Wed. Sep 25th, 2024

DPR: Industri Tembakau Selalu Dianaktirikan dan Ditekan

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali mulai melakukan pemungutan suara terhadap rancangan peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tentang Kesehatan Tahun 2024. Kabarnya, didasarkan pada rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Faktanya, Indonesia bukanlah salah satu negara yang meratifikasi FCTC. Selain itu, negara lain tidak mempunyai pekerjaan pertanian atau tembakau seperti Indonesia. Salah satu ketentuan RPMK yang diusulkan Kementerian Kesehatan RI adalah mendukung pengenalan rokok polos tanpa merek di Indonesia.

Anggota Komisi DPR sepertinya menilai aturan sepihak ini mengatur tembakau hanya dari sisi kesehatan. Para pembicara menyoroti aspek penting lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam industri tembakau, seperti mata pencaharian petani dan pekerja yang membantu mendukung pertanian dan agroekosistem yang kuat, yang sayangnya masih belum sepenuhnya ditekankan oleh negara.

“Kita berkontribusi pada bingkai yang lebih besar yang membicarakan masalah tembakau seolah-olah itu hanya masalah (masalah kesehatan). Masalah kesehatan memang ada. Namun, tidak boleh menang dalam menekan sektor tembakau.” kita gagal memperkuat masalah tembakau,” kata Misbah Khan, Jumat (20/9/2024).

Misbah Khan percaya bahwa tembakau selalu diabaikan padahal negara memperoleh banyak manfaat dari industri ini. Negara harus melindungi tembakau dan kembali pada kepentingan nasional yang fokus pada tembakau sebagai komoditas utama nasional. Misbah Khan juga menyoroti adanya campur tangan asing dan organisasi antitembakau yang ingin menekan sektor tembakau melalui peraturan kesehatan seperti PP 28/2024 dan RPMK.

“Kami prihatin dengan persoalan yang diangkat dalam PP 28/2024. Padahal, menurut saya, PP28 jelas merupakan koalisi kelompok anti tembakau dan intervensionis asing yang ingin menyampaikan pesan bahwa tembakau hanya terkait dengan kesehatan. “Kita harus fokus pada hal itu,” tegasnya.

 

Melalui diskusi tersebut, Misbah Khan menyoroti masa depan industri tembakau yang bisa dikatakan menjadi satu-satunya industri nasional yang mendapat serangan campur tangan asing.

Oleh karena itu Misbahoon mengingatkan negara harus hadir dalam aturan yang logis mengenai prosedur dan mekanisme legislasi. Sebab jika seluruh ketentuan PP 28/2024 dan RPMK hanya terkait kesehatan maka akan berdampak pada industri yang rawan konflik.

Ia menyarankan agar pemerintah bersikap adil terhadap pemangku kepentingan produk tembakau dan tidak menjadikan tembakau sebagai alasan untuk menimbulkan masalah kesehatan.

“Karena tembakau mempunyai peranan yang luar biasa, maka ada hak buruh, petani dan lain-lain yang nasibnya harus dilindungi dan dilindungi karena perlindungan segenap bangsa dan segala pertumpahan darah adalah amanah konstitusi,” tutupnya.

Melihat tatanan hukum, Ali Radu, pakar hukum Universitas Trieste, menyoroti adanya campur tangan asing yang mengaburkan implementasi dan makna peraturan tembakau. “Jadi kami ragu apakah kami benar-benar berdaulat dari segi hukum atau tidak.” “Jadi, kami masih mencoba mencari tahu bagaimana RPMK ini akan berjalan,” imbuhnya.

 

Ali menjelaskan, cakupan isi RPMK sudah jauh melenceng dari aturan di atas, yakni PP 28/2024. Oleh karena itu, jika Kementerian Kesehatan ingin membuat aturan teknis turunannya sebaiknya mengacu pada PP 28/2024. Namun RPMK malah memberlakukan ketentuan peraturan yang diperluas dan diperketat serta melampaui peraturan acuan.

Berdasarkan aturan tersebut, Ali mencatat adanya produksi bahan yang tidak tercantum dalam PP 28/2024, namun sengaja diproduksi dalam RPMK. Salah satu aturan yang simpang siur dalam RPMK tersebut adalah terkait kualitas kemasan atau kemasan rokok generik tanpa merek yang tidak sesuai dengan rencana awal. Hal ini menunjukkan masih banyak spesifikasi dalam RPMK yang tidak efektif dan juga tidak efektif untuk dilaksanakan.

Poin terakhir saya, RPMK itu monopoli. Perlu disusun sedemikian rupa agar sesuai dengan berbagai peraturan perundang-undangan sebelum disetujui. Mudah-mudahan ini menjadi pandangan yang jelas dari segi hukum objeknya,” jelasnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *