Sat. Sep 7th, 2024

Bolehkah Membatalkan Puasa Syawal Saat Bertamu? Simak Detail Hukumnya

By admin Apr23,2024 #Ramadan #Syawal

matthewgenovesesongstudies.com, Bandung – Setelah bulan Ramadhan 1445 Hijriah, memasuki bulan Syawal, di bulan ini banyak sekali amalan dan doa sunnah (contoh dari Nabi Muhammad SAW) yang bisa dilakukan.

Salah satunya adalah puasa Syawal. Puasa Syawal diakui mempunyai manfaat yang besar, yaitu mendapatkan pahala puasa setahun penuh.

Sebagian besar puasa Syawal dipuasakan secara berturut-turut, namun boleh juga berpuasa secara terpisah selama Syawal masih dalam waktu satu bulan.

Berdasarkan pemberitaan yang diambil Ustadz Ahmad Muntaha AM di situs NU Online, Rabu 17 April 2024, karena adanya puasa besar Syawal yang setara dengan puasa setahun, maka sedikit sekali umat Islam yang tertarik untuk menjalankan puasa tersebut. . .

Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan jika mereka berkunjung, mereka masih berpuasa saat Idul Fitri atau Idul Fitri.

Dalam keadaan seperti ini mungkin terjadi sebagian orang meragukan umat Islam, ketika tuan rumah memberikan makanan.

Muntaha menjelaskan, untuk menghindari kesalahan, komunikasi antara tamu dan tamu harus terbuka, dengan mengatakan agar mereka merayakan Syawal secepatnya.

Jika tamu tidak menolak puasa tamu tersebut, maka puasa Syawal dapat dilanjutkan. Sebaliknya jika ia melawan tentara, maka ia berbuka dan makan makanan yang disiapkan untuk tentara dalam jumlah besar.

“Kalau dia tidak bijak mari kita berpuasa. Kalau dia menolak, maka akan sangat sulit bagi kita untuk memakan makanannya dan berpuasa di hari-hari lain di bulan Syawal,” tulis Muntaha.

Kalimat ini diucapkan Muntaha pada contoh Nabi Muhammad ketika ada sahabat yang memaksakan puasa pada hari raya sebagai sunnah. Nabi kemudian menyuruhnya untuk membatalkan puasanya dan mengembalikannya nanti.

Tuhan memberkatimu فتر تم اضض يوما مكانه

Artinya, “Saudaramu yang beragama Islam menemukan masalah (makanan) dan kamu berkata: “Aku sudah berpuasa?”

Dari hadits tersebut, menurut Ustadz Ahmad Muntaha, para ulama kemudian mengambil kesimpulan bahwa apabila tamu tamu tersebut bertentangan dengan sunnah puasa, maka kaidah membatalkan sunnah puasa untuk menyenangkannya (idkhalussurur) adalah sunnah tamu tersebut karena itu adalah atas perintah Nabi. dalam hadis.

Bahkan, Muntaha mengatakan, dalam situasi seperti ini, gaji yang mendesak lebih baik daripada gaji yang cepat. Pandangan tersebut diungkapkan Sayyid Abu Bakar bin Syatha Ad-Dimyathi dalam kitabnya I’anatut Talibin.

Menurut Ketua Pondok Pesantren Darushi Sholihin di Panggang, Gunungkidul, Yogyakarta, Muhammad Abduh Tuasikal, dilansir Liputan6, diambil dari situs Islam, pada Sabtu, 13 April 2024, menjelaskan puasa Syawal diutamakan. untuk itu. Siapa yang berpuasa Ramadhan secara sempurna, dan berpuasa 6 hari di bulan Syawal, dan mendapat pahala puasa setahun penuh.

Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alayhi wa alihi wa sallam bersabda:

Bukan waktu yang sebaik di atas

“Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, maka ia berpuasa enam hari di bulan Syawal, kemudian berpuasa setahun penuh.” (HR.Muslim no.1164).

Tuasikal menjelaskan dalil di atas dari para jumhur atau mayoritas ulama yang menyatakan puasa di bulan Syawal disunnahkan.

Mereka yang meyakini puasa adalah mazhab Abu Hanifah, Syafi’i dan Imam Ahmad. Adapun Imam Malik membenarkan hal itu.

Namun sebagaimana dikatakan Imam Nawawi rahimahullah: “Keputusan mazhab Syafi’i yang melarang puasa di bulan Syawal didukung oleh dalil yang kuat tersebut. Jika terbukti pembuktiannya berasal dari bantuan hadis. , keputusan ini tidak ditinggalkan hanya karena perkataan orang lain.” Bahkan ajaran Nabi Shallallahu ‘alayhi wa aalihi wa sallam tidak ditolak, meski banyak atau semua orang tidak menyetujuinya. jika puasa Syawal dianggap wajib, maka tuduhan yang sama tidak termasuk anjuran puasa ‘Arafah, puasa Asyura dan sebagainya. (Sharh Sahih Muslim, 8:51);

Mengapa bulan Syawal dianggap sebagai puasa tahun ini? Mari kita simak hadis Tsawan berikut ini:

Di atas

Dari Tsauban yang merupakan hamba Rasulullah sallallahu alayhi wa sallam, dari Rasulullah sallallaahu’ alaihi wa sallam yang bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa enam hari pada bulan Syawal setelah Idul Fitri, maka ia telah menunaikan seluruh puasanya. barangsiapa berbuat baik maka dibalas dengan sepuluh kebaikan.(HR. Ibnu Majah no. 1715. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan hadits ini benar).

Sehingga setidaknya sepuluh orang dapat terpengaruh oleh pahalanya. Dari sini jelas bahwa puasa sepanjang bulan Ramadhan akan dibalas dengan puasa 10 bulan yang baik.

Sedangkan puasa enam hari di bulan Syawal pahalanya minimal 60 hari (2 bulan).

Kalau masuk satu setara dengan puasa 10 bulan + 2 bulan sama dengan 12 bulan. Oleh karena itu, orang yang berpuasa di bulan Syawal bisa mendapatkan pahala puasa setahun penuh.

1. Puasa Sunnah Syawal dilakukan selama enam hari

Menurut hadits, puasa Syawal dilakukan selama enam hari. Konteks hadits di atas adalah: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka berpuasa setahun penuh.” (HR.Muslim no.1164).

Dari hadits ini Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata, “Disunnahkan berpuasa enam hari di bulan Syawal.” (Syarhul Mumti’, 6:464).

2. Penting sekali untuk memperingatinya pada hari setelah Idul Fitri, namun tidak ada salahnya menyelesaikannya pada bulan Syawal.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al’ Utsaimin Rahimullah berkata, “Fuqoha mengatakan yang terpenting, enam hari terakhir setelah Idul Fitri” (1 Syawal). Hal ini menunjukkan pentingnya berbuat kebaikan.” (Syarhul Mumti’, 6: 465).

3. Yang terbaik adalah melakukannya secara berurutan, tetapi tidak ada salahnya jika melakukannya secara tidak berurutan

Syekh Ibnu ‘Utsaimin juga mengatakan, “Lebih baik puasa Syawal secara bertahap, karena biasanya lebih mudah. ​​Itu juga merupakan tanda persaingan dalam perintah.” (serupa)

4. Usahakan untuk menyelesaikan puasa qodho terlebih dahulu, sebagai pahala puasa Syawal yaitu puasa setahun penuh.

Ibnu Rajab Al Hambali shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang wajib puasa qodho di bulan Ramadhan, maka dia akan memulai puasa qodhonya di bulan Syawal. Syawal (Lathoiful Ma’arif, hal. 391).

Oleh karena itu, beliau bersabda, “Barangsiapa yang memulai puasa bulan Ramadhan terlebih dahulu dengan puasa di bulan Syawal, kemudian ingin berpuasa enam hari di bulan Syawal, setelah ia selesai berpuasa, maka yang terbaik adalah apa yang disebutkan dalam hadits. ” , yaitu bagi orang-orang yang berpuasa.” Ramadhan diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal. Namun pahala puasa di bulan Syawal tidak dapat diperoleh jika menyelesaikan puasa qodho di bulan Syawal. Karena puasa enam di bulan Syawal. bulan Syawal tetap harus dilakukan setelah qodho’ selesai” (Lathoiful Ma’arif, hal. 392).

5. Puasa Syawal dapat dilakukan pada hari Jumat dan Sabtu

Imam Nawawi berkata, “Para ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa puasa dibolehkan hanya pada hari Jumat. Namun jika puasa sebelum atau sesudahnya mengikuti atau mengiringi puasa seperti nadzar. Puasa untuk sembuh dari penyakit dan bertepatan dengan hari Jumat, maka puasa tersebut artinya tidak makruh (Al Majmu ‘Syarh Al Muhadzab, 6: 309).

Dalam hal ini jelas masih dibolehkan berpuasa Syawal pada hari Jumat, sesuai dengan tradisi.

Adapun puasa pada hari Sabtu Syawal tetap diperbolehkan, karena masih ada alasan lain untuk berpuasa pada hari Sabtu, misalnya jika berpuasa di Arafah pada hari Sabtu.

Fatwa tersebut berasal dari Komisi Fatwa Kerajaan Arab Saudi di bawah ini. Jika ada pertanyaan tentang masyarakat setempat.

“Mayoritas masyarakat di negara kita berbeda pendapat tentang puasa di hari Arafah yang jatuh pada hari Sabat tahun ini, sebagian dari kita mengira ini adalah hari Arafah dan kita berpuasa karena kita bersama di hari Arafah, bukan karena hari Sabat maka puasa dilarang pada waktu itu.

Komisi Fatwa Kerajaan Arab Saudi menjawab: “Dibolehkan berpuasa Arafah pada hari Sabtu atau hari lainnya, meskipun tidak sebelum atau sesudahnya, karena tidak ada bedanya dengan hari-hari lainnya. Arafah adalah puasa yang berdiri sendiri pada saat ini, hadits yang melarang puasa pada hari Sabat, hadits tersebut lemah, karena bersifat mudhtorib, dan bertentangan dengan hadits yang sebenarnya.

Komisi Fatwa Fatwa Kerajaan Arab Saudi nomor 11747. Ditandatangani oleh Syekh ‘Abdul’ Aziz bin Baz, Syekh ‘Abdurrozaq’ Afifi dan Syekh ‘Abdullah bin Ghudayan.

Dengan mengembangkan Syawal dengan cepat, kita dapat menambah pengetahuan kita tentang prioritas dan proses. Semoga amalan ibadah kita tetap tidak terganggu dengan ridha Allah SWT.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *