Fri. Sep 27th, 2024

Siapkah Industri Restoran dan UMKM Ikut Kewajiban Sertifikasi Halal?

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Jaminan Halal telah disetujui hampir tiga tahun lalu. Saat ini batas waktu pelaksanaan sertifikasi halal produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia tahap pertama akan berakhir pada 17 Oktober 2024.

Prinsipnya, jika pelaku usaha tidak mau menerima kewajiban ini, maka akan dikenakan sanksi berat mulai dari pencabutan barang yang didistribusikan hingga denda. Terkait persiapan yang dilakukan restoran untuk menerapkan sertifikat halal, Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, belum semua restoran siap.

“Mungkin semuanya belum siap, karena kita lihat restorannya banyak dan jumlah reviewernya masih terbatas,” kata Hariyadi saat dihubungi matthewgenovesesongstudies.com melalui telepon, Jumat, 22 Maret 2024.

Padahal, menurut Hariyadi, meski pihaknya sudah mengikutsertakan dirinya dalam pertemuan-pertemuan resmi seperti konferensi kerja nasional dan media sosial, masih banyak pengusaha yang menilai perolehan sertifikat halal bukanlah hal yang mendesak. Lanjutnya, “Masih terlalu dini untuk menyebutkan persentasenya (jumlah restoran yang tersertifikasi halal), karena kami merasa belum menjadi prioritas.”

Hal itu diungkapkan Sekjen PHRI Maulana Yusran. Ia mengatakan, masih banyak pemilik restoran yang belum memahami pentingnya mendapatkan sertifikasi halal. Kedua, yang jadi pertanyaan selalu biayanya, dan ketiga, bagaimana mencapainya dan lembaga mana yang bisa mereka pilih untuk bertanggung jawab atas jaminan halal, karena pada akhirnya ada biayanya,” ujarnya saat berbincang melalui telepon dengan matthewgenovesesongstudies.com . , Jumat. , 22 Maret 2024.

Menurut dia, syarat untuk mendapatkan sertifikat halal tidak mudah, banyak hal yang harus diperiksa oleh pemeriksa. Di seluruh negeri, jumlah restoran bersertifikat halal, kata Yusran, mungkin masih kurang dari 50 persen, bahkan kurang dari 10 persen dari 850 restoran anggota PHRI yang mendapatkan sertifikat halal.

“Yang sudah disiapkan itu yang besar (restoran besar), tapi yang menengah ke bawah belum semuanya siap,” ujarnya.

Pihaknya juga menilai, ketika kebijakan terkait dunia usaha seperti restoran dan hotel sedang dirumuskan, sebelum peraturan tersebut disahkan, permasalahan yang akan dihadapi di pasar internasional tidak terpikirkan lagi. “Kalau jadi wajib, ada biayanya, akibat berikutnya yang dipertanyakan kemampuan usahanya,” ujarnya.

Tidak semua restoran mampu melakukan hal ini, karena untuk mendapatkan sertifikat halal, tidak semua restoran memperhatikan hal ini dengan serius. Selain itu, sertifikasi yang sah hanya akan dilihat oleh organisasi tingkat tinggi tertentu terkait dengan target pasarnya.

“Masalahnya kami para pengusaha restoran ini membeli di pasar-pasar rakyat, sehingga harus mendapat sertifikat, baik tingkat atas maupun bawah, dan ini menjadi kontroversi dan kendala besar,” ujarnya satu. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah pemerintah harus memberikan dukungan kepada pelaku usaha restoran untuk mendapatkan sertifikasi halal.

Saat ini pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) telah mencanangkan beberapa program untuk membantu UMKM memenuhi kewajiban sertifikasi halalnya. Sejak tahun 2015-2023, Kementerian Koperasi dan UKM telah memberikan bantuan rutin penerbitan sertifikat halal kepada 1.051 UMKM.

Program ini akan dilanjutkan pada tahun 2024 dengan mengizinkan 100 sertifikat halal lagi secara berkala. Deputi Pengawas Perlindungan dan Produksi Industri Kecil Kementerian Koperasi dan UKM RI Muhammad Firdaus menyatakan, khusus untuk penerbitan sertifikat halal melalui deklarasi mandiri pada tahun 2023, pihaknya telah bekerja sama dengan BJPPH Tanah Air. Kementerian Agama dan LP3H UIN Sunan Kalijaga.

Pendamping Proses Produk Halal (PPH) direkrut dan diaktifkan kembali. Para guru PPH ini telah berhasil membantu dan menerbitkan 56.209 sertifikat sah. Selain itu, pada tahun 2024, Kementerian bersama dan UKM akan memulai proses penerbitan Sertifikat Halal Unggas dan Rumah Potong Hewan (RPH R/U) yang rencananya akan dilaksanakan di 10 provinsi.

Hal ini dilakukan karena masih terdapat beberapa RPH R/Mu yang memiliki sertifikat Halal, hal ini diduga menjadi salah satu permasalahan yang menyebabkan sulitnya usaha kecil mendapatkan sertifikat Halal, kata Firdaus dalam wawancara tertulis dengan Liputan com. . pada hari Jumat, 22 Maret 2024.

Berdasarkan data Sistem Informasi Halal (SIHALAL) Februari 2024, jumlah RPH – Ruminansia (RPH-R) yang memiliki sertifikat halal sebanyak 72 RPH-R dari 531 RPH-R yang ada di seluruh Indonesia. Saat ini jumlah ayam RPH-U (RPH-U) yang memiliki sertifikat Halal sebanyak 180 RPH-U dari 343 RPH-U yang ada di seluruh Indonesia.

Terkait persentase pengusaha yang sudah memperoleh sertifikat halal, Firdaus mengatakan berdasarkan data BJPPH per 18 Maret 2024, jumlah sertifikat halal yang diterbitkan mencapai 1.598.664. Untuk sertifikat halal dan produk bersertifikat halal terdapat 4.069.497 produk halal.

Khusus pelaku usaha kecil, jumlah sertifikat halal yang diterbitkan mencapai 1.533.084, dan produk yang bersertifikat mencapai 3.166.678. Sedangkan untuk pelaku usaha kecil, jumlah sertifikat halal yang diterbitkan mencapai 53.800, dan produk yang bersertifikat mencapai 223.869.

Selain itu, terkait permasalahan yang dihadapi dalam implementasi sertifikat halal bagi UMKM, Firdaus mengomentari masih kurangnya pemahaman para pelaku usaha mengenai pentingnya sertifikat halal dan cara memperolehnya. Selain itu, terbatasnya konektivitas internet dan terbatasnya keterampilan pelaku usaha dan asisten dalam menggunakan teknologi.

Didaerah tersebut masih banyak pedagang yang belum terorganisir atau belum memiliki Nomor Induk Berusaha. Faktor lainnya terkait dengan kurangnya sumber daya manusia lembaga penelitian halal, komite Fatawa, dan komite Halal Fatawa dibandingkan dengan jumlah usaha kecil di Indonesia.

“Pikiran para pengusaha melihat bahwa sertifikat halal itu wajib bagi pengusaha besar saja, bukan bagi pengusaha kecil,” ujarnya.

Firdaus menambahkan, guna mendukung tuntutan halal pada Oktober 2024, pihaknya akan menggelar acara diskriminasi “We Are Halal 2024” di 15 tempat dan membantu pengiriman mendesak produk bersertifikat halal ke 1000 usaha kecil di masing-masing tempat daerah-daerah ini.

Dalam menyebarkan kabar tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM bekerja sama dengan BJPPH, Kementerian Agama, Pemerintah Daerah, OPD yang membawahi KUMKM, perusahaan swasta, lembaga pendidikan, LP3H, PLUT KUMKM dan Pendamping PPH di wilayah tersebut. Saat ini, terkait keterbukaan UMKM yang berjualan online, pengungkapan dilakukan secara online melalui portal resmi KemenkopUKM.

Selain itu, lanjut Firdaus, pihaknya juga menggandeng penyedia platform digital di Indonesia dan KNEKS, saat ini sedang menjajaki rencana pemberian sinyal atau sinyal kepada pedagang pasar atau mitra usaha yang berjualan di platform digital yang sah. bersertifikat atau sedang dalam proses membantu pembuktian identitas halal.

Menurut Firdaus, Kementerian Koperasi UKM, pemberian layanan gratis kepada UKM bisa saja dilakukan. Ini salah satu rencana strategis, namun jika disederhanakan prosesnya memberikan jumlah uang yang tetap disesuaikan dengan ketersediaan anggaran kita.

“Dan apabila anggaran kita tidak mencukupi, tentu melalui kerja sama antar pemangku kepentingan yang memiliki program tersebut, kita berharap dapat segera menerbitkan sertifikat halal,” kata Firdaus.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *