Thu. Sep 19th, 2024

Minim Sosialisasi Wajib Halal untuk PKL Makanan dan Minuman yang Dendanya Capai Rp2 Miliar

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Pada 2 Februari 2021, pemerintah menerbitkan PP Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penerapan Jaminan Produk Halal. Berdasarkan aturan tersebut, produk makanan dan minuman yang dijual oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) harus tersertifikasi oleh Badan Pengatur Perlindungan Produk Halal (BJPH) paling lambat tanggal 17 Oktober 2024. ) memiliki dokumen yang sah. . .

Berdasarkan peraturan tersebut, kecuali makanan dan minuman jadi, semua bahan seperti bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong harus halal. Kewajiban ini berlaku terhadap produk penyembelihan dan jasa penyembelihan.

Pelaku usaha yang tidak terlambat mendaftarkan produknya akan diperingatkan atau dilarang mengedarkan produknya. Sesuai Pasal 149 PP Nomor 39 Tahun 2021, denda administratif yang dapat dikenakan kepada pelaku usaha paling banyak adalah Rp2 miliar.

Tim gaya hidup matthewgenovesesongstudies.com mewawancarai beberapa PKL di lapangan menjelang tenggat waktu yang semakin dekat. “Saya belum dengar apa-apa soal aturan ini,” kata Imam (43), pedagang nasi goreng di kawasan Kukusan, Dipok, pada Minggu, 17 Maret 2024. Ia mengaku belum pernah melihat informasi tersebut tersebar. Internet.

Hal serupa juga diungkapkan Rafi (20), seorang penjual daging ayam yang berdiri di depan Stasiun Tebet, Jakarta Selatan. Ia mengaku baru mengetahui aturan tersebut saat mengunjungi tempat penjualan pada Senin, 18 Maret 2024.

Situasi di lapangan ini menyulitkan penerapan kebijakan terhadap pedagang kecil. Bagaimana solusi BPJPH jika sebagian besar UMKM Indonesia masih belum halal per 18 Oktober 2024?

Siti Aminah, Kepala Pusat Pendaftaran dan Sertifikasi Halal BPPHP, mengatakan lembaganya akan memperkuat sosialisasi wajib halal pada Oktober 2024 (WHO 2024) dalam pertemuan di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024. BPJPH akan membantu pedagang kecil dengan layanan pendaftaran langsung yang belum mendapatkan jumlah izin usaha yang diperlukan sebagai syarat pendaftaran sertifikasi Halal.

Hal lain ditemukan di lapangan, Imam dan Rafi menyatakan belum ada informasi mengenai gerakan sosial ini. Mereka juga mengakui bahwa tidak ada otoritas terkait yang mengunjungi tempat penjualan untuk memenuhi peraturan sosial ini atau untuk mencabut izin perdagangan.

Ulama yang mengaku sudah berpuluh-puluh tahun berjualan nasi goreng di daerah itu menjawab: “Belum ada yang menyajikan nasi goreng di sini.”

Rafi juga mengatakan hal yang sama. Meski sudah tiga bulan berjualan di sana, pedagang lain belum lolos sosialisasi aturan PKL dan sertifikat halal.

Di sisi lain, para pedagang kaki lima khawatir proses pengurusan izin usaha dan sertifikasi halal akan memperumit masalah. Rafi berkata: “Kami (pedagang kecil) tidak selalu punya waktu untuk mengurus dokumen-dokumen ini. Kami harus berbisnis setiap hari dan tidak punya waktu untuk mengurus izin seperti itu.”

Namun mereka juga tidak menerima aturan ini. Keduanya merasa bahwa sertifikasi halal wajib merupakan ide yang baik untuk menjamin kualitas dan kehalalan produk makanan dan minuman. Ia setuju akan mengurus pemeliharaan tersebut sampai mendapat jaminan tidak akan terjadi kerancuan dengan surat-surat tersebut. Sementara Rafi sedang memikirkan biaya untuk mendapatkan sertifikat halal.

“Kalau lebih mahal susah, kalau gratis mungkin mau,” jawabnya. Keduanya bungkam soal proses pendaftaran sertifikat yang bisa dilakukan secara online, dan kuota gratis yang ditawarkan BJPPH.

Melansir saluran Bisnis matthewgenovesesongstudies.com, Ketua Umum Asosiasi Industri Usaha Kecil, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setiorini menentang kebijakan pemerintah yang mewajibkan perizinan halal bagi pedagang makanan dan minuman mulai 18 Oktober 2024. , ternyata. Hermawati menilai pemerintah sangat cepat menerapkan undang-undang terhadap PKL ini.

Karena sosialisasi yang dilakukan tidak merata, ia menilai keputusan tersebut tidak dipertimbangkan secara matang. Hermawati kepada wartawan Merdeka.com di Jakarta, Jumat, 2 Februari 2024, “Usaha kecil, mikro, PKL pasti kaget kalau pemerintah mau sertifikat halal tapi tidak ada sosialisasi.”

Selain itu, PKL dan UKM harus membayar Rp 230.000 untuk mendapatkan sertifikat tersebut. Hermawati menyarankan agar pemerintah menyiapkan sertifikat halal bagi pedagang kaki lima dan usaha kecil secara gratis. “Upaya ini dapat menjadi inisiatif pemerintah untuk meningkatkan keakuratan informasi jumlah UKM di Indonesia,” tutupnya.

Namun Majelis Ulama Indonesia (MI) mencatat seluruh pemangku kepentingan harus bersedia memenuhi kewajiban halal dan bekerja sama. Selain itu, aturan ini tidak dimaksudkan untuk menjadi beban, melainkan untuk memajukan produk halal di Indonesia menjadi yang terdepan.

Diharapkan regulasi produk halal JPH di Indonesia bisa maju. Berbagai pihak, termasuk LPH LPPOM MUI, harus bersiap paling lambat Oktober 2024. Demikian disampaikan Sekjen MUI Amirsyah Tambunan dalam keterangan yang diterima matthewgenovesesongstudies.com beberapa waktu lalu. dikatakan.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *