Sun. Sep 8th, 2024

Harga Saham AMD dan Intel Merosot, Ada Apa?

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Saham Advanced Micro Devices (AMD) dan Intel anjlok pada Jumat 12 April 2024 setelah The Wall Street Journal memberitakan bahwa China memerintahkan perusahaan telekomunikasi terbesar di negara itu untuk berhenti menggunakan chip asing.

Menurut laporan CNBC, Sabtu (13/4/2024), pejabat Tiongkok awal tahun ini mengeluarkan perintah agar sistem telekomunikasi digantikan oleh pabrikan non-Tiongkok pada tahun 2027. Laporan tersebut menyebutkan perintah tersebut akan berdampak pada AMD dan Intel.

Saham AMD ditutup menguat 4,2% pada hari Jumat di USD 163,28 atau setara Rp 2,6 juta (dengan kurs Rp 16.117 per dolar AS), sedangkan Intel turun 5,2% menjadi 35,69 USD atau setara Rp 575.244.

Tidak ada pihak yang mengomentari perintah Tiongkok tersebut. Tiongkok akan menyumbang 27% pendapatan Intel pada tahun 2023, menjadikannya pasar terbesar perusahaan. AMD menghasilkan 15% penjualan di China, termasuk Hong Kong, tahun lalu.

Ketergantungan pada Tiongkok menggarisbawahi pentingnya negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini meskipun terdapat peraturan AS yang bertujuan untuk membatasi ekspor chip negara tersebut dan upaya Tiongkok untuk mengurangi ketergantungannya pada teknologi asing.

Pada bulan Desember, Tiongkok menetapkan pedoman baru untuk mengecualikan chip AS dari komputer dan server pemerintah, memblokir produsen AMD dan Intel, Financial Times melaporkan bulan lalu.

Pada bulan Oktober 2022, Amerika Serikat memperkenalkan peraturan yang dirancang untuk membatasi akses Tiongkok terhadap chip-chip canggih Amerika, terutama yang penting bagi teknologi kecerdasan buatan.

Akhir tahun lalu, Amerika Serikat mengumumkan pembatasan baru untuk mencegah penjualan lebih banyak chip AI ke Tiongkok untuk menutup celah dalam peraturan sebelumnya.

Telah dilaporkan bahwa Tiongkok telah mengeluarkan pedoman baru yang akan menghapuskan secara bertahap produsen komputer dan server pemerintah AS. Dengan cara ini, Tiongkok secara efektif memblokir chip Intel dan AMD.

Demikian laporan Financial Times, menurut CNBC, Senin (25/3/2024). Laporan tersebut mengatakan bahwa pedoman pengadaan yang diumumkan pada tanggal 26 Desember telah diterapkan dan akan mempengaruhi sistem operasi Windows, dan perangkat lunak database Tiongkok kini mulai berperan di negara tersebut.

Badan-badan negara di tingkat kota juga diperintahkan untuk membeli peralatan dan sistem operasi yang “aman dan andal”. AMD dan Intel menolak mengomentari laporan tersebut.

Langkah ini dilakukan pada saat negara yang diselimuti bambu ini sedang meningkatkan industri semikonduktor dalam negeri dan mengurangi ketergantungannya pada teknologi asing.

Semikonduktor, komponen utama yang ditemukan pada perangkat mulai dari ponsel pintar hingga perangkat medis, telah menjadi pusat perang teknologi antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

Amerika Serikat telah memberlakukan pembatasan ekspor untuk memblokir akses Beijing terhadap peralatan dan teknologi semikonduktor utama.

Pada bulan Oktober 2022, Amerika Serikat mengeluarkan peraturan yang bertujuan membatasi kemampuan Tiongkok untuk mengakses, memperoleh, dan memproduksi chip semikonduktor canggih di tengah kekhawatiran bahwa Tiongkok dapat menggunakannya untuk tujuan militer.

Amerika Serikat kemudian mengeluarkan peraturan baru pada Oktober 2023 untuk mencegah perusahaan desain chip AS, Nvidia, menjual rahasianya ke Tiongkok.

Sejak tahun 2019, perusahaan teknologi Tiongkok seperti Huawei dan produsen SMIC terbesar di Tiongkok telah terkena sanksi AS yang bertujuan membatasi akses terhadap teknologi canggih. SMIC juga tidak dapat memperoleh mesin litografi UV yang diperlukan untuk pembuatan chip canggih ASML.

Menurut survei CINNO yang berbasis di Shanghai, embargo teknologi yang dipimpin AS telah membantu meningkatkan pendapatan pembuat chip Tiongkok. 10 produsen peralatan terbesar di Tiongkok melaporkan peningkatan pendapatan sebesar 39 persen pada paruh pertama tahun 2023 dibandingkan tahun lalu.

Saham tersebut awalnya dilaporkan akan dijual pada Jumat 12 April 2024 karena kekhawatiran terhadap inflasi dan geopolitik kembali membebani sentimen di Wall Street.

Selain itu, koreksi saham perbankan juga membebani pasar. Melansir CNBC, Sabtu (13/4/2024), pada penutupan perdagangan Wall Street Jumat pekan ini, Dow Jones Industrial Average turun 475,84 poin atau 1,24 persen menjadi 37.983,24. S&P 500 turun 1,46% menjadi 5.123,41 poin. Nasdaq turun 1,6 persen menjadi 16.175,09.

Sepanjang sesi perdagangan, Dow Jones turun sekitar 582 poin atau 1,51 persen. S&P 500 turun 1,75 persen.

Untuk minggu ini, S&P 500 turun 1,56 persen. Dow Jones turun 2,37 persen. Nasdaq turun 0,45 persen.

Sementara itu, saham JPMorgan Chase turun lebih dari 6 persen setelah melaporkan hasil kuartal pertamanya. JPMorgan Chase mengatakan pendapatan bunga bersih akan menyusut pada tahun 2024. Kepala Eksekutif Jamie Dimon juga memperingatkan bahwa inflasi yang tinggi masih membebani perekonomian.

Selain itu, saham Wells Fargo turun 0,4 persen setelah melaporkan hasil kuartalan terbarunya. Saham Citigroup turun 1,7% meskipun melaporkan pendapatan yang mengalahkan perkiraan.

Di sisi lain, harga minyak terus naik seiring Israel dikabarkan sedang mempersiapkan serangan langsung ke Iran pada pekan ini. Ini akan menjadi ketegangan terbesar sejak perang antara Israel dan Hamas pecah pada bulan Oktober. Harga minyak AS sebesar 85,66 USD per barel setelah menguat menjadi 87 USD.

Hal ini, bersama dengan data impor AS yang baru, menambah kekhawatiran mengenai inflasi yang membebani pasar.

“Kami mendapatkan lebih banyak sentimen risk-on selama akhir pekan. Anda melihat peralihan ke perdagangan yang lebih aman, dolar AS yang lebih kuat, dan kita melihat aksi jual saham,” kata Chief Investment Officer Bank of America Rob Howarth.

Ia menambahkan, hal ini terjadi setelah data inflasi menunjukkan perekonomian masih sangat panas dan inflasi masih ada. “Itulah yang menyebabkan investor menyesuaikan ekspektasi mereka terhadap The Fed.” “Ini adalah beberapa alasan untuk berhati-hati selama akhir pekan,” kata Howarth.

Konsumen juga lebih khawatir terhadap tingginya inflasi yang terus berlanjut. Indeks sentimen konsumen bulan April mencapai 77,9, di bawah perkiraan konsensus Dow Jones sebesar 79,9, menurut survei konsumen Universitas Michigan. Inflasi diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 dan seterusnya.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *