Fri. Sep 27th, 2024

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Usai berhubungan seks, seseorang menjadi wali agung yang harus disucikan. Kemurnian hadis agung menjadi syarat shalat dan banyak jenis shalat lainnya.

Selain itu, agar bersih, Anda harus mencuci dengan bathtub atau shower yang disebut juga mandi besar. Namun banyak orang yang merasa malas atau terpaksa untuk mandi. 

Apakah boleh menunda mandi paksa setelah berhubungan seks? Berdasarkan situs resmi Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), sebenarnya junub tidak perlu langsung mandi. Itu tergantung pada berbagai faktor seperti cuaca dingin, lalu lintas, dll. Hadits tentang wudhu

Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huraira:

Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah. فَانْسَلَّ, فَذَهَبَ فَاغْتَسَلَ. فَتَفَقَّدَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم. Pesan: Pesan: Pesan Pesan: Insya Allah. Dan Tuhan, damai dan berkah besertanya, dia berkata: (telah setuju)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi melihatnya berdiri di salah satu jalan Madinah sambil menghadap ke selatan. Abu Hurairah segera pergi mandi dan Nabi pun datang mencarinya.

Dan ketika Abu Hurairah kembali, Nabi berkata: “Wahai Abu Hurairah, dari mana asalmu?” diminta. Abu Hurairah menjawab: “Ya Rasulullah, engkau menemuiku di selatan, maka aku tidak suka duduk bersamamu, maka aku mandi terlebih dahulu.” Kemudian Nabi bersabda: “Subhanallah, sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis”. (Muttafaqun ‘alaih).

Menurut Ibnu Hajar, hadits ini menunjukkan bahwa Junib dapat menunda mencuci pakaiannya melebihi waktu wajib. “Yang terbaik adalah segera melaksanakannya” (Ahmed bin Ali bin Hagar Asqalani, Fathul Bari [Beirut, Darul Ma’rifah: 1379 H], Juz I, hal. 391).

Namun penundaan pemungutan suara wajib ini ada batasnya, yakni sampai waktu shalat berakhir.

Maksudnya, meski tidak perlu langsung mandi jika menghadap ke selatan, kebersihan harus diutamakan sebelum salat. Hadits di atas mengatakan bahwa orang mukmin tidak najis, namun tetap diminta menjaga kebersihan dan kehigienisan dengan mandi air seperlunya.

Oleh karena itu, boleh saja menunda pelaksanaan pemungutan suara wajib selama tidak mengabaikan kewajiban shalat dan ibadah lainnya.

Ibnu Rajab al-Hanbali menjelaskan:

Allah menghendaki

“Sesungguhnya orang yang junub dapat menuntaskan mandi junub hingga habis waktu shalatnya” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Fathul Bari, ], juz I, hal. 345). Kemampuan untuk menunda mandi paksa

Menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, penyucian junub bisa ditunda hingga waktu shalat berakhir. Misalnya, jika seseorang terbangun di akhir waktu subuh, maka ia harus segera berwudhu dan tidak menundanya lagi. Usai wudhu wajib, segera bersihkan dan salat Subuh agar tidak terlewatkan waktunya.

Barangsiapa menunda waktu bersuci hingga tiba waktu shalat, maka ia berdosa. Sebab, dia bangun tanpa menunaikan shalat subuh tepat pada waktunya.

Nabi berkata:

لَيْسَ التَّفْرِيطُ فِي الْي َقَظَةِ. Ruah Ahmad. benar

“Tidak ada ketidakpedulian terhadap tidur, dan ketidakpedulian ketika orang bangun dari tidur.” (HR Ahmad. Shahih).

Menunda wudhu bagi masyarakat selatan diperbolehkan dalam Islam, namun tetap ada pantangannya. Penundaannya tidak boleh pada waktu shalat. Oleh karena itu, wudhu dan shalat wajib harus segera dilakukan agar tidak terlewatkan waktunya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *