Sun. Sep 22nd, 2024

Injak Usia ke-22, Toya Devasya Hadirkan Dua Program Inovatif Go Digital dan Storynomics

matthewgenovesesongstudies.com dalam rangka HUT Bangli ke-22 menghadirkan dua program baru kepada Toya Devas. Dua programnya adalah digitalisasi bisnis dan pengembangan wisata storytelling atau naratif.

“Itu visi kami, selalu selangkah lebih maju,” kata pendiri Devasya, I Ketut Mardyana.

Program digitalisasi kabarnya dilakukan dengan membangun website yang mengintegrasikan seluruh layanan Toya Devasya, mulai dari pemesanan tiket hingga layanan pemesanan menu restoran.

Sementara itu, digitalisasi bagi manajemen memberikan informasi terkini dan terkini sehingga memudahkan pengendalian bisnis dan pembuatan strategi pengembangan bisnis.

Di sisi lain, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan Bangli, Marjana, serta layanan yang diberikan akan menyiapkan standar keamanan untuk menjamin kenyamanan pelanggan. 

“Sejak adanya aplikasi pemesanan tiket secara online, tidak mengubah kerja sama yang telah terjalin selama ini dan kami lebih mengutamakan kerja sama yang saling menguntungkan antara semua pihak,” ujarnya.

Turut terlibat dalam proses digitalisasi adalah konsultan teknologi informasi Harland Firman Agus yang membangun sistem dari awal dan melakukan penyesuaian berdasarkan data Toya.

Harland Firman mengatakan kerjasama dengan Agus Toya Devasya merupakan proyek yang sangat sulit. Menurutnya, digitalisasi selama ini sudah banyak dilakukan, namun hanya pada Food Service di beberapa restoran saja.

“Sekarang menjadi proyek untuk industri perhotelan yang lebih luas, di mana akan ada layanan hotel, fasilitas wisata panas yang unik, perkemahan dan berbagai fasilitas,” ujarnya.

 

Selain meluncurkan Go Digital, Toya Devasya juga meluncurkan program wisata storytelling atau narasi. Langkah tersebut ditandai dengan terbitnya buku “Eat, Play, Love” karya Andre Syahreza. 

Buku ini tidak hanya mengungkap sejarah terciptanya suatu objek wisata, namun juga mengkaji latar belakang serta hubungannya dengan lingkungan alam dan budaya.

Misalnya saja Gunung Batur, Danau Kintamani dan legenda lokal tentang seorang raja Bali yang menikahi putri Kang Yin Wei dari Tiongkok.

Menurut Andre, cerita-cerita seperti itu penting untuk mengajarkan wisatawan agar lebih memahami keanekaragaman budaya dan menikmati hal-hal tertentu.

“Makanya mereka datang karena penceritaannya menghubungkan mereka secara emosional,” ujarnya.

Di sisi lain, menurut Di Lestari yang ikut serta dalam peluncuran tersebut, storyboard tidak hanya sekedar informasi dan fakta, tetapi juga dapat mengajak masyarakat untuk datang dan berpartisipasi di tempat tersebut.

“Ini adalah sesuatu yang perlu terus kita ciptakan dan berinovasi, terutama di era media sosial di mana setiap orang dapat menciptakan kisahnya sendiri,” ujarnya. 

Ketut Marjana mengatakan, buku ini akan menjadi warisan bagi anak cucu, sehingga nilai-nilai yang diperjuangkan akan diwariskan kepada anak cucunya. Dia ingat keadaannya, di Kintamani, di Bangli, dalam kemiskinan.

Namun dengan tekad yang kuat, ia akhirnya belajar di Pulau Jawa, dan akhirnya bekerja sebagai direktur utama PT Pos. Setelah mencapai puncak karirnya, ia kembali ke kampung halamannya dan membangun Toya Devasya sebagai bentuk pelunasan hutang budinya kepada kampung halamannya.

“Saat saya pertama kali ke Jawa, semua tetangga dan warga desa memberikan apa yang mereka punya,” kenangnya. 

 

(*) 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *