Sat. Sep 28th, 2024

Berdampak Jangka Panjang, Ancaman BPA Nyata! Industri Wajib Patuhi Peraturan BPOM Soal Label Bahaya

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta Sudah sepatutnya masyarakat memperhatikan penggunaan kemasan makanan. Air minum berliter-liter pun tidak boleh membuat Anda terpapar senyawa kimia Bisphenol A (BPA), apalagi jika kemasan makanan digunakan untuk botol, produk anak, dan kaleng. 

Alasan mengapa produk ini harus bebas BPA tentu saja karena produk ini tidak menimbulkan risiko kesehatan yang tidak dapat disangkal terhadap kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, semua pihak, khususnya korporasi, harus mendukung penegakan aturan pelabelan BPA yang saat ini berlaku khusus untuk galon isi ulang yang terbuat dari plastik polikarbonat, sejenis plastik kaku yang biasa disebut dengan galon air minum. 

“Kami yakin perdebatan seputar risiko dan pelabelan BPA tidak perlu berlanjut, karena pemerintah telah mengumumkan kebijakan inovatif untuk mencantumkan label peringatan risiko BPA pada kemasan makanan,” kata pendiri MedicarePro Asia. Lembaga Penelitian Promosi Kesehatan Jakarta Hari Dr Kurtanta, Rabu (5 September) pada seminar bertajuk BPA Free: Perilaku Sehat, Reproduksi Sehat, Keluarga Sehat yang digelar di Jakarta Selatan. 

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga menyetujui aturan pada 5 April 2024 yang mewajibkan produsen air minum yang menggunakan kemasan polikarbonat, sejenis plastik kaku dengan kode daur ulang “7”, untuk menggunakan label peringatan berikut: “Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA ke dalam air kemasan.”  

Ia menjelaskan, BPA, bahan baku pembuatan plastik polikarbonat dan bahan kimia resin epoksi, dapat berpindah (migrasi) dari kemasan ke dalam makanan dan dikonsumsi masyarakat. Selain itu, menurut Dr. DNC, yang penting dari pelabelan ini adalah pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap perlindungan konsumen. 

“Tes toksisitas di beberapa negara menunjukkan bahwa BPA menimbulkan risiko bagi perkembangan dan kesehatan tubuh, dan paparan kumulatif selama bertahun-tahun dapat menyebabkan berbagai penyakit. Oleh karena itu, pelaku usaha, ahli, dan peneliti harus memberikan informasi yang jujur ​​dan transparan. Kita perlu memberikan informasi kepada konsumen tentang risiko BPA,” kata Dr. Dien.

Pada seminar yang sama, Ketua Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Provinsi Bali Dr. Oka Negara menilai peraturan BPOM tentang pelabelan BPA merupakan tonggak sejarah dalam melindungi kesehatan masyarakat.

“Konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas mengenai produk yang dijual di pasaran, terutama yang memiliki izin edar BPOM. Pelabelan membantu konsumen menyadari dan mengetahui risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh paparan BPA,” ujar Dr. Besar.

Paparan BPA, menurut Dr. Ya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormonal dalam tubuh yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi, termasuk risiko pubertas dini dan gangguan menstruasi, terutama pada wanita. 

“Risiko BPA bersifat kumulatif dan tidak terjadi dalam waktu singkat, melainkan terus menerus terpapar/transfer ke dalam tubuh. Jadi, jika kita ingin menuju bangsa yang sehat, kemasan pangan BPA Free adalah suatu keharusan dan prioritas ,” kata Dr.OK.  

Yeni Restiani, Departemen Standardisasi Pangan Olahan BPOM, dalam kesempatan yang sama juga menjelaskan, kebijakan pelabelan BPA saat ini hanya berlaku untuk galon isi ulang bermerek yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat. 

“Mulai 5 April 2024, seluruh air minum dalam kemasan (AMDK) yang beredar di Indonesia harus memenuhi ketentuan Peraturan BPOM Nomor 4, 6 Juni 2024,” ujarnya mengacu pada aturan label pangan olahan.

Yeni juga menegaskan, pemerintah harus mendorong produsen air minum bermerek untuk berkontribusi dalam edukasi konsumen dengan memberikan informasi valid mengenai risiko BPA. 

 

 

(*)

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *