Sun. Oct 6th, 2024

Inkubator Literasi, Cara Edi Wiyono Temukan Bakat Penulis-Penulis Hebat di Daerah

matthewgenovesesongstudies.com, JAKARTA – Eddy Wiono, pustakawan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (40 tahun), menorehkan prestasi di dunia literasi nasional dengan inovasi-inovasi kekiniannya. Lahir di Wonogiri, Jawa Tengah dan kini tinggal di Jakarta, Eddie telah mendedikasikan hidupnya untuk literasi di Indonesia.

Lulusan Sebelas Merritt University dengan gelar di bidang ilmu perpustakaan dan informasi, kini Edi menjadi finalis National Librarian of Distinction 2024, sebuah penghargaan yang mengapresiasi dedikasi dan inovasi pustakawan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam wawancara eksklusif, Edi Wiyono menyampaikan pendapatnya mengenai tantangan dan solusi meningkatkan minat membaca di Indonesia.

“Saat ini kita mempunyai program yang sangat kuat yaitu bagaimana memastikan anak-anak mempunyai persediaan bahan perpustakaan yang sama di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Program “Gerakan 10 Juta Buku” yang dicanangkan Perpustakaan Nasional merupakan langkah nyata untuk menjamin anak-anak mempunyai akses terhadap bacaan yang berkualitas.

Bagi Edi, buku anak merupakan hal yang sangat mendasar saat ini, apalagi di tengah disrupsi informasi dan perkembangan teknologi. Edi menyadari sepenuhnya bahwa pertumbuhan dunia digital tidak bisa dihindari atau dilawan, namun dunia digital bisa menjadi ‘teman’ agar anak-anak tidak dikuasai oleh teknologi.

Diakui Edi, teknologi digital semakin memudahkan akses informasi, namun juga membawa tantangan tersendiri. “Kita harus mempunyai sikap agar anak-anak tidak dikuasai oleh teknologi. Padahal, teknologi, termasuk kecerdasan buatan, harusnya bisa menjadi alat untuk mempermudah bahan bacaan bagi anak-anak,” jelasnya.

ADA menekankan pentingnya mendukung penggunaan teknologi agar anak-anak dapat memperoleh manfaat positif dari kemajuan tersebut.

Pada ajang Pustakawan Berprestasi Nasional tahun 2024, ED meluncurkan inovasi “Inkubator Literasi Perpustakaan Nasional”. Program ini dirancang untuk mendukung penulis dari berbagai daerah agar karyanya dipublikasikan dan disebarluaskan.

Pengalaman Edi bertemu dengan penulis-penulis di berbagai daerah, kesulitan yang mereka hadapi adalah bagaimana menerbitkan karya, gagasannya dalam sebuah buku. Inovasi yang diciptakan AD ini menjadi semacam ‘one stop solution’ terhadap permasalahan yang penulis hadapi saat ini.

“Inkubator Literasi merupakan one stop solution dalam penyiapan, kurasi, dan penerbitan naskah. Program ini juga memberikan kesempatan bagi penulis untuk mendiskusikan idenya dalam bedah buku dan acara literasi lainnya,” kata Eddy.

Inisiatif ini dimulai pada tahun 2020 dan telah berhasil menerbitkan 44 buku karya lebih dari 650 penulis dari 60 kabupaten/kota, 13 provinsi dan 3 tingkat nasional. “Kami juga membentuk Forum Inkubator Literasi, sebagai bagian dari strategi keberlanjutan program ini, untuk berbagi ide dan pengetahuan”, tambah Edi.

“Saya berharap inovasi ini akan bersifat permanen dan memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia, sastrawan, dan dunia literasi. Menulis adalah inti dari literasi, setelah membaca, pembaca mempunyai tanggung jawab yang besar untuk menulis ulang apa yang dibacanya dengan ide-ide baru, dan itu inti dari literasi,” ujarnya.

Eddy mengatakan, pihaknya juga membuat peta jalan inkubator literasi 2020-2025 dan menjadikan inovasi sebagai kegiatan rutin, meski sudah tidak ada lagi di Perpusnas. Di daerah ini, Eddy banyak menemukan bakat-bakat menulis yang hebat di kalangan mahasiswa, meski menurutnya bakat-bakat tersebut masih perlu banyak kurasi agar tulisan dan karya mahasiswa bisa dipublikasikan dan dibaca oleh banyak orang.

 

Sedangkan bagi Pers Perpusnas, kata Eddy, inovasi ini tidak dimaksudkan untuk menyaingi atau mengungguli publikasi-publikasi pendahulunya. Pers Perpustakaan Nasional hadir untuk memperkuat kegiatan membaca dan literasi.

“Kami tidak menjual buku, kami tidak membayar royalti, lebih tepatnya kami adalah langkah awal bagi penulis pemula. Ketika mereka sudah membangun portofolio yang baik, tentunya ketika mereka ingin mendapatkan dampak finansial dari penjualan buku, mereka akan melakukannya. akan.lalu pergi ke penerbit yang mau membayar,” katanya.

Edi meyakini literasi tidak hanya sekedar membaca, tapi juga menciptakan karya yang bermanfaat bagi masyarakat.

“Bagaimana setelah membaca? Tanggung jawab besar pembaca adalah menulis ulang apa yang dibacanya dengan ide-ide baru, yang tentunya akan menambah pengetahuan kita dengan menerbitkan buku-buku baru,” ujarnya.

Dengan dedikasi dan inovasinya, Edi Wiyono telah membuktikan bahwa pustakawan berperan penting dalam membangun budaya literasi yang kuat di Indonesia. Keikutsertaan Pustakawan Berprestasi Nasional tahun 2024 merupakan bukti nyata kontribusinya yang sangat berharga bagi kemajuan literasi tanah air.

Atas inovasinya, Eddie berhasil meraih juara pertama National Librarian of Distinction 2024, mengalahkan 15 finalis lainnya dari berbagai daerah.

“Saya bangga, semoga inovasi saya ini bisa berkelanjutan dan berdampak, tidak hanya bagi kami di Perpusnas, tapi juga bagi para pemangku kepentingan, masyarakat, para penulis, semakin giat, semakin giat, semakin produktif, ujarnya.

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *