Mon. Sep 23rd, 2024

Bedah Tubuh Mayat atau Kadaver untuk Kepentingan Ilmiah, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Dalam dunia pendidikan kedokteran terdapat kegiatan pembelajaran yang melibatkan pembedahan tubuh atau mayat dan mempelajari anatominya.

Kadaver sebagai media penelitian ilmiah dinilai sangat penting dalam pendidikan kedokteran modern. Lantas, bagaimana pandangan Islam terhadap penggunaan radiasi dalam pendidikan kedokteran di masa depan? 

Sebagai guru di Pondok Pesantren Syaichona, Moh. Cholil Bangkalan, Jawa Timur, Ustaz Bushiri, dalam Islam tubuh manusia sangat dihormati dan dijaga harkat dan martabatnya. Baik pada saat ia masih hidup maupun pada saat ia telah meninggal. Jenazah almarhum tidak boleh dimutilasi atau dimutilasi dengan cara apapun.  

Dalam hadits riwayat Sayyidah Aisyah, Rasulullah saw bersabda:  

كَسْرُ عَظۡمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا 

Artinya:

“Mematahkan tulang orang mati sama dengan mematahkannya saat masih hidup.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).  

Jika mengacu pada pendapat As-Shan’ani, penyandang tunarungu di atas merujuk pada larangan melukai tubuh dengan cara apapun, baik itu dipukul, dilukai, dan sejenisnya. Tubuh yang terluka akan merasakan sakit yang sama seperti saat masih hidup. (As-Shan’ani, At-Tanwir Syarh Jami’is Shaghir, [Riyadh, Maktabah Darussalam: 2011], jilid VIII, halaman 146).  

Pemanfaatan jenazah untuk kepentingan keilmuan telah dibahas dalam keputusan Majelis Nahdlatul Ulama (NU) ke-32 di Makassar pada 27 Maret 2010. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa hukum pemotongan jenazah untuk diperuntukkan bagi mereka. waktu yang lama. untuk keperluan penelitian yang disetujui dalam keadaan darurat atau kebutuhan,” jelas Bushiri mengutip NU Online, Sabtu (31/8/2024).  

Keputusan ini mengacu pada pendapat Syekh Wahbah Az-Zuhaili sezamannya dalam kitab Fiqhul Islami.

Menurut Syekh Wahbah, diperbolehkan secara hukum membedah jenazah untuk keperluan penelitian kedokteran selama diperlukan dan tidak ada cara lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut.  

Dan علقهكي الاحكت الاحماك, على فيسبوك ب 

Artinya:

“Berdasarkan pendapat ini (Syafi’iyah dan Malikiyah) yang membolehkan (pembedahan jenazah karena ada pergerakan), diperbolehkan melakukan otopsi (operasi) terhadap jenazah dalam keadaan mendesak atau khusus, untuk tujuan pendidikan kedokteran, menemukan penyebab kematian, menentukan hukuman pidana bagi tersangka, kasus pembunuhan dan sejenisnya, ketika latihan (kegiatan) merupakan satu-satunya cara untuk menemukan kasus pidana berdasarkan dalil tanggung jawab untuk mendukung keadilan. hanya) opini dan orang yang berbuat salah tidak dapat lepas dari hukuman yang pantas.” (Wahbah Az-Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Damaskus, Darul Fikr: 2015], juz III, halaman 521).  

Dalam hal ini ada dua keunggulan yang harus dipertahankan keduanya. Yaitu antara tujuan menjaga harkat dan martabat jasmani dengan kepentingan kedokteran atau ilmu pengetahuan yang memang sangat diperlukan.

Pendidikan ilmu kedokteran dipandang sebagai peluang terbaik karena mencakup kebutuhan seluruh masyarakat terkait pelayanan kesehatan, pengobatan, dan pencegahan penyakit.  

Dalam prinsip fiqih telah dijelaskan bahwa jika ada dua kemaslahatan yang saling bertentangan, maka utamakanlah kemaslahatan yang lebih kuat. 

 Insya Allah  

Artinya:

“Jika dua kepentingan saling berhadapan dan sulit untuk menggabungkannya, jika salah satu dari mereka tahu bahwa itu lebih baik, maka yang lebih baik akan mengambil alih.” : 1991], jilid I, halaman 44).  

Keputusan Pengurus Bahtsul Masail Waqi’iyah PWNU Jawa Timur di UIN Malang Tahun 2016 menyebutkan jenazah yang boleh dipecah karena alasan adalah jenazah ghoiru muhtaram (beriman) seperti kafir harbi, murtad dan kafir zindiq medis.

Pada saat yang sama, kelompok Muslim tidak mengizinkannya. Penentuan kriteria jenazah yang dapat dijadikan pantai mengacu pada keterangan dalam kitab Fiqhul Nawazil berikut ini: 

 Nama panggilan: التصريف في هذا المتحدة  

Artinya:

“Pemikiran ketiga yang masuk ke dalam rincian masalah ini, yaitu diperbolehkannya memisahkan jenazah orang-orang kafir untuk tujuan pendidikan. Sedangkan bagi jenazah yang muslim, jenazahnya tidak dapat dipisahkan” (Bakr bin Abdullah, Fiqhun Nawazil, [ Saudi, Muassasatur Risale: 1996], jilid II halaman 54).

Kalaupun undang-undang membolehkan, penggunaan jenazah sebagai penguburan untuk keperluan pengobatan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah sepanjang tetap menjaga harkat dan martabat jenazah. Pembagian organ sesuai kebutuhan tidak berlebihan, dan terdapat perawatan yang baik pada organ setelah prosedur pembedahan selesai.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *