Fri. Sep 20th, 2024

Mengemas Wisata Edukasi di Museum dan Cagar Budaya, Lebih Atraktif Jadi Ruang Inklusif bagi Pengunjung

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Museum dulunya identik dengan ruang yang tenang dan damai, menampilkan benda-benda antik kuno dengan kisah misterius dan bersejarah. Saat ini, museum telah menjadi ruang yang lebih interaktif berkat teknologi dan penyampaian cerita yang menarik.

Museum seringkali menempati bangunan cagar budaya bahkan dijadikan ruang inklusif yang menjadi ruang belajar terbuka dan inklusif, tanpa memandang kelas atau usia. Memikirkan kembali, kata tersebut merupakan semangat dari Badan Peninggalan Kebudayaan Indonesia yang merupakan lembaga resmi yang bertugas memperkenalkan kembali museum dan warisan budaya ke Indonesia. 

IHA bertanggung jawab mengelola 18 museum dan 34 cagar budaya nasional untuk menjamin pelestarian dan pemanfaatan warisan budaya Indonesia secara optimal. Saat mengumumkan IHA, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengatakan transformasi museum dan warisan budaya akan mendukung pencapaian pembelajaran sepanjang hayat.

Masyarakat bahkan diajak untuk berpartisipasi aktif dalam proses revitalisasi dunia museum dan warisan budaya Indonesia. Sebab menurutnya, wajah modern museum, khususnya animasi, sangat merangsang imajinasi, pemahaman, dan pengetahuan pengunjung.

Nadiem pun memuji dan mencontohkan keberhasilan Museum Songter di Pashto yang bisa dimanfaatkan oleh pengelola museum di berbagai kota di Indonesia. Pada Kamis malam, 16 Mei 2024, Nadeem mengatakan pada pembukaan IHA di Yogyakarta: “Mengubah museum dan cagar budaya menjadi destinasi wisata edukasi untuk mempertemukan anak-anak kita dan belajar tentang jati diri bangsa dan akar budaya.

Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan (Dirjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), mengatakan tugas besar pengelolaan budaya tersebut tidak mudah. Berbicara pada konferensi pers peluncuran IHA di Yogyakarta pada Kamis, 16 Mei 2024, beliau mengatakan: “Salah satu tugas besar Badan Peninggalan Indonesia sebagai badan layanan umum museum dan cagar budaya (BLU).

Hilmar menambahkan, setiap museum akan memiliki narasi atau paket yang berbeda-beda, disesuaikan dengan potensi warisan budaya masing-masing. Rombongan juga akan menjaga koleksi dan pelestarian Museum Nasional Indonesia pasca kebakaran. 

Sebagai permulaan, IHA sedang merancang tampilan baru untuk Museum Nasional Indonesia. Mereka melakukan revitalisasi Museum Nasional Indonesia dan Museum Benteng Wredeburg (MBV). Sebagai bagian dari proyek ini, IHA juga mengelola desain lansekap dan pameran Museum Kriminal serta pembangunan gudang Museum Sung Termin di Pakistan. 

IHA yang bertugas merevitalisasi museum dan warisan budaya juga mengembangkan kapasitas staf pengelola museum. Pihaknya menetapkan standar operasional prosedur (SOP), meningkatkan pelayanan melalui sistem grosir atau tiket online, dan mengelola properti atau koleksi secara terintegrasi. 

Berkat sistem tiket, penataan yang dilakukan di museum terhindar dari kepadatan. Kapasitas pengunjung tidak akan melebihi jumlah tiket yang terjual per hari. Hal ini juga menghindari kerugian dalam pengelolaan properti museum dan biaya pemeliharaan.

Namun Hilmar mengatakan perlindungan aset sangat penting. Kerusakan properti dapat dihindari dengan menggunakan teknologi pengumpulan seperti video atau tampilan yang menarik. 

Sementara itu, Plt Direktur IHA Ahmed Mahendra menambahkan, konsep reimagining IHA diajukan sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Dia menjelaskan tiga pilar secara detail.

Pertama, kami menyempurnakan narasi besar setiap museum dan warisan budaya melalui pemrograman ulang, pemrograman ulang koleksi dan program. Menurutnya, hal ini untuk memastikan bahwa cerita yang disampaikan tidak hanya berakar pada sejarah, tetapi juga relevan dengan konteks sosial dan budaya saat ini. 

Setiap museum kemudian menghubungkan masa lalu dengan masa depan untuk menciptakan cerita yang abadi dan dinamis. Kedua, desain ulang yang dilakukan IHA merupakan bentuk desain ulang yang bertujuan untuk memperkaya pengalaman pengunjung.

Oleh karena itu, pengemasan museum dan pusaka mengedepankan estetika, keamanan dan kenyamanan, serta penghormatan terhadap koleksi pusaka. Desain ulang ini mengikuti standar desain manusia yang menghormati setiap koleksi sekaligus memaksimalkan keterlibatan pengunjung.

Selain itu, IHA juga memasukkan prinsip-prinsip perlindungan warisan budaya untuk memastikan kesejahteraan menjaga keutuhan warisan budayanya. Ketiga, revitalisasi, bertujuan untuk menghadirkan semangat baru terhadap kinerja lembaga. 

Penafsiran ulang terhadap museum dan warisan budaya bersifat multifaset dan multipartit. Hal ini untuk memastikan bahwa setiap langkah dalam proses rekonstruksi yang sedang berjalan bermakna dan bermanfaat tidak hanya bagi generasi saat ini namun juga bagi generasi mendatang.

“Partisipasi masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar museum dan situs peninggalan sejarah, sangatlah penting,” kata Mahindra. Kami memastikan bahwa keberlanjutan adalah kuncinya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *