Wed. Oct 9th, 2024

Utang 47 Negara Berkembang Mengkhawatirkan, Ada Risiko Gagal Bayar

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Negara-negara berkembang mempunyai kemampuan membayar utang luar negeri sebesar USD 400 miliar atau Rp 6,4 kuadriliun pada tahun 2024. Diperkirakan hampir 40 negara tidak akan mampu mengeluarkan uang yang mereka butuhkan untuk perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan. , secara implisit tanpa risiko dalam 5 tahun ke depan.

Hal ini terungkap dalam laporan yang dipimpin oleh Universitas Boston menjelang Pertemuan Musim Semi IMF/Bank Dunia.

Merujuk Channel News Asia, Senin (15/4/2024), laporan DRGR (Debt Relief for Green and Inclusive Recovery Project) mengindikasikan 47 negara berkembang akan mencapai tingkat gagal bayar utang luar negeri.

“Mengingat kondisi utang saat ini, jika Anda mencoba mendapatkan pembiayaan ini, Anda akan terlilit utang yang sangat besar,” kata Kevin Gallagher, direktur Pusat Kebijakan Pembangunan Internasional Universitas Boston.

Sebanyak 19 negara berkembang lainnya juga tidak memiliki kapasitas keuangan untuk memenuhi target belanja tanpa bantuan, meskipun negara-negara tersebut masih jauh dari ambang batas default.

Oleh karena itu, laporan Universitas Boston menyerukan perbaikan tata kelola keuangan global, keringanan utang bagi negara-negara rentan dan peningkatan akses terhadap pembiayaan dan kredit yang terjangkau.

Untuk mencapai hal ini, kita perlu meningkatkan lebih banyak modal dan menurunkan biaya modal bagi suatu negara, jelas Gallagher.

Proyek DRGR merupakan kolaborasi antara Pusat Kebijakan Pembangunan Internasional Universitas Boston, Henrik-Boll-Stiftung, Pusat Keuangan Berkelanjutan, SOAS dan Universitas London.

 

Laporan tersebut menekan IMF untuk mengubah cara mereka menghitung keberlanjutan utang.

Laporan tersebut memperingatkan bahwa jika IMF menganggap tingkat utang terlalu tinggi, hal ini dapat membebani negara dengan pembayaran yang tidak proporsional dan mendorong negara tersebut kembali ke dalam kebangkrutan.

DRGR mengatakan IMF, yang telah melakukan analisis analitis selama bertahun-tahun, harus mencakup kebutuhan belanja iklim serta perlindungan terhadap bencana iklim, krisis iklim, krisis ekonomi hingga pandemi.

“Kecuali komunitas internasional mengambil tindakan cepat dan konsisten untuk memberikan keringanan utang secara penuh ketika diperlukan, bersama dengan bantuan keuangan baru, bantuan dan pembiayaan pembangunan lunak, maka risiko tidak adanya tindakan akan sangat besar,” kata laporan tersebut.

Bank Indonesia (BI) melaporkan nilai utang luar negeri (ULN) Indonesia mengalami penurunan pada Januari 2024. Pada Januari 2024, posisi ULN Indonesia tercatat sebesar USD 405,7 miliar dibandingkan Desember 2023 sebesar USD 408,1 miliar.

Secara tahunan, posisi ULN Indonesia meningkat sebesar 0,04% (y/y), dibandingkan kenaikan bulan lalu sebesar 2,9% (y/y). Penurunan ini juga turut dipengaruhi oleh berkurangnya utang luar negeri pemerintah dan swasta.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Erwin Hariono menjelaskan penurunan utang luar negeri pemerintah. Pada Januari 2024, pinjaman luar negeri pemerintah tercatat sebesar $194,4 miliar, turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar $196,6 miliar.

“Secara tahunan, ULN pemerintah meningkat sebesar 0,1% (y/y) lebih lambat dibandingkan 5,4% pada bulan sebelumnya (yoy),” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (15/3/2024). 

Erwin melanjutkan, penurunan posisi ULN pemerintah antara lain masih berdampak pada pembayaran seri obligasi pemerintah (SBN) yang akan jatuh tempo. Pemerintah berkomitmen menjaga integritas dengan memenuhi kewajiban pembayaran utang, mengelola utang luar negeri secara hati-hati, efisien, dan akuntabel.

Dalam konteks masih tingginya tingkat ketidakpastian di pasar keuangan internasional, pemerintah terus fokus pada penggunaan pinjaman luar negeri untuk mendukung belanja program prioritasnya dan upayanya untuk melindungi masyarakat.

Pembiayaan ini meliputi sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (21,1% dari total utang luar negeri pemerintah), administrasi publik, pertahanan dan asuransi sosial wajib (18,0%), jasa pendidikan (16,9%), konstruksi (13,7%). ), dan jasa keuangan dan asuransi (9,7%).

“Kondisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali, hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dan porsinya mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah,” ujarnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *