Fri. Sep 20th, 2024

Hutan Sakral Dikonversi Jadi Kebun Sawit, Ahli Waris Lapor Polisi

By admin May7,2024 #Budaya #Dayak #kapuas #Sawit #situs

matthewgenovesesongstudies.com, Palangka Raya – PT Bina Sarana Sawit Utama (PT BSSU) yang beroperasi di Desa Marapit, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah didakwa merampas lahan milik warga. Perusahaan sawit tersebut dituding merusak situs bersejarah dan nilai budaya masyarakat Dayak Ngaju melalui aktivitas pembukaan lahan.

Menurut Ketua Kalimantan Tengah Watch Men Gumpul, pada tahun 2022 PT BSSU berencana membuka lahan sekitar 15 menit dari Desa Marapit. Di dalamnya terdapat Palawan, Kaleka, batu keramat atau celah, yang dibangun dan dipelihara oleh mendiang Ajak Jaya sejak sekitar tahun 1945.

“Dalam budaya Dayak, Kaleka merupakan taman tua yang telah diubah menjadi taman dan dipelihara secara turun temurun. Sedangkan Palawan merupakan hutan yang tidak boleh dirusak, sedangkan Keramat atau Takatu merupakan tempat penghormatan,” jelas Gumpul. Jumat (29 Maret 2024).

Akibat pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, Kaleka yang banyak ditumbuhi tanaman buah-buahan seperti nangka, langsat, dan durian milik warga desa, ditebang habis. Begitu pula dengan Palawan atau hutan khusus yang memiliki status sangat sakral bagi suku Dayak Ngaju, dirusak dan pohon-pohonnya ditebang.

Ironisnya, keturunan Ajak Jaya yang mewarisi pengelolaan lahan tidak mendapat pemberitahuan atau koordinasi dari pihak perusahaan. Mereka juga tidak menerima kompensasi atas lahan dan tanaman mereka yang hancur. Namun, kata Gumful, “Sudah tujuh kali pertemuan antara ahli waris Ajak Jaya dengan perusahaan pertanahan, namun belum tercapai kesepakatan.”

Akibat kejadian tersebut, keluarga besar keturunan Ajak Jaya melaporkan dugaan pengrusakan dan perampasan tanah ke Polda Kalteng pada 29 Januari 2024. Salah satu ahli waris, Sudarwana Sakri menjelaskan, pihaknya terus mengelola lahan tersebut. Keberadaan batu keramat atau pecahan yang terakhir dipugar pada tahun 2012, jauh sebelum perusahaan masuk, menjadi buktinya.

“Tempat suci ini namanya Sakre Amai Suling, nenek moyang sakti di kawasan itu,” kata Sudarwana usai melakukan upacara di sini, Rabu (27 Maret 2024).

Kapel itu sudah terletak di tengah pepohonan lebat. Namun setelah rombongan datang, bangunan berukuran 3㎡ itu kini berada di lahan luas tanpa pohon besar dan hanya terlihat tanah liat merah. Begitu pula dengan Hutan Terlarang di Palawan, dan umumnya di perbukitan, kini terlihat sepi. Di sini, pohon-pohon besar yang berumur puluhan hingga ratusan tahun sudah menghilang.

Jumrit K Abes, Kepala Desa Marapit, menolak berkomentar saat diminta menjelaskan kegiatan perusahaannya. Ia menegaskan, pemerintah desa tidak terlibat dalam aktivitas perusahaan di wilayah tersebut.

Di sisi lain, banyak warga dan ahli waris Ajak Jaya yang menduga Jumrit berpihak pada perusahaan. Hal ini terlihat dari sikapnya yang cenderung bungkam terhadap urusan perusahaan dan sikapnya yang menyulitkan warga dalam urusan pertanahan.

Martin yang mengaku sebagai perwakilan humas PT BSSU membantah perusahaan melakukan perusakan tempat suci melalui aktivitas pembukaan lahan. Ia menolak bertemu dan memberikan informasi terkait hal tersebut.

“Saya belum mendapat izin dari pimpinan dan kasus ini masih berlanjut di Polda Kalteng,” kata Martin melalui sambungan telepon.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *