Fri. Sep 20th, 2024

Game Bertema Kekerasan Bakal Diblokir Kominfo, Ini Respons BKKBN, KPAI dan Psikolog Anak

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta. Battle royale atau game kekerasan menimbulkan keresahan sosial. Pasalnya, permainan yang banyak digemari anak-anak ini diyakini bisa berdampak negatif terhadap perilaku anak.

Baru-baru ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menegaskan bahwa permainan semacam itu bisa diblokir jika diperlukan. Terkait hal tersebut, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasta Vardoyo pun memberikan jawabannya.

Menurutnya, anak-anak tidak boleh diisi dengan hal-hal yang mempengaruhi sikap dan standar moralnya.

“Kalau dikenalkan dengan game yang cenderung berdampak pada hubungan kekerasan, itu sangat berbahaya,” kata dr Hasta saat ditemui di Jakarta, Kamis (25/04/2024).

Sebelumnya, pada Januari hingga Maret 2024, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 327 pengaduan kekerasan terhadap anak. Dari 327 pengaduan, 383 kasus telah didaftarkan.

Menurut Komisioner KPAI Kavian, kasus pelecehan seksual paling banyak terjadi pada kategori Perlindungan Khusus Anak (PKA). Namun, ada juga kekerasan yang terjadi akibat game online.

“Kekerasan akibat game online memang tidak masuk 10 besar (kebanyakan), tapi ya, hanya saja tidak masuk 10 besar,” kata Kavian kepada Health matthewgenovesesongstudies.com melalui telepon, Kamis, 4 April 2024.

Ia menilai game online menjadi salah satu penyebab kekerasan terhadap anak, termasuk di lingkungan sekolah.

“Saya kira memang benar game online berdampak pada kekerasan terhadap anak karena game online banyak mengandung konten perkelahian. Dan individu melawan individu, dan kelompok melawan kelompok.’

“Jika anak-anak bermain game online terus-menerus, padahal isinya kekerasan atau perkelahian, maka lama kelamaan akan menyebabkan anak-anak menonton hal serupa,” jelas Kavian.

Hal senada juga diungkapkan Psikolog Anak Universitas Airlangga (Unair) Noor Aina Fardana. Menurutnya, game online yang mengandung konten kekerasan dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan kognitif pemainnya, terutama anak-anak.

Misalnya menimbulkan perilaku agresif, gangguan pengendalian emosi, kesulitan pengendalian diri, hambatan kognitif, kata Nur Ainy kepada Health matthewgenovesesongstudies.com melalui pesan tertulis, Kamis, 4 April 2024.

Ia menambahkan, game online merupakan sumber daya yang memiliki kekuatan besar. Ia tidak hanya dapat mengirimkan pesan melalui pendengaran, tetapi juga melalui penglihatan. Hal ini berdampak pada otak, terutama pada lobus frontal.

Area otak ini berfungsi untuk pengendalian diri, perilaku agresif, dan pengambilan keputusan. Pada anak-anak, fungsi ini belum sepenuhnya berkembang.

“Pada usia ini, anak-anak sering berperilaku sesuai dengan apa yang dilihatnya di lingkungan sosialnya. Jika sering dihadapkan pada permainan yang berkonten kekerasan, maka mereka akan menirunya,” ujarnya.

Anak selalu meniru apa yang dilihatnya, lanjut Noor Ayny, sehingga setelah memainkan game yang mengandung kekerasan, anak cenderung akan meniru kekerasan tersebut. Anak-anak bisa saja melakukan kekerasan ini bersama temannya.

“Menurut temuan penelitian, yang juga diterbitkan dalam jurnal Developmental Psychology, anak-anak yang senang bermain game kekerasan mungkin sampai pada kesimpulan bahwa tindakan kekerasan adalah cara yang efektif dan tepat untuk mengatasi konflik dan kemarahan.”

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, pelaku kekerasan cenderung bereaksi lebih agresif, bahkan terhadap hal-hal yang tidak disengaja. Misalnya saja karena kamu terjatuh.

“Studi mengenai efek permainan tersebut menunjukkan bahwa setelah satu minggu, anak terus menerus memainkan permainan yang mengandung kekerasan, seperti permainan aksi, yang dapat menyebabkan perubahan pada wilayah otak terkait fungsi kognitif dan kontrol emosi,” jelas Noor.

Mengingat bahayanya game online kekerasan atau game online bertema Battle Royale, KPAI menghubungi berbagai kementerian termasuk Cominfo.

“Kami bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Budi Arieh Setiadi) pada Senin (25/3). “Kami banyak mengeluarkan rekomendasi kepada Kominfo untuk mengendalikan konten negatif, termasuk game online,” kata Kavian.

KPAI juga merekomendasikan pelarangan game online berkonten kekerasan di Indonesia. “Kami sarankan untuk melarangnya (game online yang mengandung kekerasan) karena banyak anak-anak yang menjadi korban, kami sangat merekomendasikannya.”

Usulan KPAI disambut baik oleh Kominfo dengan rencana penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding untuk memperkuat kerja sama menjamin perlindungan anak di ranah digital.

“Saat ini kami sedang menyiapkan Nota Kesepahaman, setelah Idul Fitri, Menteri (Menkominfo) meminta agar segera ditandatangani setelah Idul Fitri,” kata Kavian.

Lebih lanjut, Kavian mengatakan pencegahan dan pemberantasan dampak game online tidak bisa dilakukan hanya oleh satu kementerian atau satu lembaga saja.

“Pencegahannya harus dilakukan bersama-sama, misalnya Kemendikbud, Kemenag, Cominfo, KemenPPPA. “Kemendagri juga perlu terlibat karena mereka mempunyai aparat di daerah yang bisa membantu sosialisasi pentingnya mencegah anak menjadi korban game online,” tutupnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *