Sat. Oct 5th, 2024

Disdikbud Kabupaten Kupang: Ada Peningkatan Angka Literasi pada Siswa Sekolah

matthewgenovesesongstudies.com, Kupang – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Dr. Eliazer Teuf menyatakan akan terjadi peningkatan angka melek huruf di NTT pada tahun 2023 hingga 2024.

Diakui Eliazer Teuf, provinsi NTT khususnya Kabupaten Kupang tergolong rendah dibandingkan provinsi lain di Indonesia.

Namun, dia mengatakan pihaknya bangga dengan kemajuan yang dicapai pemerintah daerah.

“Terkait rendahnya tingkat literasi di Kabupaten Kupang pada tahun 2023, kita bisa mengatakan bahwa kita mengakui kekurangan kita,” kata Eliazer Teuf pada Rabu (26/6/2024).

“Tetapi kita bangga, pada tahun 2024 kita mengalami peningkatan literasi dari 32,89 menjadi 38,24. Ini peningkatan. Ada upaya dan kesadaran, walaupun sumber daya kita minim atau terbatas, kita optimalkan strateginya.”

Eliazer Teuf menjelaskan, strategi pemerintah Kabupaten Kupang adalah dengan mengaktifkan komunitas belajar dan melaksanakan program perkemahan membaca seperti SD Inpres Tarnus 1.

“Selanjutnya yang kami lakukan adalah melakukan finalisasi nota kesepahaman dengan enam mitra Kementerian Riset dan Teknologi RI yang difasilitasi oleh Pusat Penjaminan Mutu Pendidikan NTT pada Maret 2024,” kata Eliazer Teuf.

“Jadi semangat kami untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya literasi, merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Kami terus melakukan upaya, dengan menggunakan program yang didanai oleh dana BOS yang dikaitkan dengan dana literasi.”

“Tentu ini menjadi tantangan kita untuk meningkatkan kualitas literasi, namun di sisi lain kita memiliki wilayah yang cukup luas (9 kali lebih luas dari Pulau Bali).”

Reading Camp merupakan program di SD Inpres 1 Kupang yang bertujuan untuk merangsang minat membaca anak agar mampu unggul dalam literasi.

SD Inpres 1 Kupang merupakan mitra INOVASI (Inovasi untuk Siswa Sekolah Indonesia) yang merupakan program kerjasama antara Pemerintah Australia dan Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT), Kementerian Pendidikan, dari Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Ibadah, serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bapenas).

Menurut Kepala SD Inpres 1 Kupang Nere Setiawan Lede, program Reading Camp dalam pelaksanaannya sangat penting dan memiliki sejumlah manfaat.

“Pertama, penilaiannya sederhana. Tanpa memerlukan pengawasan pengembang, guru dapat menggunakan alat tersebut sesuai kemampuannya,” kata Nere.

“Juga memiliki siklus sederhana yang dapat memantau perkembangan anak. Dan sekolah dapat melaksanakan program ini secara mandiri.”

Pada akhir bulan November 2022, Nere berinisiatif mengadakan Reading Camp ini. Dengan membentuk tim evaluasi guru dan siswa dari tim pengajar saat itu untuk mendapatkan data yang akurat.

“Dari 480 siswa kelas 1-6, hasilnya 31 persen siswa atau 152 orang tidak mahir membaca pada empat tingkat keterampilan. Tingkat satu tidak mengenal huruf, tingkat dua tidak mengenal kosa kata, tingkat tiga tidak mengenal kalimat, dan tingkat empat tidak membaca dengan lancar dan mudah dipahami,” kata Nere.

 

Sementara itu, Dekan FKIP Universitas Nusa Cendana (Unanda), Dr. Melchizedek Taneo mengatakan, akademisi juga bertanggung jawab untuk meningkatkan tingkat literasi.

Menurutnya, ada beberapa cara yang dilakukan universitasnya untuk mendukung tujuan pemerintah dalam meningkatkan literasi.

“Kita di perguruan tinggi, tugas kita adalah melahirkan guru-guru yang potensial. Tentunya calon guru ini bisa beradaptasi dengan kebutuhan dan dinamika yang ada di masyarakat,” kata Melkisedek Taneo.

“Jadi yang kita lakukan adalah membaca dan menyikapi permasalahan literasi terkini. Yang pertama kita lakukan adalah penyempurnaan kurikulum. Karena kurikulum itulah yang menjadi landasan kita untuk bergerak.”

Misalnya Merdeka Belajar oleh pemerintah, Unanda melakukan penyesuaian kurikulum.

“Poin kedua yang kami tekankan, setiap tahun kami turun ke daerah dan kota di NTT untuk mencoba mengumpulkan informasi dari para alumni. Jadi kami ke sana dan berkomunikasi dalam kelompok dan berdiskusi. Kami bicara dari hati ke hati.”

“Kami membawa hasil ini ke kampus dan membentuknya menjadi kurikulum praktis yang menjawab tantangan.”

Kemudian yang ketiga, Melkisedek Taneo menyampaikan bahwa pihak universitas berupaya memperkuat posisi kurikulum.

“Kami di kampus mempunyai 18 program studi, dari program-program tersebut terdapat program studi yang sebagian besar bertanggung jawab terhadap permasalahan literasi.”

Oleh karena itu, kami memperkuat kurikulum agar para guru juga bisa beradaptasi dengan dinamika yang ada.

Melkisedek Taneo mengatakan kami juga mendorong guru untuk mengeksplorasi keterampilannya. Kapan pun ada peluang peningkatan kapasitas guru, kami dorong dan fasilitasi. “Kami berharap dengan ini mereka mampu membantu literasi di NTT.”

 

Di sisi lain, ada pula beberapa penyesuaian yang dihadapi NTT. Daerah ini merupakan provinsi kedua dengan jumlah bahasa daerah terbanyak di Indonesia setelah Papua. Ada 72 bahasa daerah yang terdaftar di NTT. Padahal ada 21+1 kabupaten dan kota.

“Melalui hal ini, bahasa tidak perlu menjadi kendala dan dapat menjadi bahasa pengantar anak untuk belajar bahasa Indonesia,” ujar Dr. Dek Nurah Laba Laksana, Ketua STKIP Citra Bakti Bajawa.

“Hal ini kami lakukan, kami mencoba menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dan efektif. Peningkatannya sangat signifikan di sekolah-sekolah di Kabupaten Nagekeo. Melihat hasil seperti itu, kami ingin dimasukkan ke dalam kurikulum. “

Menurut Dek Nurah Laba Laksana, NTT harus punya keistimewaan. “…itulah cara kami memasukkan bahasa ibu atau multilingualisme dalam pengajaran bahasa Indonesia. Karena bahasa ibu setiap anak berbeda-beda.”

“Itulah mengapa penting untuk memasukkan hal ini ke dalam kurikulum kita. Jadi ada kesinambungan.”

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *