Fri. Sep 27th, 2024

Aturan Impor Disebut Bikin Industri Tekstil Sengsara, Ini Penjelasan Wamendag Jerry Sambuaga

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga membantah anggapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no. 8 Tahun 2024 tentang kebijakan dan peraturan impor membuat pelaku industri TPT dirugikan. 

Menurut dia, aturan baru pengganti Peraturan Dewan Bisnis 36/2023 ini bertujuan untuk memudahkan pelaku usaha, bukan mempersulit. Beberapa eksekutif bisnis terkait dikatakan mendukung prinsip ini. 

“Pada dasarnya Permendag 8/2024 bertujuan untuk mempermudah. ​​Hal ini dapat dicermati oleh berbagai pihak dan juga oleh berbagai pelaku usaha, mereka menyambut baik diluncurkannya Permendag 8, karena lebih mudah, cepat dan lebih banyak peluang bagi mereka untuk dapat melakukan hal tersebut. mampu melakukannya secara efektif,” jelasnya di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (13/6/2024).

Dulu, Jerry menyadari banyak produk impor yang diblokir dan tidak bisa masuk ke Indonesia karena memerlukan kendala teknis (pertek). 

“Tapi masih ada yang masih membutuhkan (pertek), seperti baju, produk sandang. Kalau benar produk sandang tetap harus diperhatikan secara profesional,” ujarnya. 

Namun, Kementerian Perdagangan tidak mempunyai kewenangan untuk menerbitkan peraturan. Bidang ini berada di tangan kementerian terkait lainnya, dan Kementerian Perdagangan akan memberikan persetujuan impor setelah prosesnya selesai.

“Oleh karena itu, pada akhirnya kita adalah kementerian, begitu syarat-syarat profesionalnya terpenuhi, diserahkan kepada kita, kita bisa mengeluarkan izin, ini harus kerjasama antar kementerian/lembaga, kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita perlu lebih banyak lagi koordinasi, komunikasi, sinergi. “Penting, supaya tidak salah sasaran”, tuturnya.

 

 

Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan 8/2024 menuai banyak kritik dari para pedagang tekstil. Para pengusaha industri kecil dan menengah ekspor memperkirakan akan semakin banyak usaha kecil dan menengah (UKM) yang bangkrut jika barang jadi dari luar negeri masuk dengan baik ke Indonesia. Penutupan diperkirakan bisa mencapai 70 persen pada akhir tahun 2024.

Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman menyoroti pemberlakuan Peraturan Menteri Pengusaha (Permendag) no. 8 Tahun 2024. Menurut dia, aturan ini membuka kembali jalur impor pakaian jadi yang dikhawatirkan akan menghancurkan pasar industri nasional.

Memang, angin segar mulai terasa dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan 36/2024 tentang Kebijakan dan Ketentuan Impor yang membatasi masuknya produk jadi ke Indonesia. Peraturan ini mulai berlaku pada 10 Maret 2024 yang telah diubah oleh pemerintah.

“Sekarang kebetulan ketika UU PT 8/2024 terbit, yang aneh adalah para pedagang online, para pedagang, berhenti bekerjasama dengan IKM. Apa yang akan terjadi pada kita di Kantor Kementerian Perindustrian? 

Ia mengatakan, sejak aturan baru tersebut diterbitkan, banyak rekan-rekan pengusaha IKM yang belum melakukan pemesanan. Bahkan konon terjadi penurunan produksi sebesar 20 persen.

Nandi pun menjawab pertanyaan bahwa isi peti kemas yang tertahan di pelabuhan berisi barang produksi atau pakaian. Jika demikian, ia khawatir produk tersebut akan menyalip produk lokal di pasar dalam negeri dan menyapu bersih UKM di sektor maritim hingga 70 persen pada akhir tahun 2024.

“Kita berharap persoalan banyak kontainer tidak diisi baju jadi. Kalau baju jadi, mungkin akhir tahun 2024 nanti 70 persen IKM akan tutup,” tegasnya.

 

Sebelumnya, Ikatan Profesi Pertekstilan Indonesia (IKATSI) menolak keras penerapan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no. 8 Tahun 2024 yang dianggap sebagai langkah mundur bagi kebangkitan industri TPT Tanah Air.

IKATSI menyampaikan keprihatinannya terhadap peraturan baru ini yang dinilai berdampak negatif terhadap seluruh sektor industri tekstil, produsen besar, dan usaha kecil, kecil, dan menengah (UMKM).

Ketua Umum IKATSI Muhammad Shobirin F Hamid mengungkapkan, Permen BUMN 8/2024 menunjukkan tidak adanya pelanggaran terhadap kebijakan dan upaya menghidupkan dan meningkatkan daya saing industri tekstil dalam negeri (TPT).

“Kebijakan ini tidak hanya menyurutkan harapan para pelaku industri, tetapi juga menghambat kemajuan teknologi dan inovasi yang berkelanjutan,” ujarnya.

Menurut Shobirin, peraturan tersebut dapat menyebabkan penurunan persaingan yang berdampak pada penurunan produksi dan kualitas produk TPT Indonesia. Hal ini pada akhirnya akan menurunkan kemampuan industri TPT dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia, ujarnya.

Peraturan Menteri BUMN 8/2024 juga dinilai menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan industri besar TPT dan MIPIME. Banyak pengelola perusahaan yang baru mulai pulih dan pulih dari dampak KUHD 36/2023 yang sebelumnya membebani sektor ini.

“Bagi perusahaan-perusahaan besar dan besar yang telah menata ulang strategi bisnisnya pasca PP 36/2023, kebijakan baru ini dapat menjadi pukulan telak,” tegas Shobirin.

 

 

 

 

Menurut dia, menurunnya permintaan bahan baku lokal, kenaikan biaya produksi, dan ketidakpastian regulasi merupakan beberapa dampak yang dirasakan langsung oleh para pelaku di sektor tersebut. Hal ini memaksa banyak pelaku UMKM mengurangi kapasitas produksi bahkan menghentikan operasional.

“IKATSI berharap pemerintah dapat mengkaji ulang penerapan Peraturan Menteri Perdagangan 8/2024, dan membuka kesempatan berdialog dengan asosiasi dan asosiasi, serta pelaku industri TPT untuk mencari solusi yang lebih baik atas permasalahan ini. keberlanjutan dan pengembangan industri TPT nasional.

Sementara itu, Pengawas TPT sekaligus mantan Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Tanzil Rakhman, mengatakan Peraturan Menteri Perdagangan 8/2024 berpotensi meningkatkan ketergantungan terhadap barang impor.

“Ketika industri lokal kalah bersaing karena regulasi yang tidak mendukung, maka pasar akan lebih memilih produk impor yang murah dan berkualitas, yang pada akhirnya melemahkan industri lokal,” jelasnya.

Rizal juga menyarankan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri lokal. “Diperlukan regulasi yang cermat yang menjawab kebutuhan sektor ini dan mampu mendorong inovasi dan persaingan”, tegasnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *