Sun. Sep 8th, 2024

Catat, Masalah Tidur Bisa Picu Gangguan Kesehatan Mental

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Tidur merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran dari aktivitas sehari-hari. Beberapa orang dapat memperoleh tidur yang cukup dan nyenyak, namun sebagian lainnya tidak. Mereka seringkali sulit tidur dan hanya bisa beristirahat selama 3-4 jam sehari.

Seperti dilansir New York Times pada Selasa, 20 Februari 2024, sepertiga orang dewasa di Amerika Serikat melaporkan tidur kurang dari tujuh jam setiap malam. Masalah gangguan tidur pada remaja bahkan lebih parah lagi. Sekitar 70 persen siswa sekolah menengah tidak mendapatkan cukup tidur pada malam sekolah.

Kondisi dimana seseorang sulit tidur disebut dengan insomnia. Ketika keadaan fisik lelah dan perlu istirahat, namun pikiran masih diliputi kegelisahan dan kecemasan, maka orang tersebut akan sulit tidur. Permasalahan ini bukanlah hal yang sepele karena dapat mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan termasuk kesehatan mental.

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Jiwa Remaja Nasional Indonesia (I-NAMHS) tahun 2022 pada remaja usia 10–17 tahun, satu dari tiga remaja Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu, 1 dari 20 remaja Indonesia mengalami gangguan jiwa dalam 12 bulan terakhir. Meski gangguan medis dan mental ini bukan disebabkan oleh gangguan tidur total, namun bisa membuat seseorang sulit tidur sehingga sebagian dari mereka harus mengonsumsi obat tidur.

Analisis terhadap 19 penelitian menemukan bahwa kurang tidur tidak hanya mengganggu kemampuan seseorang untuk berpikir jernih atau melakukan tugas tertentu, tetapi juga berdampak lebih negatif pada suasana hati. 

Menurut survei National Sleep Foundation tahun 2022, setengah dari orang yang melaporkan tidur kurang dari tujuh jam per minggu juga mengalami gejala depresi. Mengutip situs New York Times, Eric Prather dari University of California, San Francisco, peneliti tidur yang merawat pasien penderita insomnia, mengatakan bahwa ketika orang sulit tidur, mereka mengalami stres dan emosi negatif.

“Bagi sebagian orang bisa berdampak negatif, perasaan tidak enak, renungan, rasa stres bisa menjadi malam kita,” ujarnya.

Carley Daimler, 40, seorang ibu rumah tangga di North Carolina, mengatakan dia menjadi mudah tersinggung, kurang sabar dan lebih cemas setelah lebih dari setahun tidurnya terganggu. Meskipun dia meminum obat tidur, dia tetap terjaga sepanjang malam.

“Itu seperti api kegelisahan saya yang entah bagaimana melompati pagar dan menyebar sepanjang malam saya,” katanya. “Saya merasa seperti tidak punya kendali.

Pada akhirnya, itu adalah insomnia, atau C.B.T.-I. Ada terapi perilaku kognitif untuk Ny. Daimler. Penelitian telah menemukan bahwa CBT-I. Lebih efektif dalam jangka panjang dibandingkan obat tidur. 80 persen orang yang mencobanya melaporkan peningkatan kualitas tidur mereka.

Daimler belajar untuk “berbaring di tempat tidur dan tidak panik”. Sebaliknya, dia bangun dan membaca sehingga dia tidak mengasosiasikan kamar tidur dengan kecemasan, dan ketika dia lelah, dia kembali tidur.

“Saya rasa rasa syukur yang saya rasakan setiap pagi saat saya merasa cukup istirahat tidak akan pernah hilang,” ujarnya. “Itu adalah sebuah peluru perak.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, orang dewasa membutuhkan 7 hingga 9 jam tidur per malam. Remaja dan anak kecil membutuhkan lebih banyak.

 

Berdasarkan informasi dari Hellodoc, terapi perilaku kognitif merupakan salah satu langkah yang paling efektif untuk mengatasi insomnia. Metode ini dikenal dengan istilah terapi perilaku kognitif untuk insomnia (CBT-I), yang bertujuan untuk mengubah pola pikir atau perilaku penyebab insomnia. Berikut langkah-langkah menggunakan CBT-I:

 

 

 

 

Terapi ini dilakukan dengan mengajarkan pasien bahwa ranjang hanya untuk tidur dan aktivitas seksual. Berbaring sambil bermain gadget merupakan kebiasaan buruk yang dapat memicu terjadinya insomnia.

2. Terapi pembatasan tidur

Terapi ini dilakukan dengan membatasi waktu tidur 5-6 jam sehari. Tujuannya agar pasien tetap terjaga di malam hari dan lebih cepat tertidur di hari-hari berikutnya.

3. Terapi relaksasi

Terapi ini dilakukan dengan mengarahkan pikiran dan tubuh menjadi rileks untuk mengurangi stres dan gangguan kecemasan. Kebiasaan berpikir di malam hari menyebabkan insomnia.

4. Pendidikan kebersihan tidur

Terapi ini mengharuskan pasien untuk terus menjalani gaya hidup sehat. Membatasi kebiasaan buruk seperti merokok, konsumsi alkohol dan kafein berlebihan, makan sebelum tidur dan gaya hidup tidak aktif. 

5. Terapi kognitif dan psikoterapi

Terapi ini akan mengajarkan Anda bagaimana menyalurkan perasaan dan pikiran negatif tersebut menjadi positif. Dengan cara ini, rasa cemas yang Anda rasakan dan pikirkan akan hilang, sehingga Anda dapat tidur dengan tenang.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *