Thu. Sep 19th, 2024

Agar Women Support Women Tak Hanya Jadi Jargon Semata untuk Majukan Sesama Perempuan

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Perempuan Dukung Perempuan – Kita sering mendengar kampanye yang bertujuan untuk mengedepankan pendekatan pemberdayaan perempuan. Apakah ini benar-benar dapat dipahami atau hanya sekedar jargon saja?

Lingkungan Puteri Indonesia 2024 Sophie Grana menilai hal tersebut memang sangat bisa dilakukan dan harus dilakukan. “Kalau bukan perempuan, siapa lagi? Tidak mungkin laki-laki,” ujarnya saat ditemui tim gaya hidup matthewgenovesesongstudies.com saat konferensi literasi keuangan di BCA beberapa waktu lalu.

Dukungan terhadap perempuan, lanjutnya, tidak harus mengesankan. Meski saling berkompetisi di ajang Miss Indonesia 2024, ia dan rekan-rekan finalis mampu saling membantu di balik layar.

“Semudah pakai baju, susah dapat resleting, pasti membantu di belakang layar…sederhana sekali. Ini contoh nyata perempuan mendukung perempuan,” tuturnya.

Ia juga sepakat bahwa kampanye ini perlu diintensifkan karena perempuan – baik disadari atau tidak – masih sering memiliki pola pikir yang meragukan kemampuan perempuan lain. Meskipun ada perempuan yang diperlakukan dengan baik, ada pula yang berpendapat bahwa perempuan yang menarik adalah perempuan yang diistimewakan.

“Iya kecantikan itu bisa diistimewakan, tapi hanya kecantikan yang tidak punya otak dan tingkah laku, kita tidak bisa kemana-mana, kita selalu stuck disana, kita cantik. Tapi misalnya kamu ganteng, kamu punya kepribadian yang baik dan kamu pintar, semua orang suka itu, semua orang akan menggunakan itu (keterampilannya) lagi,” ujarnya.

“Menjadi cantik hanya terjadi pada kesempatan pertama. Kalau misalnya otaknya tidak bagus, orang tidak akan senang mempekerjakannya lagi, bukan? – lanjut Zobia.

Amanda Simonjundak, pendiri dan CEO Markoding, mengatakan hal tersebut. “Perempuan mendukung perempuan” adalah sesuatu yang perlu disebarluaskan karena perempuanlah yang paling bisa berempati terhadap perempuan lain. Selain itu, terdapat stigma dan stereotip terhadap perempuan yang perlu dipatahkan.

“Mungkin yang pertama kali kita dengar, misalnya dari keluarga. Kalau soal investasi di bidang pendidikan, laki-laki mungkin yang didahulukan. Lalu, di tempat kerja, kita sering mendengar ada kesenjangan upah atau standar gaji yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Ketika perempuan melamar pekerjaan, mereka sering ditanya apakah mereka akan menikah atau tidak.” .apakah mereka akan mempunyai anak karena merasa produktivitasnya akan menurun?

Manda mengatakan perempuan sangat membutuhkan akses yang setara. Oleh karena itu, perempuan yang menduduki posisi senior didorong untuk membuka akses terhadap perempuan lain yang lebih terbatas atau dirugikan oleh orang-orang di sekitarnya.

“Jadi sebenarnya tugas kami adalah memberdayakan perempuan lain,” katanya.

Di sisi lain, Manda mengaku banyak kasus perempuan yang mempermalukan perempuan lain. Namun, dia tidak setuju dengan pemikiran tersebut. Sebab, sikap saling merendahkan bisa terjadi tidak hanya antar perempuan, tapi juga antara laki-laki dengan perempuan dan antar laki-laki.

“Itu (feminisasi perempuan) sebenarnya berkaitan erat dengan representasi di media, iklan, film, di mana cerita dan media sosial berbicara tentang perempuan yang direndahkan padahal sebenarnya tidak. Menurut saya, seksisme terhadap perempuan yang merendahkan perempuan tidak bisa diterima. “Itu hal yang netral,” ujarnya.

Untuk menghindarinya, Anda perlu berempati dengan wanita lain. “Jika kita berempati, kita bisa menempatkan diri kita pada posisi perempuan lain. Kami pasti ingin memberdayakan mereka, bukan mempermalukan mereka,” yakinnya.

Berdasarkan kesadaran tersebut, bersama Yayasan Dion Sastrovartoyo dan Magnific, ia menyelenggarakan Women’s Innovation Project yang memasuki edisi ketiga pada tahun ini. Program ini diselenggarakan untuk memfasilitasi perempuan yang ingin belajar dan mengejar karir di bidang IT.

Sementara itu, Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga Rostiana Setyaningram menilai perempuan yang mendukung perempuan sebenarnya bukan sekedar slogan karena perempuan hanya ingin berbagi. Memiliki sifat emosional atau kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik membuat wanita lebih mudah bergaul.

“Anak perempuan terbukti suka belajar dan berbagi karena mereka emosional dan ekspresif. Mengadakan acara networking lebih mudah bagi perempuan karena laki-laki secara kodratnya, entah kenapa, tidak terlalu antusias,” ujarnya.

Jika wanita lebih banyak membina hubungan di acara-acara dengan banyak orang, pria lebih memilih membina hubungan di acara-acara yang berkaitan dengan hobinya. “Jadi kalau laki-laki, misalnya networking, hobinya sambil main golf atau olah raga lain ya sambil latihan networking. Kalau perempuan, hanya bisa mengadakan acara networking,” ujarnya dalam berbagai kesempatan.

Di sisi lain, ada juga sifat perempuan yang bersifat mengasuh, melindungi atau melindungi secara alami. Di sisi lain, sifat ini diperlukan namun bisa menjadi kontraproduktif jika egonya terluka. “Nggak usah khawatir sama orang lain kan? Bisa ngurus keluarga atau diri sendiri,” ujarnya.

Untuk itu, perempuan memerlukan keterampilan kolaborasi yang lebih baik agar bisa berempati terhadap perempuan lain. Jika mereka tidak bisa bekerja sama, dia meminta mereka mencari tahu alasannya. “Apakah karena kamu kurang percaya diri yang membuatmu takut, sehingga kamu ragu? Atau takut gagal dan tidak mau bekerja sama? Solusinya adalah memiliki keyakinan.”

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *