Mon. Sep 30th, 2024

Sri Mulyani Bandingkan Ekonomi Indonesia dengan Malaysia saat Pandemi, Lebih Kuat Mana?

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indravati menunjukkan kuatnya perekonomian Indonesia meski diterpa tantangan berat, salah satunya penyakit COVID-19.

Sri Muliani mengatakan dampak ekonomi yang dihadapi Indonesia selama pandemi Covid-19 lebih kecil dibandingkan negara tetangganya di Asia Tenggara. “Kebijakan respon fiskal pada masa pandemi berhasil mencegah keruntuhan ekonomi hanya sebesar 2,1%, lebih baik dibandingkan negara tetangga kita yang mencapai 9,5% di Filipina, 6,2% di Thailand, dan 5,5% di Malaysia,” jelas Sri Mulyani. Dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-17 yang dipublikasikan pada Senin (20/5/2024).

“Di tengah berbagai tantangan, kita patut bersyukur perekonomian Indonesia tetap terjaga pada 5 tahun sebelum Covid. Indonesia merupakan salah satu dari sedikit negara G20 yang mampu tumbuh lebih cepat dibandingkan total dunia,” ujarnya. Menteri Keuangan.

Bersama China dan India, Sri Muliani mengatakan pertumbuhan ekonomi negara tersebut mencapai 5% sepanjang 2015-2019. Angka ini hanya 3,4% dari rata-rata perekonomian dunia dan meningkat menjadi 4,9% negara anggota G20.

“Kebijakan respon fiskal di masa pandemi berhasil membatasi penurunan ekonomi sebesar 2,1%. Ini lebih baik dibandingkan negara tetangga kita yang sebesar 9,5% di Filipina, 6,2% di Thailand, dan 5,5% di Malaysia,” ujarnya. Indonesia kembali tumbuh dengan baik

Setahun kemudian, Indonesia kembali mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,7% dan DGP riil kembali ke tingkat sebelum pandemi pada tahun 2019. Pemulihan ke tingkat sebelum pandemi jauh lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara ASEAN 5 yang sudah bertahun-tahun tidak dapat kembali. Pada tahap pra-penyakit.

“Dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil, di atas 5% di tengah krisis internasional,” tambah Sri Mulyani.

 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indravati mengatakan Indonesia mencatatkan pendapatan negara jauh di bawah target. Hal ini disebabkan oleh pergerakan harga komoditas di dunia.

Dia menjelaskan, pada 2015-2016, penerimaan negara jauh di bawah target. Hal ini disebabkan oleh naik turunnya harga komoditas; Jika meningkat, mungkin akan menambah pendapatan namun juga membebani APBN saat harga komoditas turun.

“Contohnya perekonomian Indonesia menghadapi kondisi yang sangat sulit pada tahun 2015 dan 2016,” kata Sri Mulyani saat paparan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN Tahun 2025 di Jakarta, Senin (20). /5/2024).

Saat itu, pendapatan negara jauh dari target. Bahkan selisihnya tercatat sebesar Rp 276 triliun pada tahun 2015 dan Rp 267 triliun pada tahun 2016. Situasi ini menunjukkan bahwa kinerja fiskal negara juga tinggi.

Penerimaan negara berada di bawah target sebesar Rp276 juta atau 2,5 persen PDB pada tahun 2015 dan Rp267 juta atau 2,1 persen pada tahun 2016, jelasnya.

 

Sebagai solusi untuk mengatasi tekanan keuangan dan memulihkan stabilitas perekonomian, pemerintah saat itu menerapkan langkah-langkah penghematan. Hal ini berlaku pada tahun 2016 yang mencapai Rp 231 juta atau 1,9 persen terhadap PDB.

“Masa-masa sulit ini memperjelas bahwa kebijakan ekonomi dan kebijakan fiskal utama seringkali dihadapkan pada keadaan di luar kendali pemerintah dan perubahan serta kebijakan perlu dilakukan dengan tetap menjaga keseimbangan,” jelasnya.

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *