Fri. Sep 20th, 2024

Pakar Kebijakan Publik Sebut BPA Dilarang di Banyak Negara, Tanggapi Usaha Pengaburan Fakta BPA di AMDK

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 6 Tahun 2024 hendaknya didukung oleh masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan industri. Ini adalah pakar kebijakan publik Ryan Dr. Ryan Nugroho atas upayanya menutup mata terhadap fakta mengenai risiko kesehatan BPA. 

Ryant menilai tujuan dikeluarkannya peraturan tersebut sebenarnya sudah jelas, yakni untuk melindungi kesehatan masyarakat dari paparan bahan kimia bisphenol A (BPA) yang terbukti menimbulkan banyak potensi gangguan kesehatan.

Kebijakan (kemasan) bebas BPA ini sebenarnya sudah menjadi isu internasional dan penggunaan BPA sudah dilarang di berbagai negara, kata Ryant saat dihubungi di Jakarta.

Sayangnya, menurut Ryant, Indonesia saat ini sedang berupaya mengambil kebijakan serupa, namun belum sampai melarangnya. Saat ini BPOM sedang berupaya menerapkan label bebas BPA atau berpotensi mengandung BPA pada AMDK agar masyarakat lebih sadar akan potensi bahaya BPA. Terkait adanya beberapa pihak yang mencoba mengacaukan label “BPA-free” dengan isu lingkungan hidup, menurut Ryant, hal tersebut tidak tepat. 

“Isu keberlanjutan jelas sangat penting untuk kemasan bebas BPA, karena biasanya sekali pakai. Ya, kita perlu memperkuat pengelolaan kemasan bekas,” kata Ryant. 

Pendapat Riant tersebut menanggapi beberapa kontroversi dengan terbitnya Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan pada 5 April 2024. Pasal 48a untuk sementara mewajibkan pencantuman label pada cara penyimpanan air minum dalam kemasan. Pasal 61A mewajibkan pencantuman label peringatan bahaya BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat. Pada tahun 2028, produsen diwajibkan menerapkan peringatan bahwa kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA ke dalam air minum dalam kemasan dalam kondisi tertentu.

Pria yang juga menjabat Ketua Umum Asosiasi Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI) ini meminta semua pihak tidak lagi mempertanyakan kebijakan BPOM yang bertujuan untuk memastikan produk aman dikonsumsi masyarakat. Mereka, termasuk produsen AMDK, harus mendukung kebijakan ini dan tidak melakukan perlawanan. 

“Selanjutnya, perusahaan AMDK di negara asalnya berkomitmen untuk tidak menggunakan kemasan yang mengandung BPA, kenapa tidak mau mengikutinya di Indonesia?” Mereka harus mematuhi peraturan di sini dan juga di negara asalnya demi alasan keamanan dan kepentingan umum. Standar kesehatan mengharuskan produsen untuk tidak menjamin bahwa produknya “tidak akan terlalu panas atau kepanasan saat terkena sinar matahari langsung”. 

Sementara itu, Plt Deputi Pengawasan Pangan Olahan BPOM Emma Setyawati mengatakan, pelabelan BPA bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas kepada konsumen mengenai kandungan AMDK. 

Peraturan ini merupakan wujud komitmen BPOM dalam melindungi kesehatan masyarakat melalui peraturan yang berbasis pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini, kata Emma.

BPOM memaparkan hasil surveilans kemasan galon tahun 2021-2022 pada Workshop Upaya Perlindungan Kesehatan Masyarakat dengan Pengaturan Label Bisphenol A (BPA) pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). BPOM menemukan 3,4% sampel AMDK yang beredar di Indonesia, baik dari fasilitas produksi maupun distribusi, tidak memenuhi persyaratan batas maksimal migrasi BPA, yakni di atas 0,6 bph. 

Tak hanya itu, sekitar 46,97% kemasan galon di fasilitas distribusi dan 30,91% di fasilitas manufaktur juga ditemukan mengandung BPA pada tingkat yang mengkhawatirkan yaitu 0,05-0,6 bpj. Sementara itu, hasil pemantauan BPA produk AMDK menunjukkan 5% model baru per galon di fasilitas manufaktur dan 8,67% di fasilitas distribusi memiliki BPA lebih besar dari 0,01 bpj, sehingga berisiko terhadap kesehatan.

Selain itu, Emma menegaskan kebijakan pelabelan BPA dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk melindungi kesehatan masyarakat. Pada tahun 2020, 50,2 juta orang atau 18% penduduk Indonesia mengonsumsi galon air, dengan produksi tahunan mencapai 21 miliar liter dan total konsumen mencapai 21 miliar liter. 

 

 

(*)

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *