Mon. Sep 16th, 2024

Air Mineral dan Teh Masih Dominasi Penjualan Produk Minuman Kemasan di Indonesia

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo mengatakan produktivitas industri minuman ringan di Indonesia pada tahun 2023 akan menurun. Meski demikian, ada dua produk yang masih menunjukkan tren pertumbuhan positif yang mendominasi penjualan produk minuman kemasan di Indonesia, yaitu air mineral dan minuman teh.

“Berbagai jenis air teh kemasan juga menjadi alasan kuatnya tren penjualan pada kategori ini,” tambahnya, berbicara pada konferensi pers “Kegiatan Industri Minuman 2023”. dan Peluang dan Tantangan Tahun 2024″, Rabu 13 Maret Tahun 2024 Di kawasan Kuningan Jakarta Selatan.

Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Produk Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Merrijantij Punguan Pintaria mengapresiasi air minum dalam kemasan (BWW) yang masih dominan karena adanya kebutuhan air sehari-hari. Kenyamanan juga menjadi alasan penjualan air minum dalam kemasan kategori minuman ringan kemasan.

Selain kedua faktor di atas, tambah Merri, karena minimnya air ledeng yang bisa dikonsumsi langsung, masyarakat Indonesia menganggap AMDK sebagai bahan pangan sehari-hari atau bahan tambahan pangan olahan. Untuk saat ini, hanya beberapa tempat yang menyediakan air kran yang bisa langsung diminum.

Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center for Economic Reform (CORE), menambahkan, meningkatkan sektor jasa pariwisata serta meningkatkan penjualan minuman kemasan di Indonesia. Pasalnya, produk ini dinilai lebih praktis dibandingkan memiliki botol isi ulang.

Triyono mengatakan industri minuman kemasan akan tumbuh negatif 2,6 persen pada tahun 2023, di luar lini AMDK. Meski angka penjualan secara keseluruhan pada tahun 2022 hingga 2023 tumbuh sebesar 3,1 persen, namun pada tahun 2023 kinerja penjualan minuman manis kemasan (MBDK) tergolong rendah.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti laju inflasi pangan yang mempengaruhi daya beli masyarakat, kenaikan harga bahan baku khususnya gula pasir, situasi geopolitik yang tidak stabil sehingga meningkatkan biaya logistik. Belum lagi kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok.

“Kekeringan berkepanjangan telah menurunkan produktivitas pertanian di berbagai negara sehingga menyebabkan kenaikan harga komoditas. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan harga beras mengalami kenaikan di 179 wilayah Indonesia,” kata Triyono.

Padahal, kata Merri, industri makanan dan minuman (mamin) memberikan kontribusi signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada tahun 2023 industri ini akan menjadi salah satu sektor penyerap tenaga kerja terbesar.

Industri makanan dan minuman menyumbang 39,10 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) di luar sektor migas dan 6,55 persen terhadap PDB nasional. Menurut BPS, hingga saat ini sekitar 300.000 orang bekerja di industri makanan dan minuman di sepanjang rantai pasok.

Untuk itu, pemerintah berjanji akan mendorong pemulihan produktivitas industri melalui berbagai program seperti restrukturisasi mesin dan peralatan, insentif pajak dan insentif pajak, program pameran produk makanan dan minuman di dalam dan luar negeri, serta transformasi industri 4.0.

Dikutip dari Antara, 2024 Pada Kamis, 14 Maret, Merri menyebutkan sektor minuman ringan menyumbang hampir 53.000. penyerapan tenaga kerja, investasi mencapai Rp7,7 triliun, dan nilai ekspor tahun 2023 sebesar 99 juta dollar AS. Data BPS tahun 2022 mengungkapkan, sektor manufaktur menyerap hingga 14,2 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia.

Salah satu sumber lapangan kerja terbesar adalah industri makanan dan minuman. Data BPS menunjukkan jumlah pekerja di industri makanan dan minuman sebanyak 4,23 persen. seluruh pekerja Indonesia.

Dalam pemberitaan Bisnis matthewgenovesesongstudies.com, Triyono menjelaskan gerakan boikot produk Israel tidak berdampak pada industri minuman di Indonesia. “Secara umum kalau dilihat dari sisi industri, industri kita tidak terpengaruh sama sekali,” kata Tri.

Ia mengungkapkan, pihaknya lebih fokus untuk mendukung dan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk minuman lokal. Jadi istimewa sekali kalau secara agregat industri, sepertinya kita lebih fokus menjaga daya beli dan mengendalikan biaya operasional, mungkin ke arah itu, ujarnya.

Tri juga mengatakan dampak COVID-19 masih terasa pada industri minuman ringan yang penjualannya turun hingga 50 persen. “Kita semua tahu dampak COVID-19 terhadap industri minuman sangat penting. Kita melihat penurunan penjualan bisa mencapai 45-50 persen,” kata Tri dalam acara tersebut.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *