matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta Anak-anak yang menjadi korban bullying, baik sebagai pelaku atau korban, mungkin berisiko lebih besar terkena kondisi kesehatan tertentu di kemudian hari. Hal tersebut terungkap dari penelitian baru yang dikutip situs Star2, Jumat (6/2/2017).
Sampel beragam yang terdiri dari 305 pria ikut serta dalam penelitian yang dipimpin oleh para ilmuwan dari Universitas Pittsburgh di AS. Para peneliti memeriksa data laki-laki dari tahun pertama sekolah hingga awal usia 30-an.
Peserta melakukan penilaian rutin terhadap faktor risiko psikososial, perilaku dan biologis untuk kesehatan yang buruk. Para peneliti juga mengumpulkan data dari anak-anak, orang tua, dan guru tentang keterlibatan dalam perilaku bullying ketika partisipan berusia 10–12 tahun.
Sebagai orang dewasa, peserta diminta mengisi kuesioner tentang faktor kesehatan psikososial seperti tingkat stres, riwayat kesehatan, pola makan dan olahraga, serta status sosial ekonomi mereka. Sekitar 260 orang menjalani tes darah, pemeriksaan jantung dan peradangan, serta mengukur tinggi dan berat badan mereka.
Tim peneliti menemukan bahwa laki-laki yang menjadi korban kekerasan saat masih anak-anak cenderung menjadi agresif dan bermusuhan saat dewasa, merokok – faktor risiko kuat penyakit jantung – dan menggunakan ganja serta mengalami stres lebih dari 20 tahun kemudian.
Sementara itu, laki-laki korban kekerasan juga menghadapi lebih banyak dampak negatif di masa dewasa, antara lain pendapatan yang lebih rendah, masalah keuangan, pengalaman hidup yang lebih penuh tekanan, perasaan diperlakukan tidak adil oleh orang lain, dan kurang optimis terhadap masa depan mereka. Faktor-faktor tersebut tentu meningkatkan risiko penyakit jantung.
“Kedua kelompok mengalami lebih banyak stres dalam kehidupan mereka saat dewasa. Itu sebabnya dampak kekerasan pada masa kanak-kanak bertahan lebih lama.” – kata pemimpin penelitian Karen Matthews.