Fri. Oct 4th, 2024

Ini Alasan Tajikistan Negara Mayoritas Muslim Larang Hijab dengan Denda hingga Rp88 Juta

By admin Oct4,2024 #Hijab #Islam #Muslim #Tajikistan

matthewgenovesesongstudies.com, Dushanbe – Pemerintah Tajik telah mengeluarkan undang-undang yang melarang pemakaian jilbab. Ini adalah langkah terbaru dari serangkaian 35 tindakan terkait agama, yang digambarkan pemerintah sebagai “melindungi nilai-nilai budaya nasional” dan “mencegah prasangka dan ekstremisme”.

Undang-undang tersebut, dilansir Euro News pada Selasa (25/6/2024), yang disetujui majelis tinggi parlemen Maylis Mill pada Kamis (20/6) lalu, melarang penggunaan “pakaian asing” – termasuk jilbab atau hijab. Jilbab yang dikenakan oleh wanita muslim.

Sebaliknya, warga Tajikistan dianjurkan untuk mengenakan pakaian nasional Tajikistan.

Siapapun yang melanggar hukum akan didenda 7920 somoni, sekitar rs 12 juta.

Undang-undang serupa yang disahkan awal bulan ini juga mencakup beberapa praktik keagamaan, seperti tradisi berusia berabad-abad yang dikenal sebagai Idgardak di Tajikistan, di mana anak-anak pergi dari rumah ke rumah untuk mengambil uang saku selama hari raya Idul Fitri.

Keputusan tersebut dinilai mengejutkan karena negara Asia Tengah yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa ini 96% penduduknya beragama Islam, menurut sensus terbaru tahun 2020.

Di Tajikistan, pelarangan jilbab dipandang sebagai cerminan dari garis politik yang diterapkan sejak tahun 1997 oleh pemerintahan presiden lama Emoali Rahmon.

 

Di Tajikistan, pemerintahan di bawah presiden Emomali Rahmon telah lama menargetkan apa yang disebutnya ekstremisme.

Setelah perjanjian damai pada tahun 1997 untuk mengakhiri perang saudara selama lima tahun, Rahmon, yang telah berkuasa sejak tahun 1994, pertama kali menemukan cara untuk hidup berdampingan dengan oposisi Partai Kebangkitan Islam Tajikistan (TIRP), yang diberikan serangkaian konsesi.

Berdasarkan perjanjian yang ditengahi PBB, perwakilan TIRP yang pro-Syariah berbagi 30 persen pemerintahan, dan TIRP telah diakui sebagai partai politik pasca-Soviet pertama di Asia Tengah yang berdasarkan nilai-nilai Islam.

Namun, Rahmon berhasil menyingkirkan TIRP dari kekuasaan, meski partai tersebut seiring berjalannya waktu menjadi lebih sekuler.

Pada tahun 2015, ia berhasil menutup TIRP dan menetapkannya sebagai organisasi teroris setelah partai tersebut diduga terlibat dalam upaya kudeta yang gagal yang menewaskan Jenderal Abdulhalim Nazarzoda, seorang birokrat penting pemerintah.

Sementara itu, Rahmon menyoroti apa yang oleh pemerintahnya disebut sebagai pengaruh “ekstremis” di kalangan masyarakat.

 

Setelah melarang jilbab di lembaga-lembaga publik, termasuk universitas dan gedung-gedung pemerintah, pada tahun 2009, rezim Dushanbe memperkenalkan serangkaian peraturan formal dan informal yang dirancang untuk mencegah pengaruh dari negara-negara tetangga tetapi juga untuk memperkuat kontrol terhadap negara tersebut.

Meskipun tidak ada batasan hukum mengenai janggut di Tajikistan, beberapa laporan mengatakan bahwa aparat penegak hukum telah mencukur paksa pria yang berjanggut lebat, yang mungkin merupakan tanda seseorang memiliki pandangan agama ekstremis.

Undang-Undang Tanggung Jawab Orang Tua, yang mulai berlaku pada tahun 2011, memberikan sanksi kepada orang tua yang menyekolahkan anaknya ke luar negeri untuk mengikuti pendidikan agama, dan berdasarkan undang-undang yang sama, anak di bawah usia 18 tahun dilarang memasuki layanan keagamaan tanpa izin.

Pernyataan Komite Urusan Agama Tajikistan pada tahun 2017 menyebutkan bahwa hanya dalam satu tahun, 1.938 masjid ditutup dan tempat ibadah diubah menjadi kedai teh dan pusat kesehatan.

Sementara itu, Duta Besar India untuk Indonesia Manoj Kumar Bharti berbicara tentang toleransi di India dan mengklarifikasi larangan hijab di sekolah. 

Di India, pertanyaan tentang pelarangan hijab muncul di wilayah Karnataka. Siswa perempuan tidak diperbolehkan mengenakan jilbab di kelas. Kasus ini dibawa ke pengadilan dan pengadilan memenangkan sekolah. 

Dubes India menjelaskan, permasalahan yang muncul bukan pada tingkat nasional, melainkan spesifik pada sekolah.

“Ini sepenuhnya salah,” kata Duta Besar India Manoj Kumar Bharti saat ditanya tentang larangan hijab saat berbuka puasa bersama, Selasa (19/4/2022) di rumah dinas India House, kawasan Taman Suropat, Jakarta.

Ia juga mengatakan bahwa mengenakan jilbab tidak menjadi masalah di India dan kasus Karnataka terkait dengan peraturan seragam sekolah.

“Kebingungan atau informasi yang salah ini, tolong sampaikan kepada pendengar Anda bahwa ini sepenuhnya informasi yang salah,” kata duta besar India. Ia juga mengatakan, populasi Muslim di India sebenarnya meningkat hingga 190 juta jiwa.

Toleransi di India

Ditanya mengenai toleransi beragama, Dubes India menjelaskan bahwa negaranya mempunyai filosofi bahwa setiap orang adalah keluarga. Perbedaan agama tidak menjadi masalah karena tujuannya adalah mencari Tuhan.

“Ada filosofi yang sangat tua di India. Filosofi ini membimbing kita dengan cara yang menghormati semua agama di dunia. Konsili saat ini dikaitkan dengan agama Hindu, namun filosofi di balik agama Hindu mengatakan ‘Vasudhaiva Kutumbakam’, yang berarti ‘seluruh dunia adalah satu keluarga’, kata duta besar India.

Ia juga mengatakan bahwa konsep toleransi di India lebih unggul dibandingkan negara lain.

Dikatakan juga bahwa tujuan tertinggi adalah mencari Tuhan, dan ada banyak jalan untuk mencarinya, baik itu Kristen, Islam, Jainisme atau Budha. Jalannya berbeda-beda, tapi tujuan tertingginya adalah jalan menuju Tuhan,” jelasnya. 

“Saya mengatakan kepadanya bahwa toleransi beragama kita melampaui konsep apa pun yang dapat Anda bayangkan di dunia,” kata duta besar India.

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *