Fri. Sep 20th, 2024

Ada Ancaman Resesi di AS, Sektor Saham Apa Saja yang Dapat Dicermati?

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Ancaman kebangkrutan menghantui Amerika Serikat (AS), terbukti dari sejumlah indikator perekonomian AS yang lemah dan dunia usaha khawatir. Pasar saham bergejolak sejak resesi AS, terutama setelah rilis data bisnis AS.

Adrian Joser, Direktur Etika dan Integritas Mandiri Securitas, mengatakan dalam situasi seperti itu, investor bisa saja fokus pada produk dengan pasar atau aset yang lebih besar. 

“Bagi pelaku bisnis, jika kami memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga pada kuartal keempat tahun 2024, kinerja IHSG kami baik dari sudut pandang bisnis. Opsi non-bisnis besar lainnya adalah konsumen dan telekomunikasi.” Adrian dari Business and Business Outlook Mandiri Sekuritas, Rabu (7/8/2024). 

Adrian mengatakan jika The Fed memangkas suku bunga riil dan dolar mulai melemah, investor mungkin akan beralih ke produk dengan imbal hasil yang baik. 

“Kami tidak tahu seberapa besar The Fed dapat menurunkan suku bunganya dan apakah penurunan suku bunga akan berlanjut hingga tahun depan. Investor dapat melihat produk-produk bernilai tambah seperti real estate, banyak perusahaan, teknologi,” katanya. 

Sedangkan pada semester II 2024, akselerator utama pasar saham adalah ekspektasi penurunan suku bunga The Fed, kata Adrian. Selain itu, investor akan memantau harga dan dividen. Pengungkit terakhir adalah investor asing yang memperhatikan nilai tukar. 

Soal nilai tukar, penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed bisa melemahkan dolar AS. Lebih menguntungkan menarik investor asing masuk ke pasar saham Indonesia, tutupnya. 

 

Sebelumnya, Chief Financial Officer Mandiri Sekuritas Rangga Chipta mengatakan Federal Reserve (Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) akan memangkas suku bunga sebanyak dua kali, masing-masing sebesar 25 basis poin (bps). 2024 .. 

Namun dalam kondisi saat ini, Rangga mengatakan penurunan suku bunga The Fed akan lebih cepat dan meluas. 

“Di semester kedua, kami melihat ada kemungkinan pemotongan dua kali, masing-masing 25 bps. Namun mengingat kejadian baru-baru ini, terdapat risiko bahwa The Fed akan melakukan pemotongan lebih cepat lagi,” kata Rangga dalam economic and market Outlook Mandiri Securitas, Rabu. /8/2024). 

Rangga menambahkan, penurunan suku bunga yang dilakukan Federal Reserve masih belum pasti. Misalnya, pada akhir tahun lalu, pasar memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga sebanyak 6-7 kali.

“Bulan lalu pasar memprediksi pemotongan 2-3x. Perkiraan pasar saat ini The Fed akan memangkas 5x. Ekspektasi pemotongan lebih tinggi. Sisa 3 pertemuan Fed akan memangkas lebih dari 25 basis poin,” jelasnya . 

Menurut dia, sikap pemilu AS juga akan mempengaruhi penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed. Selain itu, dengan pergantian pemerintahan baru maka akan terjadi perubahan kebijakan sehingga terbuka peluang untuk memberikan dukungan finansial yang cukup untuk menjaga kekuatan pertumbuhan ekonomi.

Sebelumnya, CEO PT Mandiri Sekuritas Oki Ramadhana mengabarkan banyak perusahaan yang menunda penawaran umum perdana (IPO). Itu karena banyak perusahaan yang masih mengamati perekonomian dan investor menunggu The Fed menurunkan suku bunganya.  

“Sekarang saya hanya ingin melihat bagaimana pasar melakukan IPO. Ya, jendela bisnisnya bisa terbuka atau keluar. Yang penting siapkan perencanaan, prinsip, dan cerita besarnya,” kata Mandiri Securitas usai economic and market outlook. .

Bagi perusahaan yang ingin IPO, tambah Oki, kuncinya adalah mandiri namun seimbang dengan pertumbuhan ke depan.

“Kontennya bagus, kurang bagus, itu yang ke depan. Pertumbuhannya ke depan bagaimana? Lalu pilih jendela yang tepat,” kata Oki.

Oki mengatakan, selain permasalahan suku bunga The Fed, banyak perusahaan yang memperhatikan transisi pemerintahan baru Indonesia. 

Oki Mandiri Securitas sendiri mengungkapkan, perseroan belum mencatatkan sahamnya di Bursa. 

“Bisnis Mandiri Securitas saat ini terus ditopang terutama oleh penerbitan obligasi rupee dan dolar, serta merger dan akuisisi,” tutupnya.

Bank Mandiri sebelumnya telah menyusun strategi bisnis untuk mengakomodasi pelemahan rupiah terhadap bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (Fed) dan kebijakan suku bunga Bank Indonesia, sehingga menurunkan dolar AS.

Dharmawan Junaidi, Direktur Utama Bank Mandiri, mengatakan pasar global akhir-akhir ini tengah menghadapi ketidakpastian, terutama akibat melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar AS. 

Dharmawan dalam jumpa pers Rabu (31/7) mengatakan, “Kita melihat kegelisahan pasar atas melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar AS belakangan ini. Hal ini antara lain disebabkan oleh penguatan dolar AS” (2024).

Dharmawan mengatakan, hasil tersebut didorong oleh ketidakpastian mengenai waktu penurunan suku bunga The Fed, serta penguatan dolar yang menyebabkan perubahan ekonomi global menyusul hasil politik dan pemilu di Amerika Serikat. ekonomi.

Di dalam negeri, Bank Indonesia mempertahankan BI rate sebesar 6,25 persen untuk mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan menarik investasi asing.

 

Dharmawan mengatakan pihaknya memperkirakan penurunan suku bunga The Fed dan BI rate masing-masing sekitar 25 basis poin pada Q4 2024.

Faktor lain yang mempengaruhi perbankan adalah pendapatan yang mempengaruhi nilai uang, kata Dharmawan. 

Likuiditas pasar dan biaya uang merupakan tujuan utama ketika menghadapi tantangan-tantangan ini. Saat ini, return ekonomi pasar rata-rata 2,83 persen, meningkat 50 basis poin dari tahun lalu. 

Namun, Dharmavan mengatakan Bank telah menjaga biaya modalnya di bawah rata-rata industri, dengan biaya modal sebesar 2,08 persen.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Bank Mandiri meningkatkan hasil pengelolaan keuangannya dengan mengembangkan bisnis CASA (Current Deposit Account) dari platform Livin dan Kopra. 

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *