Sat. Sep 21st, 2024

Deteksi Dini TBC Mirip COVID-19, Ini 7 Langkah yang Dilakukan Kemenkes untuk Percepat Temuan Kasus

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta Mendiagnosis tuberkulosis atau tuberkulosis mirip dengan mendiagnosis Covid-19. Jika hal ini tidak diperiksa, diidentifikasi dan dilaporkan, jumlahnya akan tampak rendah, sehingga mengakibatkan pelaporan yang kurang. Keadaan ini menyebabkan perpindahan pasien TBC dan penyebaran infeksi akibat kurangnya pengobatan.

Berkat metode deteksi dini yang lebih massal, jumlah penderita TBC di Indonesia akan mencapai 724.000 pada tahun 2022.

“Sebelum pandemi, kasus TBC yang terdeteksi hanya menyumbang 40-45% dari perkiraan kasus TBC, sehingga masih banyak kasus yang tidak terdiagnosis atau tidak dilaporkan,” kata Direktur Departemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dr. Imran Pambudi di Jakarta mengutip informasi tertulis dari matthewgenovesesongstudies.com.

Jika jumlah penderita TBC terdeteksi, selain kemungkinan kesembuhan, angka kejadian infeksi juga bisa diturunkan.

Saat ini, Kementerian Kesehatan sedang meningkatkan deteksi dini tuberkulosis dan memperluas cakupan layanan berkualitas. Semakin cepat penderita tuberkulosis diobati, semakin besar pula peluang mereka untuk sembuh.

Kementerian Kesehatan melakukan tujuh tindakan berikut untuk mendeteksi tuberkulosis sejak dini:

Pertama, keterlibatan seluruh fasilitas kesehatan (fasyankes) pemerintah dan swasta di 34 provinsi, khususnya di 19 provinsi prioritas, melalui pendekatan kemitraan pemerintah dan swasta (PPM).

“Kegiatan partisipatif tersebut ditujukan kepada rumah sakit peserta program tuberkulosis (TBC), klinik, dan praktisi medis mandiri (DPM),” jelas Imran.

Kegiatannya meliputi konsultasi dan pelatihan internal, penyediaan jaringan akses uji laboratorium, khususnya uji cepat molekuler/TCM dan uji mikroskopis, serta program OAT (obat anti tuberkulosis) dan obat-obatan melalui logistik bahan habis pakai (OSH). , termasuk selongsong peluru, tabung dahak dan lainnya ke fasilitas pelayanan kesehatan.

“Dilanjutkan dengan feedback, on the job training (OJT) serta monitoring dan evaluasi secara berkala,” kata Imran.

Kedua, masuknya jaringan rumah sakit swasta besar dalam program anti TBC yang mencakup enam jaringan rumah sakit swasta terbesar di Indonesia seperti MPKU PP Muhammadiyah, Hermina, Siloam, Pertamina Bina Medika IHC, Primaya dan Mitra Keluarga. Kami bekerja sama dengan total 256 rumah sakit.”

“Tentu saja, jaringan rumah sakit swasta ini memiliki metrik keberhasilan yang bertujuan untuk meningkatkan deteksi TBC, diagnosis sesuai standar TCM, akses terhadap program obat/OAT untuk pasien TBC, keberhasilan pengobatan dan peningkatan kapasitas petugas kesehatan dalam memberikan layanan anti TBC. jelas Imran.

Kegiatan skrining TB di rumah sakit harus diperkuat, umpan balik harus diberikan setiap triwulan, dan kegiatan pemantauan dan evaluasi harus diluncurkan setiap semester untuk memantau kemajuan. Jaringan rumah sakit swasta menyediakan pengawasan, OJT dan bimbingan teknis.

Ketiga, jaringan rumah sakit dan klinik milik TNI dan POLRI harus dilibatkan. Jaringan ini mencakup 122 RS TNI dan 57 RS POLRI, serta 619 klinik TNI dan 598 klinik POLRI.

“Kegiatan penguatan potensi dan peran fasilitas pelayanan kesehatan TNI-POLRI di bidang skrining tuberkulosis. “Kami mengirimkan masukan dan monitoring serta evaluasi kegiatan triwulanan untuk memantau kontribusi fasilitas kesehatan TNI dan POLRI,” lanjut Imran.

Keempat, inovasi dalam pembiayaan program TBC di layanan kesehatan primer (PHC). Inovasi tersebut berupa insentif untuk tidak menghentikan pemberian layanan anti TBC kepada FKTP yang terlibat, meliputi tahap diagnosis, pengobatan dini dan pengobatan jangka panjang.

“Inovasi ini telah diuji coba di kota 6TB yaitu Kota Medan, Jakarta Utara, Kota Bogor, Kota Semarang, Kota Surabaya, dan Kota Denpasar. “Masa uji coba akan berlangsung dari Juli 2023 hingga Juni 2024.” – dia berkata.

Kelima, pendekatan TBC Coaching. Sementara itu, pelatihan dan pendampingan tenaga medis di bidang program anti tuberkulosis dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.

“Hal ini bertujuan untuk menerapkan layanan anti TBC yang berkualitas dan terstandar di fasilitas kesehatan. “Akan dilaksanakan di 28 kabupaten/kota pada tahun 2023 dan akan diperluas menjadi 80 kabupaten/kota pada tahun 2024,” tambah Imran, Direktur P2PM.

Keenam, menyediakan Unit Kredit Profesional (PCU) bagi tenaga kesehatan yang terlibat dalam penyediaan layanan anti TBC di fasilitas kesehatan. Ia bekerja sama dengan organisasi profesi dokter, perawat, tenaga kefarmasian, dan tenaga laboratorium.

Ketujuh, berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan di seluruh program dan fasilitas Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan kualitas layanan anti TBC di fasilitas kesehatan.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *