Sun. Oct 6th, 2024

Mpox Dinilai Bukan Masalah Baru, Kemenkes Lakukan Langkah Strategis Termasuk Surveilans

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Mpox atau cacar monyet sedang meningkat di beberapa negara Afrika. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakannya sebagai darurat kesehatan masyarakat global (PHEIC).

Mengingat hal ini, semua negara kini harus berhati-hati, termasuk Indonesia. Sebelumnya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah melakukan mitigasi.

“Mitigasi Mpox sudah kita terapkan, sebenarnya Mpox bukan masalah baru. Itu teridentifikasi beberapa tahun lalu, mulai tahun 2022,” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saxono Harbuwono di Jakarta, Selasa (20/08/2024). ).

“Kami akan terus melakukan mitigasi Mpox, mengambil langkah-langkah pengendalian dan pengawasan yang strategis untuk memastikan Mpox tidak menjadi masalah kesehatan di Indonesia,” tambah Dante.

Hingga 17 Agustus 2024, Kementerian Kesehatan telah melaporkan 88 kasus terkonfirmasi Mpox.

Pada tahun 2022 hingga 2024, jika dilihat tren mingguannya, periode dengan jumlah kasus Mpox terbanyak adalah Oktober 2023.

Dari 88 kasus terkonfirmasi, 87 pasien sudah sembuh. Lebih detailnya, kasusnya dibagi berdasarkan: DKI Jakarta dengan 59 kasus terkonfirmasi; Jawa Barat 13 kasus terkonfirmasi; Konfirmasi Banten 9; Jawa Timur 3 Penegasan; Pengukuhan Daerah Istimewa Yogyakarta 3; dan 1 kasus Mpox terkonfirmasi di Kepulauan Riau.

Silahkan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI, Dr. Yudhi Pramono mengatakan, 54 dari 88 kasus MARS yang terkonfirmasi memenuhi kriteria Whole Genom Sequencing (WGS). Tes WGS dilakukan untuk menentukan versi virus.

“Keseluruhan 54 kasus tersebut merupakan varian Clade IIB. Sebagian besar wabah Mpox Clade II tidak terlalu mematikan hingga tahun 2022 dan sebagian besar ditularkan secara seksual,” kata Yudhi dalam konferensi pers perkembangan kasus Mpox. Indonesia, Minggu (18/08/2024).

Ada dua clade virus cacar monyet, yaitu clade I yang berasal dari Afrika tengah (cekungan Kongo), dengan subclade 1a. Subkelas 1a memiliki tingkat kematian (CFR) yang lebih tinggi dibandingkan kelas lainnya dan menular melalui berbagai cara penularan. Sedangkan subkelas 1b didominasi penyakit menular seksual dengan CFR sebesar 11 persen.

Sedangkan Clade II dari Afrika Barat dengan subclade IIa dan IIb memiliki CFR sebesar 3,6 persen. Clade II memiliki CFR yang rendah, sebagian besar kasus menular seksual selama wabah tahun 2022.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Mpox sebagai darurat kesehatan global mulai 14 Agustus 2024. Namun ahli epidemiologi Dickie Budiman mengatakan penyakit ini belum benar-benar hilang sejak PHEIC dicabut pada tahun 2023.

“Setelah [keadaan darurat global] dicabut pada bulan Mei 2023, Mpox ini benar-benar merupakan epidemi diam-diam, yang berarti penyakit ini tidak akan hilang dan akan terus tumbuh dan menyebar. Dan tidak mengherankan jika pada akhirnya akan menjadi strain yang mengarah pada distribusi selanjutnya,” ujarnya. Dickey Health melalui pesan suara di matthewgenovesesongstudies.com pada Sabtu (17/8/2024).

Dickey juga mengatakan, Mpox sebelumnya terlokalisasi di Kongo dan kini menyebar ke negara lain.

“Sampai saat ini masih terlokalisir di Kongo dan sekitarnya. Namun sepertinya menyebar karena sifat penyakit seperti ini, sehingga sulit untuk memberantas penyakit yang terkait dengan kebiasaan (perilaku) sehari-hari,” jelas Dickey. .

Organisasi Kesehatan Dunia menjelaskan di situs resminya bahwa usulan pembentukan PHEIC untuk Mpox dibuat oleh Komite Darurat Mpox.

Komite Darurat Mpox meninjau masukan dari para ahli WHO dan negara-negara yang terkena dampak sebelum memberikan nasihat kepada Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Berdasarkan data saat ini, Komite Darurat Mpox melihat kemungkinan penyebaran lebih lanjut ke negara-negara di Afrika dan luar benua Afrika. Oleh karena itu, disarankan status Mpox adalah PHEIC seperti yang tertera di situs resmi WHO.

Mendeklarasikan status Mpox sebagai PHEIC, Tedros mengatakan wabah penyakit yang menyerang kulit ini terjadi sangat cepat di Kongo. Kemudian laporan dari beberapa negara di sekitar Kongo juga mengkhawatirkan.

Oleh karena itu, koordinasi internasional diperlukan untuk mencegah penyebaran epidemi.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *