Sat. Sep 21st, 2024

Syailendra Capital: Dampak Konflik Iran-Israel Hanya Sementara ke IHSG

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Meningkatnya ketegangan konflik Iran dan Israel tampaknya tidak berdampak pada pasar saham, pinjaman, dan harga minyak.

Dalam kajian Shailendra Capital yang ditulis Senin (22/4/2024), ketegangan antara Israel dan Iran berpotensi meningkat secara signifikan. Israel sebelumnya belum pernah menyerang Iran pada Perang Teluk tahun 1991.

Shailendra Capital mencermati data sejarah yang menunjukkan bahwa perang di Timur Tengah tidak pernah berlangsung lebih dari setahun. Masalah di pasar saham dan kenaikan harga minyak hanya bersifat sementara,” tambah laporan itu.

Shailendra menjelaskan, lamanya perang tidak berpengaruh terhadap besaran perbaikan properti. Misalnya saja saat terjadi Teluk Persia selama 6,9 bulan, koreksi IHSG mencapai 38,5 persen.

Sebaliknya, saat perang Irak berlangsung 8,84 bulan, IHSG hanya melemah -0,2 persen. Shailendra mengatakan, IHSG melemah selama tiga hari saat perang Irak dan 25 hari saat konflik Israel dan Hamas.

Hal ini menunjukkan bahwa penyesuaian IHSG bersifat sementara dan tidak mempengaruhi durasi perang, seperti dikutip riset Shailendra Capital.

Selain itu, koreksi Indeks S&P 500 terjadi saat perang dan lebih dalam dibandingkan IHSG saat perang Iran dan Israel-Palestina.

Seperti IHSG, Indeks S&P 500 untuk sementara melemah selama 11 hari saat Perang Irak dan 22 hari saat eskalasi konflik Israel-Hamas.

“Data historis ini menunjukkan bahwa tekanan perang di pasar saham bersifat sementara,” kata studi tersebut.

Shailendra mengatakan, dampak serangan Israel terhadap Iran pada Jumat 19 April 2024 hingga Sabtu 13 April 2024 sangat terbatas.

Di sisi lain, IHSG melemah 2,74 persen pada 16-19 April 2024 dan arus keluar investor asing mencapai Rp 7,9 triliun. Selain itu, imbal hasil utang 10 tahun naik menjadi 7,04 persen dari 6,65 persen dan dana investasi Dana Negara (SBN) mencapai 9,8 triliun naira. Shailendra memperkirakan pelemahan IHSG disebabkan melemahnya dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupee di level 16.200.

“Perekonomian AS menyebabkan penguatan dolar AS lebih kuat dari perkiraan,” kata Shailendra.

Ketika ketegangan konflik antara Israel dan Iran meningkat, hal ini menyebabkan kenaikan harga minyak dunia. Minyak mentah Brent naik menjadi US$87 per barel dan West Texas Intermediate (WTI) menguat menjadi US$83 per barel.

Namun, level tersebut masih di bawah level minyak saat konflik Rusia dan Ukraina yang berkisar 120 dolar per barel.

Selain itu, Shailendra Capital menilai stok minyak sangat sensitif dan cenderung menguat saat terjadi perang.

Shailendra mencontohkan peningkatan terbesar terjadi pada Perang Teluk Persia yang meningkat sebesar 82,9 persen dalam waktu singkat hanya 24 bulan.

Shailendra disebut-sebut mengatakan jika harga minyak naik maka tekanan di pasar saham akan meningkat.

Selain itu, Shailendra Capital melihat sedikit kenaikan pada harga minyak Brent, yang naik sebesar 87 dolar AS per barel (0,26 persen MoM) dan West Texas Intermediate (WTI) sebesar 82 dolar per barel, atau tambahan 1,19 persen MoM, pada konflik antara Iran dan Israel. Berdasarkan informasi tersebut, tekanan terhadap IHSG diperkirakan akan terbatas.

Lantas apa pengaruh geopolitik terhadap pemerintahan federal Amerika Serikat (AS)?

Shailendra Capital menemukan bahwa ketika perang pecah, likuiditas pemerintah meningkat sehingga memberikan tekanan pada pasar obligasi.

Namun, tekanan terhadap aset obligasi hanya bersifat sementara. Tekanan selama konflik Israel-Palestina berkurang, kata laporan Shailendra Capital.

Selama konflik antara Israel dan Iran, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun naik dari 4,5 persen pada Sabtu, 13 April 2024 menjadi 4,6 persen pada Jumat, 19 April 2024, ungkap penelitian Sylendra Capital.

Sebelumnya, imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun telah meningkat dari 4,2 persen sejak awal April setelah rilis berbagai data ekonomi AS yang mengalahkan ekspektasi. Lalu bagaimana dengan indeks dolar AS?

Shailendra mengatakan penyebaran risiko perang terlalu kecil bagi pergerakan dolar AS. Sejak awal tahun 2024, dolar AS sudah menguat 4,6 persen. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kinerja perekonomian AS lebih baik dari perkiraan investor (lapangan kerja, konsumerisme, dll.).

Kedua, perkiraan pertumbuhan ekonomi AS pada tahun 2024 membaik dari 2,1 persen menjadi 2,7 persen. Ketiga, Amerika Serikat atau Bank Sentral berjanji menurunkan suku bunga mulai tahun 2024. Pemotongan hanya dua kali pada tahun 2024, dibandingkan tujuh perkiraan sebelumnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *