Fri. Sep 20th, 2024

Angka Kelahiran 2023 Lebih Rendah dari 2022, Jepang Terancam Krisis Populasi

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Jumlah bayi yang lahir di Jepang akan kembali turun pada tahun 2023, menandai rendahnya angka kelahiran selama delapan tahun berturut-turut. Data Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang menunjukkan 758.631 bayi lahir tahun lalu, turun 5,1% dari tahun 2022.

Penurunan ini memperdalam krisis demografi yang dihadapi Jepang Angka kelahiran pada tahun 2023 merupakan yang terendah sejak sensus dimulai pada tahun 1899 Menurut The Guardian, penyebab utama penurunan ini adalah penurunan jumlah pernikahan yang mencapai level terendah dalam 90 tahun terakhir.

Pada tahun 2023, tercatat 489.281 pasangan di Jepang, turun 5,9% dari tahun sebelumnya. Di Jepang, nilai-nilai tradisional keluarga yang patriarki membuat pernikahan menjadi hal yang langka 

Pemerintah Jepang telah menyatakan keprihatinannya atas masalah demografi ini dan menekankan untuk membalikkan tren ini di tahun-tahun mendatang. Upaya harus dilakukan untuk meningkatkan jumlah kelahiran dan perkawinan sehingga Jepang dapat mengatasi krisis ini dan menjamin masa depan negaranya.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa banyak anak muda di Jepang yang enggan menikah atau berkeluarga. Ketidakamanan kerja, biaya hidup yang meningkat lebih cepat dibandingkan upah, dan budaya bisnis yang tidak sesuai dengan orang tua yang bekerja.

Budaya Jepang juga telah berubah Bayi yang menangis dan anak-anak yang bermain di luar adalah pemandangan yang mengkhawatirkan, dan banyak orang tua baru mengatakan bahwa mereka sering merasa kewalahan. meninggalkan dirinya sendiri

Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi mengatakan penurunan angka kelahiran yang terus berlanjut berada pada tingkat kritis. 

“Enam tahun ke depan hingga tahun 2030an, atau ketika populasi generasi muda mulai menurun dengan cepat, akan menjadi kesempatan terakhir kita untuk membalikkan tren ini,” ujarnya.

“Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia,” katanya.

 

Perdana Menteri Fumio Kishida menyebut rendahnya angka kelahiran sebagai “krisis terbesar yang dihadapi Jepang” dan meluncurkan paket kebijakan untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada bayi baru lahir, anak-anak, dan keluarga.

Meskipun pemerintah Jepang telah mencoba berbagai upaya untuk mengatasi masalah kependudukan, namun para ahli meragukan keberhasilannya Upaya yang dilakukan saat ini, seperti insentif keuangan dan lebih banyak cuti melahirkan, ditujukan bagi mereka yang sudah menikah atau berencana memiliki anak.

Hal ini dinilai tidak tepat karena tidak menjangkau generasi muda yang belum mau menikah atau mempunyai anak.

 

 

Dalam 50 tahun terakhir, jumlah anak yang lahir di Jepang mengalami penurunan drastis Dari puncaknya sekitar 2,1 juta pada tahun 1970, angka kelahiran telah turun menjadi kurang dari 760.000 per tahun, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya yang memperkirakan penurunan tersebut akan terus berlanjut hingga tahun 2035.

Penurunan populasi ini akan berdampak besar pada perekonomian Jepang dan keamanan nasional Diperkirakan populasi Jepang akan menurun sekitar 30% menjadi 87 juta pada tahun 2070, dengan 40% penduduknya berusia di atas 65 tahun. Situasi ini akan semakin memperburuk krisis tenaga kerja dan menambah beban keuangan negara.

Pemerintah perlu membuat rencana komprehensif untuk mengatasi krisis ini, dengan fokus pada kaum muda dan alasan mereka enggan menikah atau memiliki anak.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *