Fri. Sep 27th, 2024

Masuki Rezim Suku Bunga Rendah, Sektor Saham Ini Bisa Dicermati Investor

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta Federal Reserve Fund (FED) memangkas suku bunga acuannya menjadi 4,75-5 persen atau 50 basis poin (bps). Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) juga memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen. 

Menanggapi hal tersebut, Yosua Zisohi, analis ekuitas senior Sinarmas Securitas, menjelaskan salah satu sektor yang diuntungkan dari penurunan suku bunga tersebut adalah sektor telekomunikasi. 

Yosua mengatakan industri jasa memiliki anggaran belanja modal (Capex) yang cukup intensif sehingga memerlukan dana besar untuk memperluas layanannya. 

“Tren ke arah suku bunga rendah akan mengurangi biaya keuangan. Semakin baik downlinenya maka akan semakin mudah untuk berkembang. “Selain itu, persaingan di industri telekomunikasi cukup kuat,” kata Joshua dalam webinar riset Sinarmas Securitas Institute pada Rabu 25/2024. 

Yosua menambahkan, biaya modal emiten Telco kemungkinan akan turun karena lebih mudah memperoleh belanja modal tanpa mengorbankan profitabilitas. 

Dari sisi jumlah pelanggan, emiten Telco diperkirakan akan meningkat pada semester I 2024. Menurut Joshua, persaingan di industri telekomunikasi tetap stabil tanpa adanya perang harga dan perebutan pangsa pasar yang besar.

Perluasan jaringan 5G

Di masa depan, operator akan memperluas ke jaringan 5G atau 5G Plus, kata Yosue. Perpanjangan ini akan dikelola oleh Telkomsel karena jumlah pelanggannya yang banyak. 

Namun setelah merger, Indosat memberikan mereka ruang untuk bergerak dan mempunyai kemampuan melebarkan sayap, yang menempati urutan kedua dalam hal coverage, jelasnya. 

Tidak hanya sektor telekomunikasi, menara juga positif karena operator akan memperluas jaringannya tergantung pada perusahaan menara. Hal ini akan mendorong permintaan menara sewa di saat suku bunga sedang turun.

“Pendapatan perusahaan menara cenderung naik karena biaya modalnya cenderung turun seiring turunnya suku bunga,” tutupnya.  

Dulu, menjelang akhir tahun, pasar saham kerap memasuki window dressing season. Secara umum, window dressing merupakan strategi yang digunakan oleh perusahaan dan manajer investasi untuk menarik investor. Misalnya dengan menghiasi laporan atau hasil keuangan dan portofolio bisnis.

Marta Cristina, kepala informasi investasi di Mirae Asset Securitas, mengatakan masih ada ruang untuk window dressing. Namun, window dressing mungkin terlalu sibuk mengingat kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang signifikan.

“Target IHSG dari Mirae Asset adalah 7915, mungkin mendekati. Jadi kalau dua bulan terakhir (IHSG) tetap tinggi, dekorasinya tidak terlalu besar karena kenaikannya (IHSG) juga cukup besar,” kata Marta kepada wartawan di Gedung Bursa (24/9/2024).

Marta menambahkan, sentimen lain yang perlu diwaspadai adalah peralihan pemerintahan baru pada Oktober-November 2024. Pada saat yang sama, pasar juga mungkin fokus pada pemilu Amerika Serikat (AS) mendatang. Jika terjadi wabah yang signifikan, jendela tersebut dapat diperbaiki. Di sisi lain, ketika pasar relatif fleksibel, window dressing menjadi minimal.

“Jika pasar bergejolak, ada peluang untuk jendela. Jika berjalan normal atau shocknya tidak terlalu lama, kemungkinan besar windows akan menang jika pasar stabil dan IHSG berada pada level high yang stabil. Jangan terlalu besar,” jelas Marta.

Sebelumnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Mirae Asset naik menjadi 7.915, memprakirakan sektor ritel akan berkinerja positif pada triwulan IV 2024.

Kebijakan Bank Indonesia yang memangkas suku bunga sebelum akhir tahun mungkin bisa membuat prediksi tersebut menjadi kenyataan. Penurunan suku bunga diyakini akan memperkuat daya beli masyarakat dan meningkatkan konsumsi rumah tangga.

 

 

Menjelang akhir tahun, beberapa fenomena menarik terjadi. Misalnya, pusat perbelanjaan menawarkan diskon besar-besaran. Sepertinya ada fenomena menarik di pasar saham yang disebut window dressing.

Mengutip berbagai sumber, window dressing merupakan strategi yang digunakan perusahaan dan manajer investasi untuk menarik investor. Misalnya dengan menghiasi laporan atau hasil keuangan dan portofolio bisnis.

Hal ini dimaksudkan untuk meyakinkan investor agar mempertimbangkan perusahaan tersebut sebagai tujuan investasi. Selain itu, mengutip most.co.id, window dressing pada 16/10/2021 dapat diartikan sebagai kondisi pasar yang memungkinkan harga saham kuat di bursa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terciptanya etalase adalah ramalan yang terwujud dengan sendirinya atau ekspektasi dan prediksi masyarakat. Selain emiten, pelaku lainnya adalah manajer investasi.

Manajer investasi memberikan window dressing dengan meningkatkan efisiensi pengelolaan reksa dana. Tampaknya hal ini membuahkan hasil yang positif. Oleh karena itu, hal ini membantu menjaga citranya di mata investor dan negara yang menggunakan layanannya. Window dressing yang paling penting dilakukan pada akhir tahun.

Harga saham biasanya naik pada bulan Januari tahun berikutnya, yang dikenal dengan efek Januari.

 

Saham-saham yang menghadapi fenomena showcase ini sebagian besar tergolong sebagai penggerak inti IHSG atau saham-saham berkapitalisasi besar.

Efek window dressing biasanya ditandai dengan kenaikan beberapa saham sebesar 5-10 persen dalam satu hari perdagangan.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, sebelumnya menilai prospek indeks LQ45 dan saham-saham tercatatnya bagus untuk kuartal IV 2021. Hal tersebut antara lain didukung oleh fenomena window dressing.

“Prospek indeks LQ45 dan saham-sahamnya di kuartal IV bagus karena secara historis sudah banyak yang naik. Apalagi di akhir tahun akan ada aktivitas window shaping,” ujarnya kepada matthewgenovesesongstudies.com.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *