Sat. Oct 5th, 2024

Deretan Kritik Tajam Ekonom Faisal Basri, dari Utang Pemerintah hingga Kenaikan PPN

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Ekonom senior Faisal Basri meninggal dunia. Faisal Basri meninggal dunia pada 5 September 2024 pukul 03.50 WIB di Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Jakarta.

Faisal Basri, pendiri Indef, dinilai sebagai sosok yang intelektual, kritis, gigih, dan berani mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Berikut beberapa kritik terkini ekonom Faisal Basri yang dirangkum matthewgenovesesongstudies.com, Kamis (05/09/2024). 1. Faisal Basri mengkritik kantor keluarga sebagai tempat pencucian uang

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan kepada Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) pembentukan Wealth Management Center (WMC) untuk menarik dana kantor keluarga asing.

Menurut The Wealth Report, Menteri Koordinator Luhut mengatakan populasi orang super kaya di Asia diperkirakan akan meningkat sebesar 38,3 persen antara tahun 2023 dan 2028. Jumlah aset keuangan global yang diinvestasikan di luar negara asalnya juga diperkirakan akan terus bertambah.

Menanggapi hal tersebut, Faisal Basri, ekonom senior di Institute for Development Economics and Finance (INDEF), khawatir bahwa layanan konsultasi pengelolaan kekayaan (WMC) atau kantor keluarga justru akan menjadi sarana pencucian uang. Karena sifat kantor keluarga, tidak ada pajak atas dana orang super kaya.

Ia mengatakan salah satu negara yang sudah memperkenalkan kantor keluarga adalah Singapura. Dia mengatakan Singapura mulai memperketat aturan untuk kantor keluarga karena kekhawatiran akan praktik pencucian uang.

“Ada (potensi pencucian uang). Tapi mudah dikenali. Itulah masalahnya di Singapura. Ada sejumlah kantor bisnis keluarga di Singapura yang terlibat dalam pencucian uang. Itu sebabnya mereka sekarang lebih ketat. Ya, itu adalah pencucian uang. Atau mungkin ada perjudian online dan narkoba. Pelakunya di luar, lalu pakai nama orang, buat keluarga (kantor), begitulah bisa, kata Faisal saat ditemui di Jakarta, Kamis (4/7/2024).

Mempertanyakan kesiapan instrumen hukum Indonesia untuk mengatasi tantangan tersebut. Selain itu, pengusaha super kaya yang mencari kantor keluarga sering kali didorong oleh kenyamanan, termasuk kurangnya pajak.

Menurut dia, hal tersebut bisa diatasi melalui keberadaan Financial Action Task Force (FATF). Indonesia sendiri menjadi bagian dari FATF melalui integrasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Tidak ada lagi yang kebal. Ada yang namanya rezim FATF, Satuan Tugas Aksi Keuangan (Financial Action Task Force). Ya, itu adalah kegiatan lintas batas. “Ini seperti Interpol yang melakukan segala jenis pencucian uang,” kata Faisal.

 

Ekonom senior Faisal Basri dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyarankan untuk menunda kebijakan kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen pada tahun 2025.

“Menurut saya sebaiknya ditunda. Itu yang jadi pertanyaan, defisitnya makin parah. Karena PPN adalah yang paling mudah. PPH masih suka nganggur karena setiap transaksi ada PPN,” kata Faisal Basri saat rapat pasca RDP dengan BAKN DPR RI, Rabu (07/10/2024).

Sekadar informasi, tarif PPN sendiri ditetapkan sebesar 11% oleh pemerintah Indonesia. mulai 1 April 2022 dan akan ditingkatkan secara bertahap menjadi 12%. pada tahun 2025

 

Ekonom Senior Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan soal rencana pembatasan penggunaan BBM bersubsidi Pertalit. Diketahui, pembatasan tersebut akan mulai berlaku pada 17 Agustus 2024.

Menurut Faisal, munculnya rencana tersebut menunjukkan pemerintah sudah tidak mampu lagi menahan subsidi BBM sehingga subsidi BBM bisa saja ditingkatkan.

Faisal menjelaskan, saat pernyataan ini dibuat, harga minyak dunia masih berada di kisaran $80 per barel, artinya pemerintah masih mampu menahan subsidi bahan bakar. Namun, jika harga minyak dunia naik sebesar $90 per barel, kemungkinan besar pemerintah tidak dapat lagi menahan subsidi, sehingga jalan pintasnya adalah menaikkan harga bahan bakar bersubsidi.

“Misalnya harga minyak mentah saat ini masih berkisar $80. Kalau naik lagi ke $90, berarti subsidinya terus naik, kan? Pemerintah tidak mampu lagi membiayainya. Artinya, sinyalnya kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan harga BBM bersubsidi sebelumnya yaitu pertalite dan energi surya,” kata Faisal Basri saat rapat pasca RDP dengan BAKN DPR RI, Rabu (07/10/2021). 2024). .

Menurutnya, fenomena antrian di SPBU sebelum konsumsi BBM meningkat merupakan fenomena yang marak terjadi. Sebab, pemerintah tidak bisa memberikan kompensasi kepada Pertamina.

“Itu normal. Ada antrian panjang untuk mendaki. Sudah tidak kuat lagi dan terjadi penggelembungan dana kompensasi. Saya harus melakukannya. Pertama-tama, saya minta maaf, saya tidak membayar dana kompensasi. Dulu dana kompensasi hanya dicairkan 2 tahun, sampai hampir satu sen pun hampir tidak tercairkan lagi,” ujarnya.

Di sisi lain, Faisal juga mengaku tidak setuju dengan rencana pemerintah merilis bahan bakar baru pada 17 Agustus 2024. Hal ini disinyalir akan menimbulkan permasalahan baru.

“Selesaikan masalah dengan membuat lebih banyak.” Sama seperti sebelum Premium mati, muncul pertalite, pertalite (mau dibunuh), muncul berbagai jenis (BBM baru), entahlah,” kata Faisal usai diskusi INDEF tentang hal tersebut. tinjauan rencana kebijakan BMAD bidang keramik pada Selasa di Jakarta (16 Juli 2024).

Jika pemerintah tetap ingin meluncurkan produk bahan bakar baru yang diharapkan memiliki kandungan sulfur rendah, Faisal mengatakan bisa saja solar. Meski begitu, dia masih heran kenapa ide itu baru terpikir olehnya sekarang.

 

Dalam podcast Indef bertajuk “Warisan Utang Menanti Pemerintahan Baru” yang diunggah di YouTube Indef delapan hari lalu, Faisal Basri mengaku sangat khawatir generasi muda Indonesia akan merasakan beban utang di masa depan.

“Saya prihatin dan itulah mengapa kita harus terus bersuara. Saya merasa kasihan pada generasi muda. Generasi kita yang ambil pinjaman, tapi generasi muda yang harus bayar karena jangka waktu pelunasan utangnya 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun,” kata Faisal Basri dalam podcast yang dikutip Kamis (05/09/2024).

Apalagi tahun 2025 merupakan tanggal jatuh tempo utang Indonesia tertinggi yang diperkirakan mencapai Rp 800 triliun. Hal ini jelas menjadi tugas berat bagi pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto.

Karena tahun depan maksimal jatuh temponya sekitar Rp 800 triliun, ujarnya.

 

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri menilai pengurangan iuran dana taper tidak tepat mengingat daya beli masyarakat yang menurun. Padahal, kepemilikan rumah dengan gaji 2,5 persen dari gaji bulanan masih terlalu lama.

“Nah, kalau 2,5 persen, kira-kira kapan? Berapa dekade yang dibutuhkan dia untuk memiliki rumah? Karena harga Tapera mahal (naik tipis) dan harga tanah tinggi (naik tinggi), kapan dia punya rumah?” tanya Faisal. Kami bertemu di Jakarta, dikutip Jumat (5/7/2024).

Menurut dia, iuran Tapera tidak boleh bergantung pada pemotongan gaji pegawai. Namun ada tambahan lain yang ditawarkan perusahaan. Dengan asumsi total iuran sebesar 3 persen, maka pengurangan untuk semua orang, baik pelaku usaha maupun karyawan, bisa sebesar 1,5 persen.

Faisal yakin hal itu bisa dicapai dengan memindahkan pajak badan (PPh) tertentu dari 25% menjadi 22%. Dengan begitu, sejumlah kecil dana bisa digunakan untuk menambah donasi ke Tapera.

“Nah, Tapera tidak boleh dibiarkan sendiri, sebaliknya Tapera harus mengurangi beban kerja dan meningkatkan kontribusi perusahaan,” ujarnya.

“Dulu perusahaan bisa menurunkan tarif pajak perusahaan sebesar 25%. sampai 22 persen Sekarang mereka memberi 1,5 persen. (Taper deduction), jadi pemotongan pegawai paling tinggi 1,5 persen,” jelasnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *