Sat. Sep 28th, 2024

Bercermin dari Kasus Hannah Ballerina Farm, Apa Bedanya Misoginis dan Seksis?

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Kasus Hannah Ballerina Farm menuai kontroversi karena sebagian pihak menilai Daniel Neeleman, suami Hannah, mungkin memiliki hubungan misoginis.

Hal ini karena Daniel tampaknya tidak menghargai bakat dan dedikasi Hannah dan mungkin memiliki hak istimewa yang tidak adil untuknya. Kontroversi ini menunjukkan betapa pentingnya memahami dan mengatasi sikap misoginis di masyarakat.

Tak hanya itu, kasus Hannah Ballerina Farm juga memicu perdebatan di masyarakat, terutama terkait istilah misogini dan seksisme. Apa bedanya? Apa yang dimaksud dengan misoginis?

Misoginis adalah kebencian atau ketidaksukaan terhadap perempuan atau anak perempuan. Perilaku misoginis dapat terwujud dalam berbagai cara, seperti diskriminasi gender, pencemaran nama baik terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan, dan objektifikasi seksual terhadap perempuan. Misogini sering dikaitkan dengan hak istimewa laki-laki, adat istiadat patriarki, dan diskriminasi gender. Apa yang dimaksud dengan seksis?

Seksisme adalah prasangka atau diskriminasi berdasarkan gender, khususnya terhadap perempuan dan anak perempuan.

Menurut Britannica, meski asal usulnya tidak jelas, istilah seksisme muncul dari feminisme gelombang kedua pada tahun 1960-an hingga 1980-an dan diduga terinspirasi dari istilah rasisme yang digunakan dalam gerakan hak-hak sipil (diskriminasi berdasarkan ras). Apa perbedaan antara misoginis dan seksis?

Meskipun kedua istilah tersebut dikaitkan dengan diskriminasi gender, terdapat perbedaan mendasar di antara keduanya. Misoginis melibatkan kebencian atau penghinaan yang mendalam terhadap perempuan, sedangkan seksisme lebih luas dan dapat merujuk pada siapa saja yang mendiskriminasi lawan jenis.

Bentuk ekstrim dari ideologi seksis adalah misogini, yaitu kebencian terhadap perempuan. Dalam masyarakat di mana misogini terjadi, terdapat tingkat kekerasan terhadap perempuan yang tinggi — misalnya dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga, pemerkosaan, dan komodifikasi perempuan dan tubuhnya.

Ketika perempuan dipandang sebagai properti atau warga kelas dua, mereka seringkali dianiaya baik secara individu maupun institusi.

Misalnya, seorang perempuan yang menjadi korban perkosaan (tingkat individu atau pribadi) mungkin diberitahu oleh hakim dan juri (tingkat institusi) bahwa ia bersalah karena cara berpakaiannya yang dianggap provokatif.

 

Konon pemikiran misoginis sudah ada sejak zaman dahulu. Misalnya, Aristoteles dengan terkenal berpendapat bahwa perempuan adalah versi laki-laki yang lebih rendah dan cacat. Menurut Britannica, istilah ini diciptakan pada abad ke-17 dan berasal dari kata Yunani misos, yang berarti ‘benci’, dan gunē, yang berarti ‘wanita’.

Penggunaan istilah misogini untuk merujuk pada tindakan merendahkan perempuan dipopulerkan oleh feminis gelombang kedua pada tahun 1970an. Misogini biasanya dibedakan dari seksisme terhadap perempuan: misogini ditandai dengan kekerasan seperti pelecehan seksual atau pembunuhan, sedangkan misogini lebih halus.

Namun selama gelombang keempat feminisme yang dimulai pada awal abad ke-21, misogini hampir dapat dipertukarkan dengan seksisme dan dapat digunakan untuk menunjukkan prasangka terhadap perempuan selain tindakan kekerasan atau kebencian terhadap perempuan.

Oleh karena itu, misogini memiliki arti berbeda dan melibatkan tingkat intensitas berbeda. Beberapa kamus telah menyesuaikan entri mereka untuk mencerminkan perubahan makna ini. Pada tahun 2002, Kamus Bahasa Inggris Oxford mengubah definisi “kebencian terhadap perempuan” menjadi “benci atau tidak suka atau prasangka terhadap perempuan”. Kamus Merriam-Webster kemudian mengikuti jejaknya.

Konsep seksisme awalnya diciptakan untuk meningkatkan kesadaran akan penindasan terhadap anak perempuan dan perempuan, meskipun pada awal abad ke-21 istilah ini terkadang mencakup penindasan terhadap gender lain, termasuk laki-laki, interseks, dan transgender.

Dalam masyarakat, seksisme kebanyakan merujuk pada perempuan dan anak perempuan. Seksisme berupaya mempertahankan patriarki atau dominasi laki-laki melalui praktik ideologis dan material individu, kelompok, dan institusi yang menindas perempuan dan anak perempuan berdasarkan jenis kelamin atau gender. Penindasan tersebut biasanya berbentuk eksploitasi ekonomi dan dominasi sosial.

Perilaku, situasi dan sikap seksis melanggengkan stereotip tentang peran sosial (gender) berdasarkan jenis kelamin biologis seseorang. Bentuk sosialisasi konvensional berdasarkan konsep seksis mengajarkan narasi tertentu tentang peran gender tradisional laki-laki dan perempuan.

Menurut pandangan ini, perempuan dan laki-laki dipandang sebagai dua hal yang berlawanan, dengan peran yang sangat berbeda dan saling melengkapi: perempuan merupakan kaum yang lebih lemah dan kurang mampu dibandingkan laki-laki, terutama dalam bidang logika dan pemikiran rasional.

Mereka berpikir bahwa perempuan hanya cocok untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan emosional sehingga tidak bisa menjadi pemimpin yang baik dalam bisnis, politik, dan akademisi.

Meskipun perempuan secara alami dianggap cocok untuk melakukan pekerjaan rumah tangga dan menjadi pengasuh yang sangat baik, peran mereka sering kali dianggap inferior atau tidak berharga dibandingkan dengan pekerjaan laki-laki.

Studi feminis tentang gender dalam masyarakat memerlukan konsep untuk membedakan dan menganalisis kesenjangan sosial antara anak perempuan dan anak laki-laki serta antara perempuan dan laki-laki, tanpa mereduksi perbedaan tersebut hanya karena faktor biologis atau nasib.

Konsep seksisme menjelaskan bahwa prasangka dan diskriminasi berdasarkan gender atau jenis kelamin, bukan inferioritas biologis, merupakan hambatan sosial bagi keberhasilan perempuan dan anak perempuan di berbagai bidang.

Mengatasi patriarki di masyarakat berarti membongkar seksisme di masyarakat. Studi mengenai seksisme menunjukkan bahwa solusi terhadap ketidaksetaraan gender terletak pada perubahan budaya dan institusi seksis.

Memisahkan gender (dan peran gender serta identitas gender) dari jenis kelamin biologis telah menjadi pencapaian besar feminisme, yang menegaskan bahwa gender tidak memprediksi kemampuan, kecerdasan, atau kepribadian seseorang.

Memisahkan perilaku sosial dari determinisme biologis memberi perempuan lebih banyak kebebasan dari peran dan ekspektasi gender yang stereotip.

Keilmuan feminis mungkin berfokus pada cara dunia sosial menundukkan perempuan melalui diskriminasi dan pembatasan berdasarkan jenis kelamin biologis atau ekspektasi peran gender sosiokultural mereka.

Gerakan feminis berjuang untuk mengakhiri seksisme dan menegakkan hak-hak perempuan di depan hukum. Dengan menghilangkan seksisme dalam institusi dan budaya, perempuan akan memperoleh kesetaraan dalam keterwakilan politik, pekerjaan, pendidikan, konflik keluarga dan hak-hak reproduksi.

Ironisnya, ternyata perempuan juga bisa menjadi misoginis. Mereka mungkin merasa lebih unggul dari perempuan lain, meremehkan perilaku umum perempuan, atau bahkan menganut keyakinan yang didominasi oleh tatapan laki-laki. Semua hal tersebut bisa menjadi penyebab misogini yang terjadi di kalangan perempuan.

Patriarki dan misogini adalah istilah yang sering muncul dalam diskusi mengenai kesetaraan gender dan struktur sosial. Memahami patriarki dan misogini merupakan langkah awal yang penting dalam perjuangan kesetaraan.

Patriarki berasal dari bahasa Yunani ‘patriarhēs’ yang berarti ‘pemerintahan ayah’. Istilah ini mengacu pada sistem sosial di mana laki-laki mengendalikan sebagian besar kekuasaan sosial, ekonomi, politik, dan agama. Dalam sistem patriarki, warisan seringkali diturunkan melalui garis laki-laki sehingga semakin memperkuat dominasi laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dikutip CNN pada Senin, 30 Juli 2024.

Sosiolog Amerika terkenal Allan Johnson menjelaskan bahwa patriarki bukan hanya tentang laki-laki atau sekelompok laki-laki tertentu, tetapi tentang suatu jenis masyarakat di mana laki-laki dan perempuan berpartisipasi.

Ia mengatakan bahwa masyarakat dianggap patriarkal jika masyarakat mendukung hak istimewa laki-laki dengan cara didominasi laki-laki, diidentifikasikan sebagai laki-laki, dan berpusat pada laki-laki. Patriarki juga diorganisir berdasarkan obsesi terhadap kontrol dan memasukkan penindasan terhadap perempuan sebagai salah satu aspek terpentingnya. Misoginis: Kebencian terhadap wanita

Misoginis adalah kebencian atau ketidaksukaan terhadap perempuan atau anak perempuan. Perilaku ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk seperti diskriminasi gender, pencemaran nama baik terhadap perempuan, kekerasan terhadap perempuan dan objektifikasi seksual terhadap perempuan.

Misogini sering dikaitkan dengan hak istimewa laki-laki, adat istiadat patriarki, dan diskriminasi gender. Dalam beberapa kasus, misogini bahkan dapat meningkatkan risiko kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan.

Dalam masyarakat patriarki, laki-laki seringkali diberi hak istimewa dan wewenang yang lebih tinggi, sementara perempuan diposisikan sebagai subjek yang lebih rendah. Hal ini dapat menjelaskan perilaku misoginis karena laki-laki merasa berhak mengontrol dan mengeksploitasi perempuan.

Perbedaan utama antara misoginis dan chauvinis adalah intensitas dan motivasi di balik pandangan negatif mereka terhadap perempuan. Misoginis mengandung kebencian yang mendalam, sedangkan chauvinisme lebih pada kepercayaan terhadap superioritas laki-laki disertai pandangan bahwa perempuan membutuhkan perlindungan.

Seorang chauvinis tetap bisa menunjukkan sikap peduli dan protektif terhadap perempuan, meski didasari keyakinan bahwa perempuan kurang mampu dan membutuhkan bantuan laki-laki.

Menurut PsychCentral, chauvinisme bermula dari keyakinan bahwa laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Seorang chauvinis percaya bahwa perempuan pada dasarnya lebih lemah, kurang cerdas, atau kurang mampu dibandingkan laki-laki.

Terlepas dari pandangan ini, seorang chauvinis masih bisa menikmati kebersamaan dengan perempuan dan bahkan melindungi mereka. Sikap protektif tersebut bukan karena menghormati perempuan, namun karena mereka yakin perempuan membutuhkan perlindungan atau dukungan dari atasan laki-laki.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *