Wed. Sep 25th, 2024

Pengamat: Jika Yakin Karen Agustiawan Bersalah, KPK Bisa Perintahkan Pertamina Tak Bayar ke Corpus Christi

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Pada 24 Juni 2024, Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara kepada mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan (KPK).

Menurut Direktur Eksekutif Center for Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, jika yakin Karen bersalah, Komisi Pemberantasan harus berani meminta Pertamina membatalkan pembayaran kargo LNG 5,5 di Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL ). .

“Jika KPK merasa ada kerugian negara sebesar $113,84 atau Rp 1,8 triliun, maka kami menyarankan agar KPK berupaya keras memulihkan kerugian negara dengan menyurati Pertamini untuk tidak membayar tagihan tersebut. sekitar 5,5 LNG ke Corpus Cristi,” kata Yusri dalam keterangan tertulis, Minggu (28 Juli 2024).

Kata dia, setiap tahunnya CCL menyuplai 18 kargo LNG ke Pertamina hingga tahun 2039. Menurut Yusri, angka 1 kargo LNG adalah 3,5 juta MMBTU dengan asumsi harga Cheniere LNG, induk perusahaan CCL, sebesar US$ 6 per MMBTU.

Jadi, nilai potongannya adalah 3,5 juta × $6 × 5,5 muatan = $115,5 juta,” ujarnya.

Yusri mencontohkan KPK yang menyuruh Pertamina untuk tidak memindahtangankan barang Woodside ke PT PGN Tbk sekitar September 2022. Yang menjadi saran KPK kepada Pertamina, kata dia, adalah agar BUMN Kuda Laut tidak menyerahkan 6 portofolio LNG Pertamina dari Woodside kepada dia. PT PGN Tbk telah menandatangani perjanjian dengan Gunvor Ltd.

“Jika KPK meyakini Karen bersalah, KPK bisa melakukan hal yang sama terhadap kontrak PGN dan Gunvor. Lebih lanjut, Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu kepada media mengatakan bahwa Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) ) akan mengikuti KKB dan meminta mereka menyampaikan perubahan,” jelas Yusri.

 

Sementara itu, kuasa hukum Augustinus Hutajulu mengatakan, saat pemeriksaan saksi-saksi di persidangan, CCL tidak hadir dan dimintai keterangan. Menurut dia, Corpus tidak pernah terdengar selama persidangan saat didakwa.

“Komisi Pemberantasan Korupsi (CPK) bisa minta ganti rugi ke CCL kalau pengadilan AS juga mengadili CCL. Ini bisa terjadi kalau (CCL) disebut juga korup. Diadili di AS, baru dinyatakan asusila. tidak benar, sejauh yang saya tahu.

Dia pun sepakat seharusnya penyidik ​​bisa meminta keterangan kepada Corpus. Sebab, kata Augustinus, peneliti sudah dua kali ke AS.

“Contohnya pada tahun 2023, penyidik ​​KPK berangkat ke Amerika, bahkan bersama pegawai Pertamina.

Di sisi lain, Augustinus menilai kasus LNG saat ini belum berstatus inkracht van gewijsde.

Artinya, putusan pengadilan tinggi masih bisa diubah, sampai ada putusan kasasi. Kalau gagal, siapa tahu bebas, katanya.

Augustinus yakin CCL tidak akan mampu lagi memberikan triliunan rupiah kepada Indonesia. Pasalnya, yang dinilai hakim sebagai biaya penggantian adalah nilai bisnis bagi Corpus.

“Apakah benar-benar ingin Corpus Christi merugikan diri sendiri? Ini tidak masuk akal bagi saya. Corpus diminta mengembalikan keuntungannya. Ini bisnis. Kecuali Corpus ingin melakukan kegiatan amal,” ujarnya.

 

Menurut Augustinus, jika KPK masih ingin mencari dana pengganti, Corpus bisa memutus kontrak dengan Pertamina. Dampaknya, kata dia, bisa merugikan Pertamina karena sudah memiliki kesepakatan dengan pembeli Corpus LNG setidaknya hingga tahun 2030.

“Korps juga bisa melanggar perjanjian. Kalau mereka melecehkan dan mengejarnya, maka mereka melanggar perjanjian,” kata Augustinus.

Kemudian hukuman 9 tahun penjara terhadap mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan menimbulkan kontroversi di masyarakat. Keputusan tersebut tak hanya mengejutkan Karen dan keluarganya, tapi juga menimbulkan kepanikan di seluruh pimpinan BUMN saat ini.

Menurut CEO CERI Yusri Usman, tindakan pemerintah Karen ini karena kebijakan perusahaan berupa perjanjian jual beli listrik jangka panjang. Karen didakwa dengan Perjanjian Pembelian Polis (SPA) tahun 2013 dan 2014.

“SPA ini, menurut aduan jaksa, menyebabkan Pertamina dirugikan atas penjualan kargo LNG dari Corpus Cristi Liquefaction (CCL) pada tahun 2020 dan 2021 dengan nilai $113,84 juta atau sekitar 1,8 triliun rupiah. Dalam hal ini, pelaksanaan pengiriman LNG tahun 2019 hingga tahun 2039 berdasarkan SPA tahun 2015 yang ditandatangani pada masa Dwi Sucipto menjabat Dirut yang memimpin Pertamina, jelas Yusri.

Penyelesaian kargo CCL LNG itu semua berdasarkan SPA 2015 yang berlangsung pada masa Nicke Widyawati menjabat Dirut Pertamina. Sedangkan isi pasal SPA 2013 dan SPA 2014 di era Karen diubah, dihilangkan. dari laporan baru ditambahkan ke SPA 2015 dan Dwi era Sucipto,” lanjutnya.

 

Menurut Yusri, ada pelanggaran hukum dalam putusan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Selain itu, kata dia, Dwi Sucipto dan Nicke Widyawati tidak pernah terwakili dalam kasus Karen Agustiawan.

Yusri mengatakan kehadiran mereka sangat penting agar mereka dan saksi lainnya bisa menghadapi kasusnya.

“Sehingga struktur proses bisnisnya terungkap dengan jelas dan siapa yang harus bertanggung jawab jika mengaku rugi,” ujarnya.

Yusri menilai tidak ada alasan Dwi Sucipto dan Nicke tidak bisa berangkat. Pasalnya, lanjutnya, yang hadir hanya Wakil Presiden periode 2014-2019 Jusuf Kalla.

“Ini menunjukkan Dwi Sucipto dan Nicke tidak menghormati pengadilan sebagai warga negara. Atau tidak diundang,” ujarnya.

Menurut Yusri, Karen Agustiawan dalam keterangan resminya tertanggal 12 Januari 2024 menyampaikan kepada penyidik ​​KPK bahwa sejak Desember 2023, pembelian CCL LNG telah menguntungkan Pertamina. Nilainya sekira USD 91.617.941 atau setara Rp 1,425 triliun.

Jadi, kata Karen, tidak ada kerugian yang ditudingkan Komisi Pemberantasan (KPK) padanya, malah untung. Oleh karena itu, jika menurutnya Karen salah, Komisi Pemberantasan (KPK) diminta Pertamine berhenti membayar CCL. dan terus memberikan kompensasi kepada pemerintah atas kerugian Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) dan PT LNG Pertamina (Persero),” jelas Yusri.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *