Tue. Oct 8th, 2024

Indonesia Masih Ketergantungan Bahan Baku Pangan Impor, Apa Solusinya?

matthewgenovesesongstudies.com Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Jakarta Ketua Umum Adhi S. Lukman mengetahui bahan baku pangan banyak yang diimpor. Menurut dia, sebagai solusinya perlu dilakukan penguatan subordinasi dan perubahan pola pikir petani.

Informasinya sekitar 70-100 persen bahan baku pangan masih diimpor. Sementara itu, industri dalam negeri terus berkembang seiring berjalannya waktu. Adhi mengatakan, pemerintah perlu menyusun strategi besar untuk menyikapi permasalahan tersebut.

“Kita harus punya strategi pemerintah yang besar dulu, kita harus melaksanakannya dari atas ke bawah, dimana kalau kita ingin menjadi negara dengan industri besar, kita harus menyesuaikan kebijakan pemerintah untuk mendukung hilirnya,” Adhi. dikatakan. Dikutip dalam konferensi pers Food Ingredients Asia 2024 di Jakarta, Selasa (23/7/2024).

Menurut dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meletakkan dasar atas tren penurunan tersebut. Namun kebijakan tersebut dinilai perlu diikuti oleh kementerian dan lembaga yang menangani kalangan atas. Bahan baku di industri hilir diharapkan tidak lagi harus diimpor.

“Sinkronisasi hulunya saya kira, itu kuncinya. Kalau lokomotifnya dari cabang hilir, maka gerbong hulu harus ikut, jangan sampai gerbong naik lokomotif lain. Itu masalahnya. Itu masalah terbesarnya. , “tegasnya.

Pada saat yang sama, terdapat permasalahan pada ketersediaan lahan dan air. Ia mengatakan, sebenarnya banyak daerah yang bisa didukung bahan bakunya, namun volumenya masih sedikit.

Dengan luas yang kecil, biayanya cukup tinggi. Akhirnya bahan baku yang dihasilkan menjadi mahal dan harus diimpor. “Karena Indonesia itu kaya, kecil, kecil, kecil, kecil, jadi tidak punya skala ekonomi, ujung-ujungnya mahal, lebih baik impor daripada urus yang kecil-kecil,” ujarnya.

 

Dalam konteks bahan baku pangan, Adhi menyarankan perubahan pola pikir petani. Pertama, mengarah pada industrialisasi pertanian.

Ia tidak mengatakan petani harus menyerahkan lahannya kepada pelaku industri, namun menyarankan agar hal itu bisa dilakukan dengan mengelompokkan atau mengelompokkan petani agar saling berintegrasi.

“Dengan demikian, petani dapat memiliki lahan kecil, namun harus siap mengelolanya dalam satu cluster agar memiliki skala ekonomi yang memadai, mengurangi biaya, meningkatkan produktivitas, dan lain-lain, agar mampu melakukan mekanisasi, otomatisasi, dan penerapan sistem cerdas. pertanian,” jelasnya.

Ia mengatakan konsep serupa juga diterapkan di Vietnam, China, dan Taiwan. Ketiga negara ini telah mengotomatisasi segalanya mulai dari penanaman benih hingga panen.

“Itu bisa dilakukan dengan menyatukan para petani dalam pengelolaannya, walaupun lahan pertaniannya kecil. Oleh karena itu, petani bisa jadi pemegang saham, tapi bertani bersama-sama dalam lahan yang luas dan bisa diterapkan teknologi. Saya kira ini masalah yang paling besar, harusnya begitu. di atas mentalitas, katanya.

 

Sebelumnya, Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mencatat perlunya banyak mengimpor bahan baku dari negara lain. Padahal, ada bahan baku yang harus dipasok 100 persen dari luar negeri.

Direktur Eksekutif GAPMMI Adhi S. Lukmans menilai permasalahan bahan baku merupakan pekerjaan rumah yang tiada habisnya bagi industri makanan dan minuman. Impor terbesar adalah tepung terigu karena Indonesia tidak memilikinya. Semua gula yang diimpor untuk keperluan industri kemudian diimpor.

“Itu pekerjaan rumah kita yang merupakan pekerjaan rumah besar selama ini, industri makanan dan minuman masih sangat bergantung pada impor. Kalau kita punya bahan baku dasar seperti tepung, kita sudah 100 persen melakukannya karena kita tidak punya gandum.” kata Adhi pada konferensi pers Food Ingredients Asia. (Fi Asia) 2024, Jakarta, Senin (22/7/2024).

“Gula untuk industri makanan dan minuman juga 100 persen karena gula kita masih belum cukup, produksi gula dalam negeri masih belum cukup untuk dikonsumsi, sehingga industri harus impor 100 persen,” lanjutnya.

 

Sementara itu, ia mencatat impor garam dan kedelai mencapai 70 persen kebutuhan industri. Termasuk impor susu yang digadang-gadang bisa mendukung program susu gratis di bawah pemerintahan Presiden baru terpilih Prabowo Subianto. “Saat ini susu yang dibicarakan untuk (program) susu minum gratis juga bahan bakunya impor 80 persen, jadi banyak,” ujarnya.

Di sisi lain, bahan baku industri makanan dan minuman juga banyak yang diimpor. Mulai dari penyedap rasa, pengawet hingga pengatur asam sebagai campuran bahan baku lainnya.

Termasuk bahan-bahannya, bahan-bahan ini banyak yang masih impor, mulai dari penyedap rasa, pengawet, pengatur asam, dan lain-lain, banyak yang perlu diimpor, kita masih kekurangan, kata Adhi.

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *