Thu. Oct 10th, 2024

HM Sampoerna Minta Kenaikan Cukai Tembakau Lebih Perhatikan Data Mutakhir

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta – PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) mengomentari penurunan pendapatan dari edukasi tembakau. Kementerian Keuangan melaporkan pendapatan tembakau dari produksi hasil tembakau mencapai Rp 77,94 miliar pada Mei 2024. Angka tersebut turun 13,35 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 89,95 triliun.

Presiden Sampoerna Ivan Kahyadi mengatakan hal itu tidak lepas dari pajak tembakau yang terus meningkat. Situasi ini berpotensi mendorong penyebaran rokok ilegal. Pada saat yang sama, perekonomian Indonesia masih tumbuh dari sisi PDB. Meski daya beli masyarakat lemah.

“Hal-hal tersebut tidak hanya berdampak pada industri tembakau, tetapi industri tembakau menghadapi kondisi perekonomian seperti itu. Rokok ilegal juga semakin meningkat,” kata Ivan dalam pidato publiknya, Senin (29/7/2024). .

Menurut Ivan, minimnya penerimaan pajak juga menjadi salah satu faktor terciptanya pasar tembakau ilegal. Pada semester I 2024, tarif cukai rokok golongan I akan naik sebesar 5 persen.

“Hal-hal ini sangat perlu kita perhatikan, termasuk kebijakan kenaikan harga ke depan. Kami berharap hal-hal tersebut dapat dipertimbangkan oleh pemerintah untuk menjamin stabilitas industri tembakau legal,” tambah Ivan.

 

Perusahaan berharap parameter kenaikan harga juga bisa menggunakan data yang terukur, seperti inflasi. Juga untuk perlindungan terhadap SKT atau produk tembakau lainnya. Berdasarkan laporan keuangan perseroan yang diungkapkan Bursa Efek Indonesia (BEI), total penjualan HMSP pada semester I 2024 tercatat sebesar Rp 57,82 triliun.

 

 

 

Pendapatan tersebut meningkat 2,96 persen dibandingkan penjualan pada kuartal I 2023 yang tercatat Rp 56,15 triliun. Dari pencapaian tersebut, perseroan membukukan laba berjalan kepada pemilik entitas utama hingga 30 Juni 2024 sebesar Rp 3,32 triliun. Laba tersebut turun 11,55 persen dibandingkan laba semester I 2023 yang tercatat Rp 3,75 triliun.

Aset perseroan per 30 Juni 2024 tercatat sebesar Rp51,02 triliun, turun dibandingkan akhir tahun lalu sebesar Rp55,32 triliun. Komitmen sampai dengan akhir Juni 2024 meningkat dari Rp25,45 triliun pada Desember 2023 menjadi Rp25,92 triliun. Sementara modal ekuitas mengalami penurunan menjadi Rp25,1 triliun per 30 Juni 2024 dari posisi akhir tahun lalu sebesar Rp29 triliun. .

Sebelumnya, pelaku usaha ritel dan usaha kecil menengah (UKM) menolak kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025. Impor tembakau yang meningkat dua digit setiap tahunnya telah memberikan tekanan pada pendapatan usaha kecil. . Saat ini kontribusi usaha kecil mencapai 60 persen terhadap total produk dalam negeri. 

Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Retail dan Koperasi Seluruh Indonesia (Akrindo) Anang Zunaedi mengatakan kemungkinan kenaikan pajak tembakau yang lebih tinggi pada tahun depan mengkhawatirkan dan mengkhawatirkan bagi para pedagang dan usaha kecil menengah di Indonesia.

Tingginya kenaikan pajak rokok telah menurunkan kemampuan membeli rokok kena pajak. Hal ini juga membuka peluang penghentian rokok ilegal bagi masyarakat, karena permintaan konsumen terhadap rokok di Indonesia sama, namun daya beli mereka tidak bisa menandingi kenaikan pajak.

“Pajak rokok yang terus meningkat memaksa konsumen beralih ke produk tembakau bebas pajak. Karena jika cukai naik, masyarakat akan menggunakan uangnya sesuai kemampuannya,” ujarnya baru-baru ini saat berbincang dengan media.

 

 

Bagi Anang, kenaikan pajak tembakau pada tahun depan diperkirakan akan memperburuk situasi rokok ilegal dan menyulitkan pedagang kecil.

“Sekitar 50 persen penjualan pedagang kecil adalah rokok, dan sebagian besar pedagang menjual rokok, karena ini produk yang fast moving. Kalau cukai naik lagi, akan sangat rentan membuat pedagang,” tegasnya.

Selain itu, tujuan kenaikan pajak tembakau tidak mampu meningkatkan pendapatan negara dari pajak tembakau dan melambat. Dengan adanya efek ganda tersebut, Anang menelusuri bagaimana kebijakan penggandaan cukai berdampak buruk bagi masyarakat, pengusaha kecil, dan pemerintah.

Sebagai pelaku usaha, AKRINDO berupaya untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk tidak menjual rokok ilegal dalam usahanya. Namun, meningkatnya prevalensi tembakau ilegal sering kali menghancurkan pendapatan usaha ritel, baik besar maupun kecil, yang berusaha mematuhi undang-undang yang ada.

Anang berharap pemerintah benar-benar mengkaji ulang kebijakan kenaikan pajak tembakau yang telah diterapkan beberapa tahun terakhir, agar kebijakan yang diterapkan pada tahun depan bermanfaat dan berdampak positif bagi semua pihak.

“Alangkah baiknya jika pemerintah menggunakan kebijakan yang berdampak pada perekonomian masyarakat agar mendapatkan multiplier effect yang baik,” ujarnya.

Tak hanya kemungkinan kenaikan pajak tembakau, Anang juga prihatin dengan Proyek Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang mengancam keberlangsungan usaha retail dan UKM di seluruh Indonesia. Sebab jika dialihkan, banyaknya zat antitembakau di Kementerian Kesehatan, seperti jarak penjualan tembakau 200 meter dari lembaga pendidikan, akan berdampak langsung pada pendapatan pedagang kecil.

“RPP Kesehatan terbaru ini sangat terbatas bagi para penjual atau seller baik koperasi maupun usaha kecil menengah, dimana pembatasan wilayah penjualan berdampak besar bagi kami. Meski situasi perekonomian saat ini sedang lemah,” kata Anang.

 

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *