Wed. Oct 2nd, 2024

Punya Potensi Besar, Ini Sulitnya Kembangkan Ekonomi Syariah di Indonesia

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Bukan rahasia lagi kalau Indonesia punya potensi besar untuk mengembangkan ekonomi syariah. Ada beberapa alasan yang mendasari hal tersebut, salah satunya adalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. 

Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Robin Indrajad Hattari menjelaskan 87,2 persen penduduk Indonesia beragama Islam. Tidak diragukan lagi, hal ini mempunyai potensi yang besar bagi pengembangan ekonomi syariah.

“Semua ini memberikan landasan yang kuat bagi masyarakat Indonesia untuk menjadikan negaranya sebagai pusat ekonomi syariah global,” kata Rabin dalam acara Ekonomi dan Keuangan Syariah, Jakarta, Selasa (3/9/2024).

Potensi ini dapat dilihat dari pesatnya pertumbuhan kelas menengah, pertumbuhan pasar layanan kesehatan global, serta besarnya kapasitas zakat, anfaq, sadaqah, dan wakaf.

Robin menjelaskan, seluruh faktor tersebut memberikan landasan yang kuat bagi Indonesia untuk menjadi pusat ekonomi syariah global.

Namun, terdapat pula sejumlah tantangan yang harus diatasi, termasuk rendahnya literasi dan inklusivitas keuangan syariah, kurangnya inovasi produk dan layanan syariah, serta terbatasnya sumber daya manusia (SDM) di sektor ini.

Saat ini penetrasi perbankan syariah di Indonesia masih rendah, hanya 6,87%, terendah di antara negara-negara Muslim lainnya.

Berdasarkan Survei Literasi dan Inklusi Keuangan Nasional (SNLIK) tahun 2024, literasi keuangan syariah sebesar 39,11 persen, sedangkan literasi keuangan syariah hanya 12,88 persen.

Artinya, 39 dari 100 orang mengetahui tentang keuangan syariah, namun hanya 12 orang yang aktif menggunakan produk keuangan syariah.

“Ini merupakan kendala yang harus kita atasi bersama-sama,” tambah Robin

 

Permasalahan lainnya adalah kurangnya inovasi produk dan layanan syariah. Persaingan dan inovasi pada industri keuangan syariah masih rendah dibandingkan industri keuangan konvensional. Produk keuangan Islam menunjukkan lebih sedikit inovasi, biaya lebih tinggi, dan lebih sedikit jaringan back office.

Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia di sektor keuangan syariah juga menjadi kendala. Penelitian menunjukkan bahwa 90 persen sumber daya manusia di lembaga syariah tidak memiliki pengetahuan ekonomi atau perbankan syariah, sehingga menghambat perkembangan lembaga keuangan syariah.

Rabin mencontohkan pengalaman BUMN mendirikan Bank Indonesia Suriah (BSI) yang kesulitan mencari tenaga ahli berbakat di sektor keuangan syariah.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah Indonesia merumuskan strategi ekonomi dan keuangan syariah dengan beberapa pilar utama.

Inisiatif strategisnya antara lain meningkatkan literasi keuangan syariah dan menjadi lebih inklusif melalui pendidikan masyarakat, mengembangkan produk dan layanan syariah yang inovatif, dan memanfaatkan teknologi digital.

 

Misalnya, BSI berupaya memanfaatkan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan dunia yang terus berkembang.

“Strategi ini memiliki beberapa pilar utama, antara lain peningkatan literasi dan inklusivitas keuangan syariah. Bagaimana caranya? Kita mengedukasi masyarakat,” jelasnya.

“Kami menciptakan produk dan layanan syariah yang inovatif dan mudah diakses. Kami menggunakan teknologi digital,” pungkas Robin.

Reporter: Beruang 

Sumber: Merdeka.com

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *