Fri. Sep 20th, 2024

Anggota DPR Fraksi PDIP Usul Politik Uang Dilegalkan

matthewgenovesesongstudies.com, anggota Komite II DPR Jakarta dari Partai PDI Perjuangan Hugua, mengusulkan undang-undang untuk menjalankan kebijakan fiskal, namun dengan beberapa batasan.

Hal itu disampaikan pada Rabu (15/5/2024) dalam rapat pimpinan panitia kedua bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (BAWASLAU), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Hal pertama tentang kualitas pemilu ini adalah, bukankah kita harus melegitimasi kebijakan keuangan PKK dengan hanya beberapa batasan,” kata Hugua dalam pertemuan tersebut.

Hugua percaya bahwa mempraktikkan politik uang sangatlah penting. Menurut Hugua, kandidat tidak bisa dipilih tanpa adanya politik uang.

Politisi PDIP itu juga menyarankan agar aturan PKPU yang sedang dibahas harus fokus pada kebijakan fiskal dan pembiayaan belanja politik.

“Kami berusaha memperjelas dan mengkodifikasikan bahasa apa saja batasannya, agar Pawaslau juga tahu bahwa kalau menyangkut kebijakan moneter, batasan itu harus dipersempit,” jelas Hugua.

Hugua mengatakan, jika tidak diatur dengan jelas, maka peserta pemilu di masa depan akan selalu dicurangi dan pertarungan akan terus dimenangkan oleh kapitalis yang kuat.

“Karena Anda tidak punya uang, Anda pasti tidak bisa menang,” kata Hugua, seraya menambahkan, “Masyarakat tidak akan memilih karena itulah ekosistem masyarakat.”

Jadi sebaiknya kita melegalkannya dalam batasan tertentu saja. Kita legalkan, misalnya maksimal Rp 20.000, Rp 50.000, Rp 1 juta, atau Rp 5 juta, kata Hogua.

 

Politik keuangan sering kali merajalela selama kampanye pemilu. Istilah “kampanye fajar” juga berasal dari pemilih yang membagikan uang atau barang lainnya kepada pemilih di pagi hari.

Di Indonesia sendiri, pembatasan kebijakan fiskal diatur dalam Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Tahun 2017 No. Pasal 523 ayat 1, 2 dan 3. Kemudian Pasal 515 UU Pemilu menyebutkan barangsiapa dengan sengaja pada waktu memberikan suara, menjanjikan atau memberikan uang atau benda lain kepada pemilih sehingga tidak dapat menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta tertentu. pemilu atau menggunakan hak pilihnya. Pemungutan suara dengan cara tertentu yang mengakibatkan surat suara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (Tiga Puluh Enam Juta Rupiah).

Sementara itu, politik uang dilarang dalam Islam. Amalan ini termasuk dalam kategori raswa, yaitu memberi seseorang sesuatu untuk dilakukan atau tidak dilakukannya sesuatu. Dalam surat al-Baqarah [2] ayat 188, Allah SWT melarang mengambil uang untuk tujuan yang haram.

Dan janganlah kamu membagi-bagi di antara kamu dengan bukti-bukti yang nyata atau harta orang secara tidak adil, padahal kamu mengetahuinya.

Artinya: (Dan janganlah kamu merampas apa yang ada di antara kamu secara zalim dan janganlah kamu mengambil harta kepada hakim untuk merampas harta orang dengan zalim, padahal kamu termasuk yang demikian.) Diketahui.”

Kebijakan fiskal juga berarti korupsi, sedangkan KBBI berarti suap atau suap. Hal ini tentu ada kaitannya dengan pengertian politik uang. Secara definisi, hakikat korupsi adalah keinginan untuk menguntungkan individu atau kelompok tertentu dengan cara yang dapat merugikan orang lain.

Baca Praktik Politik Uang Mewah Jelang Pemilu, Begini Pandangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

 

Koresponden: Alma Fekhasari

Sumber: Merdeka.com

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *