Sun. Sep 22nd, 2024

Santri Memar Otak Dianiaya Kakak Kelas, Ponpes Bantah Ada Penganiayaan

matthewgenovesesongstudies.com, Pekanbaru – Seorang santri berinisial FA kaget sekaligus sedih atas penganiayaan yang diterimanya oleh 10 sesepuh di Pondok Pesantren Darul Quran (Pohnpeis), Kecamatan Tambang, Kampar. Kepala Pondok Pesantren Kariman Ibrahim membantah tudingan pencabulan terhadap santrinya.

Kariman mengatakan, kejadian bentrokan dengan FA ini merupakan unjuk rasa pendidikan para petinggi karena almarhum sedang menari saat salat magrib berjamaah. Hal itu diungkapkan Kariman saat menerima sidak dari Kementerian Agama di Unit Pelayanan Komparatif dan Teknis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPT PPPA).

 

“Tidak ada tawuran, itu untuk mendidik adiknya, ketika ada yang mendoakan dia mau melawan, dia keluar, melompat, mengganggunya,” kata Kariman, Kamis sore, 5 September 2024.

Kariman mengatakan, kekerasan terhadap anak tidak dapat diterima di Pondok Pesantren Islamia. Begitu pula dengan penderitaan, namun demonstrasi pengajaran agar FA tidak diputar lagi saat salat kerabat.

“Kalau penganiayaan seperti itu disiksa, dilepaskan, dipandang banyak orang tidak, kalau diminta diberi kesempatan mengajar, tapi kalau protes, diberikan alasan juga untuk mengajar,” jelas Kariman. . 

Meski demikian, Kariman tak memungkiri FA mengalami kekalahan. Ia mengatakan, hal tersebut merupakan hal yang lumrah antar anak dan mereka sudah rujuk, sehingga tidak boleh ada kelalaian.

“Itu bukan upaya untuk membunuh saya, itu refleks,” katanya. 

Dikatakannya, di Pondok Pesantren Darul Islam ada pengawasan 24 jam, semua orang sedang menunaikan salat Dzuhur. 

“Kalau kamu minta, kalau tidak minta, kamu akan terlindungi 24 jam. Berapa CCTV yang kamu inginkan?” Dia melanjutkan. 

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp di 0811 9787 670 dengan kata yang Anda inginkan.

Pasca kejadian tersebut, Kariman mengatakan pihak ponpes telah berdamai dengan mengundang orang tua para pihak.

“Orang tua sudah sepakat, pasien akan dirawat, tanggung jawab (mengetik) ditanggung, penanggung jawab akan bertanggung jawab dan akan diselesaikan,” jelasnya.

Sementara itu, Linda Wattie, Kepala UPTPPPA Kabupaten, mengatakan pesantren tidak memahami makna kekerasan terhadap anak. 

Siapa yang boleh melakukan kekerasan? Pesantren, wali, orang tua, siapapun, sayangnya pelaku kekerasan ini adalah sesama anak yang bersekolah di pesantren, jelas Linda.

Menurut Linda, permasalahan ini tidak lepas dari tanggung jawab bersama semua pihak, termasuk UPTD PPPA untuk melindungi anak korban dan kesehatan mental anak.

London menjelaskan, baik pelaku maupun korban adalah anak-anak. Oleh karena itu, PPPA mempunyai tanggung jawab untuk melindungi dan mendukung korban dan pelaku. 

“Agar permasalahan ini dapat teratasi dengan baik dan hak-hak anak dapat segera tercapai, khususnya dalam bidang pendidikan, kita akan meluangkan waktu bersama untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan baik,” kata Linda.

Sebelumnya, orang tua korban FA, SO melaporkan kejadian tersebut ke Polda Rio. Kasusnya masih diselidiki Direktorat Reserse Kriminal Umum.

SO menyebutkan, almarhum dianiaya oleh 10 orang kalangan atas. Berdasarkan pemeriksaan medis, kekerasan di lingkungan pendidikan menyebabkan kerusakan otak pada korban.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *