Sun. Sep 22nd, 2024

Hari Meteorologi Sedunia 23 Maret, Ingatkan Dampak Perubahan Iklim

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – Pada tanggal 23 Maret 1950, sebuah organisasi khusus di bidang meteorologi bernama World Meteorological Organization (WMO) didirikan. Hari pendirian organisasi ini juga diperingati sebagai Hari Meteorologi Sedunia (WMD).

Guru Besar, Direktur Jenderal Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). II. Maret 2023, Dwikorita Karnawati, MSc, Ph.D., dikutip dari Laman Antara, Kamis (21 Maret 2024), menyebutkan suhu rata-rata global lebih tinggi 1 derajat Celcius dibandingkan sebelum revolusi industri tahun 1850 hingga 1900.

Di Indonesia, BMKG melaporkan 99 persen gletser di Gunung Jayawijaya mencair akibat kenaikan suhu global.

Berdasarkan penelusuran BMKG, kini luasnya sekitar 2 kilometer persegi atau 1 persen dari luas semula sekitar 200 kilometer persegi.

Analisis BMKG memperkirakan pada tahun 2025 tidak akan ada lagi es di puncak Jayawijaya, dan akan habis seiring dengan terus meningkatnya gas rumah kaca yang menghangatkan atmosfer bumi.

Gas rumah kaca yang ada di atmosfer antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen dioksida (N2O), metana (CH4), dan freon (SF6, HFC, dan PFC). CO2 dianggap paling rentan terhadap dampak pemanasan global.

Meningkatnya suhu di Indonesia telah memperpendek periode terulangnya anomali iklim El Niño dan La Niña, dari 5 hingga 7 tahun sejak tahun 1950 hingga 1980 menjadi hanya 2 hingga 3 tahun sejak tahun 1981 hingga saat ini.

Semua fenomena tersebut dapat menyebabkan peningkatan intensitas dan durasi cuaca ekstrem basah dan kering, yang pada akhirnya juga dapat mempengaruhi ketahanan pangan dalam negeri.

Frekuensi dan durasi kejadian cuaca ekstrem juga meningkatkan frekuensi, intensitas, durasi, dan frekuensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, badai tropis, angin topan, dan kekeringan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan 95% dari seluruh bencana di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi karena kondisi sangat basah. Salah satu pemicunya adalah kelainan iklim.

Oleh karena itu BMKG meyakini masyarakat internasional, termasuk Indonesia, perlu mengambil langkah awal yang mendesak untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pemicu peningkatan suhu global agar generasi mendatang dapat hidup lebih baik.

Saat ini hanya ada 33 observatorium Global Atmospheric Watch (GAW) di dunia, salah satunya terletak di Bukit Kototabang, Sumatera Barat, Indonesia.

Stasiun ini merupakan salah satu stasiun jaringan dunia dengan kemampuan mengamati, mengumpulkan, mendistribusikan, mengolah dan menganalisis komposisi kimia atmosfer, gas rumah kaca, dan parameter fisik atmosfer.

Pada tahun 1996, tingkat konsentrasi CO2 gas rumah kaca yang diukur di GAW Bukit Kotabang adalah 372 bagian per juta (PPM), dan pada tahun 2022, konsentrasi CO2 diperkirakan meningkat menjadi 413 PPM.

Para ahli mengatakan, pencapaian angka 400 PPM merupakan sebuah rekor dalam sejarah umat manusia dan menunjukkan betapa cepatnya peningkatan emisi akibat konsumsi manusia selama satu abad terakhir.

Indonesia harus mampu menjaga kadar CO2 di bawah 450 PPM. Pasalnya, terdapat kekhawatiran jika konsentrasi CO2 melebihi 450 PPM, kejadian cuaca ekstrem yang parah akan lebih sering terjadi dan durasinya menjadi lebih lama.

Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat seperti saat ini, diperkirakan pada akhir abad ke-21, suhu akan meningkat sebesar 3,5 hingga 4 derajat Celcius, tiga kali lipat dari suhu saat ini.

Terlihat bahwa suhu di Indonesia mulai meningkat hingga 1,1 derajat Celcius sejak tahun 1990, relatif sedikit lebih rendah dibandingkan rata-rata global sebesar 1,2 derajat Celcius. Meningkatnya suhu di Indonesia tidak lepas dari dampak gas rumah kaca dan konversi lahan.

Berdasarkan data 91 stasiun BMKG, suhu rata-rata di Indonesia pada tahun 1991 hingga 2020 berkisar antara 21,3 derajat Celcius hingga 26,8 derajat Celcius, dan suhu rata-rata pada tahun 2022 sebesar 27 derajat Celcius.

Meskipun BMKG rutin mengeluarkan peringatan dini, namun untuk mengakses informasi tersebut masih memerlukan tindakan aktif dari masyarakat, terutama di tingkat akar rumput.

Pemancing harus memiliki akses independen terhadap informasi ketinggian angin dan gelombang untuk memutuskan kapan akan berlayar. Petani juga harus mampu mengecek informasi iklim dan cuaca secara mandiri untuk mengidentifikasi jenis tanaman yang sesuai.

Selain itu, BMKG saat ini sedang mengambil langkah maju dalam hal inovasi di bidang prakiraan cuaca. BMKG baru bisa memberikan peringatan dini 30 menit sebelum kejadian.

Peringatan dini di Indonesia diberikan secara bertahap, dimulai enam bulan sebelum kejadian dan diperbarui setiap bulan, minggu, dan tiga hari hingga 30 menit sebelum kejadian.

Sistem peringatan dini yang berlapis-lapis tidak terlepas dari letak Indonesia yang berada di antara benua Asia dan Australia, samudera Hindia dan Pasifik, serta wilayah pegunungan Indonesia.

Situasi ini memberikan potensi perubahan cuaca yang cepat, berbeda dengan negara-negara kontinental yang cuacanya tidak dinamis dan serumit Indonesia. Oleh karena itu, prediksi di Indonesia lebih cenderung salah, bukan karena datanya yang kurang akurat karena peralatannya yang kurang canggih.

Perlu diketahui, BMKG secara rutin memberikan pelatihan kepada negara-negara di Pasifik, sebagian Asia, dan Afrika. Artinya kita percaya BMKG dan kualitas data kita setara dengan Australia, negara maju di Asia dan Eropa.

Namun dalam bidang penanggulangan bencana, selain penguatan elemen struktural peringatan dini, respon masyarakat dalam tindakan dini juga tidak kalah pentingnya. Sebab secanggih apapun kesiapsiagaan peringatan dini, jika tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat dan kemampuan tanggap maka prioritas pencegahan bencana tidak akan tercapai.

Oleh karena itu, kita perlu terus memperkuat literasi iklim secara signifikan dengan menyasar masyarakat di berbagai segmen melalui kolaborasi multi-pihak untuk mempercepat kesadaran akan tindakan dini di masyarakat.

BMKG memiliki program prioritas yang sangat baik: kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) untuk petani dan literasi iklim untuk generasi muda dan komunitas lokal. Melalui program ini, BMKG berinteraksi langsung dengan pengguna akhir informasi.

Melalui SLI diharapkan menjadi bagian dari pertanian cerdas iklim yang berujung pada ketahanan pangan nasional. SLI dan literasi iklim bagi generasi muda dan komunitas juga diharapkan menjadi bagian dari dukungan program pemerintah dalam upaya pemberdayaan masyarakat lokal untuk melaksanakan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sendiri.

Menjelang Hari Meteorologi Sedunia tahun ini, BMKG tentunya akan terus meningkatkan pelayanannya dengan meningkatkan observasi, analisis, peramalan, dan perhitungan numerik.

BMKG berharap pelayanan informasi dan penyebaran informasi dapat semakin ditingkatkan. Selain itu, kami memperkuat analisa dan meningkatkan sumber daya manusia dengan mencetak 500 dokter baru di BMKG, didukung dengan peralatan teknologi terkini dan mampu menghadapi dinamika cuaca laut Indonesia.

Kesadaran cuaca dan kesadaran iklim diharapkan menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia dan menjadi penting untuk menghindari kejadian ekstrim yang dapat menimbulkan bencana.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *