Sun. Oct 6th, 2024

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Transformasi sistem pangan nasional harus dilakukan melalui banyak upaya, termasuk menjawab tantangan konsumsi pangan yang ramah lingkungan. Peneliti Center for Transdisciplinary Science and Sustainability, Institut Pertanian Bogor (CTSS IPB), Annisa Utami dalam seminar tersebut mengatakan bahwa pangan berkelanjutan dapat tercipta melalui upaya bersama.

“Dari sisi konsumen,” ujarnya dalam jumpa pers Future Foods Forum (FFF) di Salemba, Jakarta Pusat, Selasa, 27 Agustus 2024. “Pertanyaan yang muncul adalah: ‘Apakah konsumen mengetahui dan mempunyai kebutuhan pangan? ? Itu tidak hanya berkelanjutan, tapi juga sehat?’

Hal itu, menurut Annis, bisa dijawab dengan membuka lebih banyak saluran komunikasi. Pengetahuan tentang pangan yang dapat diterima secara ekologis harus menyampaikan pengetahuan baru. “Mungkin ada konsumen yang sadar, tapi mungkin juga ada yang merasa tidak terlibat dalam praktik (pangan berkelanjutan),” lanjutnya.

Oleh karena itu, intervensi harus dilakukan oleh banyak pihak, termasuk pemerintah, melalui kebijakan strategis. Sayangnya, kata Anisa, kebijakan pangan saat ini hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dan tidak mengarahkan konsumsi pangan yang baik.

“Saya menyadari bahwa produk komunikasi, saluran komunikasi tentang pangan, tentang pangan, masih lebih banyak berada di tangan pelaku industri, dan sebenarnya (bidang) untuk saling belajar. Banyak yang menyukainya,” jelasnya.

Kami berharap kerja sama antar pihak terkait dapat mengubah proses di masyarakat mengenai konsumsi pangan ramah lingkungan. “Makan itu bukan sekedar respon emosi, tapi juga makanan yang baik (dalam hal ini diproduksi secara berkelanjutan), sehat dan bergizi,” ujarnya.

Setelahnya, Direktur Eksekutif CIPS dan Sekretariat FFF Anton Rizki menyoroti beberapa hal yang mungkin menarik. “Pertama,” katanya. “Ada kebutuhan untuk mendukung investasi pada teknologi pertanian yang mempengaruhi produktivitas.”

Kemudian, pemberian bantuan langsung dapat memberikan peluang bagi petani untuk mengembangkan diri. “Kami juga mendorong persaingan yang sehat antara sektor swasta dan pemerintah untuk meningkatkan daya saing dan mengurangi distorsi pasar.”

Ia mencontohkan, pemerintah saat ini menaruh perhatian besar pada pengadaan beras, dan tidak merekomendasikan perubahan pola makan lain yang “lebih baik dan dibutuhkan oleh masyarakat”. Transformasi pangan, menurutnya, harus lebih komprehensif untuk memenuhi kondisi saat ini.

Ibu Nurdiana Darus, Head of Enterprise and Sustainability Unilever Indonesia, mengatakan kondisi tersebut mencakup ketersediaan lahan dan perubahan cuaca. Sebagai upaya mereduksi dan beradaptasi dengan keadaan, pihaknya melakukan rehabilitasi pertanian.

Dijelaskannya, praktik ini fokus pada rehabilitasi lahan. Ia berkata: “Ini merupakan penekanan tambahan pada pertanian berkelanjutan.

Menurutnya, pertanian regeneratif bisa meningkatkan produksi berkelanjutan, mengingat kandungan pertaniannya bisa bertahan lama. Dengan demikian, kami berharap praktik ini pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

“Melalui prinsip pertanian regeneratif, kita bisa fokus pada pengurangan emisi karbon, karena karbon masih terperangkap di dalam tanah,” lanjut Nurdiana. “Pada tahun 2030, Unilever menargetkan satu juta hektar pertanian regeneratif di seluruh dunia.”

Sebelumnya, perusahaan mengaku mengedepankan pertanian berkelanjutan untuk menyediakan bahan baku, serta menjaga kualitas lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan petani kecil. “Salah satunya melalui program pangan berkelanjutan Bango,” ujarnya.

Dalam praktiknya, mereka melaporkan program yang mendukung ribuan petani kedelai hitam di Jawa Timur untuk beralih ke sistem pertanian regeneratif. Namun tahun ini, perusahaan mengadakan paket pelatihan bagi petani dengan membangun sekolah bagi petani.

Pihaknya juga membuat 18 rencana percobaan dengan prinsip pembaharuan pertanian. Hal ini mendorong produksi kedelai hitam, perbaikan kesuburan tanah jangka panjang, pengurangan intensitas karbon, peningkatan keanekaragaman hayati lahan pertanian.

Guna menggalang kekuatan kerja sama antar sektor guna mempercepat transformasi sistem pangan melalui pertanian regeneratif, FFF telah menjalin jaringan kemitraan. Ini juga merupakan wadah untuk berdiskusi dan menyelesaikan berbagai permasalahan pangan di Indonesia.

Annisa berharap: “Kami berharap melalui Food Forum kita bisa mendapatkan lebih banyak praktik yang baik untuk rekomendasi kebijakan pemerintah di masa depan.”

Pak Nurdiana menegaskan, transformasi tidak bisa terwujud tanpa dukungan berbagai pihak. “Oleh karena itu, kami berharap kedepannya Food Forum dapat menghubungkan dialog antar pihak, dan dialog antara perusahaan swasta dan akademisi, serta lembaga swadaya masyarakat.”

“Kalau kita tidak mau membuka komunikasi multilateral, kita tidak bisa saling belajar, karena saya yakin banyak proyek, tapi kita mungkin tidak akan pernah dengar, kita mungkin bisa saling membantu,” lanjutnya. . .

Pada saat yang sama, Pak Anton menekankan pentingnya menjamin kesejahteraan petani dalam segala upaya mewujudkan ketahanan pangan di seluruh tanah air. “Kalau tidak maju, siapa yang mau jadi petani?”

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *