fitri atau Idul Fitri. Praktisnya, setiap umat Islam akan saling memaafkan pada hari raya setelah puasa Ramadhan.

Halalbihalal biasanya dilakukan antar keluarga. Mereka kemudian akan saling mengunjungi rumah masing-masing untuk halalbihalal dan silaturahmi.

Dikutip dari kemenkopmk.go.id, halalbihalal bukan hanya sekedar ritual ampunan tapi juga acara open house. Kata halalbihalal berasal dari kata serapan halal dengan akhiran bi yang dalam bahasa Arab berarti na.

Meski berasal dari Arab, tradisi ini sebenarnya berkembang di Indonesia. Kata Halalbihalal sudah tertanam dalam KBBI yang berarti memaafkan setelah berpuasa Ramadhan yang juga diartikan sebagai wujud silaturahmi.

Sejarah praktik halalbihalal atau sejenis halalbihalal diyakini sudah ada sejak zaman Mangkunegara I atau dikenal dengan Pangeran Sambernjawa. Saat itu, usai salat Idul Fitri di aula istana, Pangeran Sambernava sekaligus mengadakan pertemuan antara raja dan para menteri serta prajuritnya.

Hal ini dilakukan untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan uang. Pada pertemuan ini ada ritual yang disebut sungkem, atau pengampunan.

Semua pejabat istana dan prajurit memberikan penghormatan yang selayaknya kepada raja dan ratu. Apa yang dilakukan Pangeran Samberniav kemudian diikuti oleh organisasi Islam dengan nama halalbihalal.

Sementara itu, ada beberapa versi lain yang membicarakan asal muasal halalbihalal. Versi pertama menyebutkan bahwa kata halalbihalal berasal dari kata alal behalal dan halal behalal dalam kamus bahasa Jawa-Belanda yang ditulis oleh Dr Th Pigeaud pada tahun 1938.

Dalam kamus ini, alal behalal artinya menyapa (datang, pergi) meminta maaf kepada orang yang lebih tua atau orang lain setelah berpuasa (Lebaran, Tahun Baru Jawa). Sedangkan halal behalal diartikan saling menyapa (datang, pergi) pada saat Idul Fitri.

Konon nama tersebut berasal dari pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari Solo sekitar tahun 1935-1936. Saat itu martabak merupakan makanan baru bagi masyarakat Indonesia.

Seorang penjual martabak dibantu oleh seorang pembantu setempat mengiklankan dagangannya dengan tulisan “Malabar Martabak, halal bin halal, halal bin halal”. Sejak saat itu, nama halalbehalal mulai populer di kalangan masyarakat Solo.

Orang kemudian menggunakan kata ini untuk menyebut acara Idul Fitri pergi ke Sriwedari atau berkumpul untuk Idul Fitri. Setelah itu, kegiatan halalbihalal dimulai dengan mengadakan pertemuan rekonsiliasi saat Idul Fitri.

Versi lain menyebutkan asal muasal halalbihalal berasal dari KH Abdul Wahab Hasbullah pada tahun 1948. Beliau adalah seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama.

KH Wahab mencetuskan istilah halalbihalal Bung Karno sebagai bentuk persahabatan antar pemimpin politik yang saat itu masih berselisih. Berdasarkan nasehat tersebut, pada Idul Fitri 1948, Bung Karno mengundang seluruh politisi ke Istana Negara.

Bung Karno mengadakan pertemuan yang disebut Halalbihalal. Dalam proses ini, para politisi duduk di meja yang sama.

Mereka pun mulai mengembangkan kekuatan dan persatuan negara di masa depan. Sejak itu, berbagai instansi pemerintah telah melakukan halalbihalal pada masa pemerintahan Bung Karno.

Halalbihalal kemudian banyak diikuti oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Islam Jawa sebagai pengikut ulama. Hingga kini, halalbihalal menjadi tradisi tetap ketika Idul Fitri tiba.

 

Penulis: Resla

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *