Fri. Sep 20th, 2024

Demo Buruh Tolak Tapera di Depan Patung Kuda, 1.416 Personel Gabungan Dikerahkan

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Polisi siap mengamankan aksi unjuk rasa yang digelar berbagai serikat pekerja di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat hari ini, Kamis (6/6/2024). Sebanyak 1.416 karyawan dimutasi.

Aksi ini terjadi untuk menentang berbagai kebijakan pemerintah, mulai dari penambahan dana hibah Tapera hingga program Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di Pelayanan BPJS Kesehatan.

Pengamanan operasi demonstrasi dikurangi menjadi 1.416 petugas, kata Kabid Humas Polres Metro Jakarta Pusat Ipda Ruslan Basuki melalui keterangan tertulis, Kamis (6/6/2024).

Ruslan mengatakan polisi juga menyiapkan teknologi untuk mengalihkan lalu lintas di sekitar kawasan Jalan Merdeka. Namun penerapannya bersifat kondisional.

“Teknologi lalu lintas sifatnya situasional, lihat kemajuan di lapangan. Kalau jumlah orang dan pertambahannya bertambah maka akan terjadi kemacetan. Kalau jumlah orang tidak banyak maka lalu lintas akan normal seperti sedia kala,” tuturnya . .

Berikut laporan teknisnya:

– Jalan dari traffic light Harmoni menuju Jalan Merdeka Barat ditutup.

– Jalan Perwira menuju Jalan Merdeka Utara ditutup.

– Jalan Abdul Muis dan Jalan Merdeka Selatan ditutup.

– Lampu lalu lintas Sarinah arah Jalan Merdeka Barat ditutup.

Berbagai kelompok buruh se-Jabodetabek akan menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta pada Rabu (6/6/2024). Tindakan tersebut terjadi bertentangan dengan berbagai kebijakan pemerintah, mulai dari penambahan dana hibah Tapera hingga program Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di Pelayanan BPJS Kesehatan.

Ribuan buruh yang akan melakukan aksi ini berasal dari Jabodetabek dan banyak serikat pekerja seperti KSPI, KSPSI, KPBI, ​​​​dan Serikat Tani Indonesia (SPI) serta serikat perempuan PERCAYA, kata presiden Konfederasi tersebut. Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Selasa (4/6/2024).

Aksi dimulai pukul 10.00 dengan tempat pertemuan di depan pendopo dan bergerak menuju istana melalui kawasan Horseshoe Arena, lanjutnya.

Menurut Said Iqbal, kebijakan Tapera berdampak pada pekerja yang ekstra. “Bahkan setelah mencicil selama 10 hingga 20 tahun, pekerja masih belum terjamin bisa memiliki rumah,” tegasnya.

Selain itu, Jokowi dan para pembantunya di Tapera dinilai kehilangan tanggung jawab menyediakan perumahan. Sebab, Pemerintah hanya berperan sebagai penerima iuran, tidak mengalokasikan dana dari APBN maupun APBD.

Permasalahan lainnya adalah koin Tapera rawan korupsi, serta kurangnya transparansi dan kompleksitas dalam penerbitan koin, tambahnya.

Selain aksi penolakan PP Tapera, isu lain yang mengemuka dalam aksi ini adalah penolakan dana pendidikan tunggal (UCT) yang mahal, penolakan KRIS BPJS Kesehatan, penolakan omnibus law hak cipta lapangan kerja, dan penolakan laporan dan penolakan dana untuk sewa murah (HOSTUM).

Pendidikan yang seharusnya menjadi jalan menuju kehidupan yang lebih baik, kini menjadi beban akibat mahalnya Pajak Penghasilan Tunggal (SIT). Akibatnya, impian anak-anak pekerja untuk mendapatkan pendidikan tinggi semakin sulit karena biaya yang terus meningkat.

Sedangkan untuk Kamar Rawat Inap Standar (KRIS), para pejabat meyakini kebijakan ini akan menurunkan kualitas layanan kesehatan dan memperburuk layanan di rumah sakit yang sudah penuh sesak. Para pekerja meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan ini dan memastikan layanan kesehatan yang adil dan layak bagi semua.

Penolakan terhadap Omnibus Act UU Cipta Kerja kembali terulang. Kebijakan yang disebut-sebut mendorong investasi ini bagi pekerja merupakan simbol ketidakadilan yang melegitimasi eksploitasi. Fleksibilitas tenaga kerja melalui peningkatan kontrak bebas dan outsourcing hanya memudahkan pengusaha untuk memperlakukan pekerja hanya sebagai alat produksi, bukan sebagai manusia yang mempunyai hak dan martabat.

Wi Iqbal menilai UU Cipta Kerja juga berujung pada upah murah, upah rendah, PHK mudah, jam kerja fleksibel, dan banyak saksi tindak pidana yang ditindas.

“Jangan sampai kita ketinggalan, dalam aksi yang terjadi pada 6 Juni lalu, para buruh juga meminta diakhirinya Outsourcing Tolak Upah Rendah (HOSTUM). Situasi hidup mereka yang semakin sulit ibarat terjerumus dalam ketidakpastian yang terus ada,” ujarnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *