Fri. Sep 20th, 2024

Buka Warung Makan di Siang Hari Selama Ramadhan, Bagaimana Hukumnya?

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Beberapa warung makan atau pemilik restoran buka pada siang hari dan menjual makanan selama Ramadhan. Biasanya warung atau tempat makan ditutup dengan tirai untuk menghormati orang yang sedang berpuasa.

Timbul pertanyaan, apa hukumnya pemilik warung membuka warung makan pada siang hari di bulan Ramadhan?

Menanggapi hal tersebut, Ustaz Muhammad Zainul Millah, Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Uloom Wanodadi Blitar, mengatakan upaya mencari sumber halal patut diapresiasi.

“Mencari harta yang halal adalah kewajiban setiap muslim, dan Allah mencintai orang-orang yang mau bekerja,” kata Zainul seperti dikutip NU Online, Rabu (3/4/2024).

Hadits marfu yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas mengatakan:

ُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ Insya Allah, Insya Allah, Insya Allah

Itu berarti:

“Mencari makanan yang halal adalah jihad, dan Allah menyukai hamba-hamba yang beriman yang bekerja.” (HR al-Hakim at-Tirmidzi, at-Tabarani dan al-Bayhaqi).

Adapun hukum menjual makanan di siang hari pada bulan Ramadhan pada prinsipnya diperbolehkan.

Namun jika diduga kuat atau bahkan diyakini digunakan untuk tujuan maksiat, seperti dikonsumsi oleh orang yang harus berpuasa Ramadhan, maka dijual menjadi haram, jelas Zainul.

Ia juga mengatakan, jual beli merupakan akad atau transaksi yang diperbolehkan dalam hukum Islam sepanjang memenuhi syarat-syaratnya. Salah satunya adalah barang yang akan dijual haruslah barang bermanfaat yang halal dalam Islam. Termasuk berjualan nasi di warung makan.

Al-Qur’an, Al-Baqarah ayat 275 menjelaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Meskipun hukum jual beli diperbolehkan, namun hukum tersebut dapat berubah apabila penyalahgunaannya berpotensi menimbulkan maksiat.

Jual beli itu makruh jika ada ketakutan akan digunakan secara maksiat. Sedangkan jika diduga kuat atau bahkan diyakini digunakan secara maksiat, maka perbuatan jual beli tersebut menjadi haram.

Salah satu bentuk kemaksiatan adalah tidak berpuasa bagi orang yang wajib berpuasa, dan tidak ada batasan usia dan alasan mengapa mereka tidak berpuasa. Seperti wanita yang sedang haid, wanita nifas, orang sakit atau musafir yang menempuh jarak Qasr Salat yang diperbolehkan (sekitar 81 km).

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka undang-undang pembukaan warung makan pada bulan Ramadhan dirinci sebagai berikut: Ya

Boleh, asalkan pembeli dipastikan tidak menggunakannya untuk tujuan maksiat, yaitu pada saat pembeli tidak diwajibkan berpuasa. Seperti anak kecil, wanita haid, orang sakit dan musafir.

Atau bisa jadi pembelinya adalah orang yang wajib berpuasa, namun beras yang dibelinya dibungkus dan dibawa pulang, sehingga bisa jadi beras tersebut disiapkan untuk berbuka puasa atau untuk keluarga yang tidak wajib. Puasa, adapun anak-anaknya. makruh

Makruh jika ada resiko menggunakannya untuk tujuan maksiat. Misalnya ada pembeli yang wajib berpuasa dan penjual khawatir nasinya dimakan pada hari wajib puasa. ditolak

Haram apabila diduga kuat atau bahkan diyakini digunakan untuk perbuatan maksiat. Misalnya saja ketika diketahui pembelilah yang wajib berpuasa dan penjual yakin akan dimakan pada hari itu juga.

Misalnya penjual mengetahui bahwa pembelinya adalah orang yang wajib berpuasa, namun tidak sering berpuasa.

Mengenai kasus serupa, Syekh Zakariya al-Ansari menjelaskan dalam buku Fathul Wahhab:

Dan

Itu berarti:

“Haram menjual kurma segar, seperti buah anggur, kepada orang yang mengolahnya menjadi minuman beralkohol, dengan asumsi penjualnya mengetahui atau menduga kuat akan kegunaannya. Namun jika dia ragu atau menduga, maka jual belinya adalah Makruh” Haram atau hukum makruh yang menyebabkan terjadinya maksiat atau dugaan maksiat atau dugaan atau dugaan maksiat.”

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *