Fri. Sep 20th, 2024

Gunakan Wifi Tetangga Tanpa Izin, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Seiring berjalannya waktu, penggunaan jaringan WiFi semakin meluas. Di sekitar rumah atau tempat tinggal terdapat jaringan WiFi yang terhubung dengan smartphone pribadi.

Biasanya jaringan WiFi dikelola oleh pemiliknya agar semua orang dapat mengaksesnya. Namun bagaimana jika jaringan wifi terhubung tanpa password dan ada yang menggunakannya tanpa izin?

Hal serupa dibahas dalam Islam. Menurut situs Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), menggunakan Internet tanpa izin pemiliknya jelas dilarang.

“Ini melibatkan perampasan hak orang lain secara tidak adil. “Hak dalam konteks ini tidak hanya mencakup harta benda, tetapi juga sistem lainnya,” jelas kelompok layanan syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Islam Kementerian Agama RI. 2024.

Muhammad az-Zuhri al-Ghamrawi as-Siraj al-Wahhaj ala Matan al-Minhaj menjelaskan tentang kemarahan:

كِتَابُ الْغَصَبِ هُوَ لُغَةً اَخْضُ الشَّيِ Tuhan memberkati َقٍّ وَالْحَقُّ يَشْمَلُ ال ْمَالَ وَغَيْرَهُ

“Penafsiran marah, bahasa marah, mengambil sesuatu yang tidak adil, menguasai hak orang lain secara syariat. Sedangkan pengertian hak di sini mencakup harta benda dan hal-hal lain” (Muhammad az-Zuhri al-Ghamrawi, as-Siraj al – Wahhaj ala ala Matan al-Minhaj, [Beirut: Dar al-Fikr, tt], 266 halaman ).

Oleh karena itu, dilarang mengakses WiFi atau Internet orang lain tanpa izin karena termasuk dalam kategori pelecehan.

“Beda kalau pemilik WiFi menyalakannya ke siapa.”

“Itulah alasan terbaik untuk meminta izin kepada pemiliknya sebelum menggunakan internet orang lain.”

Tak hanya tetangga, kemarahan juga ada di pihak pesantren.

“Tradisi kebencian ditemukan hampir di mana-mana. Maslakul Huda Kajen, Pengajar Pondok Pesantren Maslakul Huda Kajen mengatakan: Menggunakan barang orang lain tanpa izin, bahkan tanpa niat untuk memilikinya, dianggap perbuatan buruk. Pendidikan.”, Pati, Nyai Hj Tutik Nurul Jannah, NU Online.

Tutik menemukan bahwa kemarahan disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang muncul di pesantren karena lingkungan pergaulan atau kehidupan bersama.

“Dalam kehidupan sehari-hari mereka terbiasa menggunakan benda-benda yang berbeda secara bersamaan dan berurutan. Dalam hal ini, barang pribadi otomatis menjadi milik pribadi, seperti sepatu, ember, hijab, dan lain-lain. akan dianggap sebagai item umum. Namun penggunaannya bergantian tanpa meminta izin pemilik aslinya, kata Tutik.

Meski sudah menjadi kebiasaan, Tutik mengatakan hal itu tidak boleh dibiarkan dan tidak boleh ditoleransi.

Kemarahan bukanlah masalah bagi pelajar zaman dahulu. Namun jika terus berlanjut maka akan terus berlanjut hingga siswa tersebut lulus Belajar Islam.

Menantu KH MA Sahal Mahfoudh mengatakan “Hal ini tentu akan menjadi internet buruk yang akan menulari santri dan merugikan orang lain di kemudian hari serta akan berdampak lebih buruk bagi pondok pesantren”.

Tutik mengingatkan, kemarahan harus segera disikapi dengan baik. Meski hal ini tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat, namun ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah perlunya kesatuan pandangan mengenai kemarahan itu sendiri dari kalangan pendidik, administrator, dan siswa.

Kejujuran di masa depan penting karena jika menganggap kemarahan bukanlah suatu masalah, maka ia tidak akan berusaha memutus rantai kebiasaan buruk tersebut.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *