Thu. Sep 19th, 2024

Investasi Turun, Bauran Energi Bersih Indonesia Baru 13,9%

Liputan.com, Jakarta – Enya Listiani Diu, Direktur Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengumumkan Indonesia belum mencapai integrasi energi bersih pada semester I 2024. Tujuan belum tercapai 

Catatannya, bauran energi terbarukan (EBT) Januari-Juni 2024 hanya 13,93%. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (NEP). Angka 79 mewakili 19,5%, atau sekitar 71,4%, dari target bauran energi bersih.

“Kalau kita lihat kinerja tahun 2024 saat ini 13,93%. Menurut Caen, tahun depan 2025 diperkirakan angka EBT bisa mencapai 23%, sebelumnya 19,5%,” kata dia di kantornya, Jakarta. , Senin (9 September 2024).

Enya mengatakan, realisasi bauran energi terbarukan (EBT) jangka pendek tidak bisa gagal untuk mencapai target investasi di sektor energi hijau.  Sebagai perbandingan, investasi EBT Indonesia akan mencapai $1,48 miliar pada tahun 2023. Sementara itu, hingga Agustus 2024, telah tercapai sekitar $580 juta atau 46,8% dari target $1,23 miliar.

“Tentunya banyak pertanyaan mengapa hal itu terjadi. Artinya, jika kami melihat ada investasi yang belum tercapai, kami berkomitmen terhadap investasi tersebut, termasuk di bidang infrastruktur. Kami minta sekarang, dan kami ingin kesuksesan yang jelas sekarang.” Enya menambahkannya

Enya sebelumnya mengatakan Indonesia membutuhkan suntikan investasi sebesar $14,2 miliar untuk meningkatkan kapasitas listrik dari sumber EBT.

Komitmen investasi ini diperlukan untuk meningkatkan kapasitas listrik EBT hingga 8,2 gigawatt (GW) untuk memenuhi komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris dan target net zero emisi (NZE) pada tahun 2060.

Enya baru-baru ini mengungkapkan bahwa diperlukan investasi hingga $14,2 miliar pada tahun depan (2025) untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan menjadi 8,2 gigawatt. 

 

 

Pendanaan ini diperlukan untuk meningkatkan bauran energi terbarukan dari 13% menjadi setidaknya 21% pada tahun 2025. Ia berpendapat diperlukan dana investasi yang signifikan untuk meningkatkan bauran laba sebelum pajak tahun depan.

Jadi butuh biaya besar, tapi bukan tidak mungkin, kata Enya.

Menurut dia, sumber energi terbarukan itu banyak, antara lain tenaga surya atau fotovoltaik 3.294 GW, tenaga angin 155 GW, tenaga air 95 GW, arus laut 63 GW, biofuel 57 GW, dan tenaga panas bumi 23 GW.

Apalagi energi panas bumi mempunyai peranan yang besar dalam mewujudkan NZE, sehingga Enya mengusulkan pengembangannya kepada investor. Saat ini baru 2,6 GW dari sekitar 23 GW potensi sumber daya panas bumi yang telah dimanfaatkan.

“Karena ketersediaannya masih terbuka, kami sudah menawarkannya ke berbagai pihak dan beberapa pengembangan kini sudah selesai. Kami menawarkan sesuatu kepada investor yang berminat mengembangkan energi panas bumi di Indonesia,” ujarnya.

 

Sebelumnya pada Selasa (9 Maret 2024), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia membuka resmi Indonesia China Energy Forum (ICEF) ke-7.

Dalam kesempatan itu, Bahlil mengatakan Indonesia berupaya semaksimal mungkin menjaga stabilitas investasi Tiongkok agar bisa terus berinvestasi di Indonesia.

“Saya menawarkan banyak kemungkinan kepada rekan-rekan investor Tiongkok untuk kita kembangkan bersama. Pertemuan ini adalah tentang menemukan formula yang tepat untuk pengembangan bisnis bersama,” kata Bahil.

Di bidang energi, Bahlil terus mendorong pembangunan ekonomi dan kemajuan teknologi antara kedua pihak. “Kami berkomitmen untuk mencapai tujuan bersama, termasuk pengembangan energi berkelanjutan, inovasi teknologi, dan pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Bahlil menyebut transisi energi sebagai terobosan penting dalam mewujudkan komitmen global untuk mencapai dekarbonisasi. Indonesia juga menunjukkan sikap serius pemerintah Tiongkok terhadap upaya tersebut.

Dia mengatakan kami telah mengembangkan peta jalan Net Zero Emission (NZE) yang komprehensif untuk sektor energi.

Dalam hal ini, pemerintah Indonesia menawarkan peluang kerja sama kepada Tiongkok. Usulan tersebut didasarkan pada potensi besar sumber daya energi terbarukan (EBT) yang dimiliki Indonesia, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Papua Kayan dan Mambramo (24.000 MW).

“Ini adalah kemungkinan yang memungkinkan kita untuk bekerja sama dengan Tiongkok. Kita tidak bisa melakukannya sendiri,” kata Bahlil.

Aspek lain yang menjadi fokus pemerintah ke depan adalah keberadaan energi hijau dan industri hijau yang berbasis hilir. Ia menambahkan, kunci penerapan kebijakan ini adalah keberadaan listrik.

 

 

Untuk itu, pemerintah Indonesia menerapkan strategi menuju netral karbon di sisi pasokan, dengan fokus pada pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik tenaga air, panas bumi, dan hidrogen sesuai peta jalan transisi energi. Langkah-langkah lain juga telah diambil, seperti penghentian bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara dan penggunaan teknologi rendah emisi seperti teknologi CCS/CCUS.

Sedangkan sisi permintaan mencakup penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai, penggunaan biofuel, dan penerapan manajemen energi.

Bagi Indonesia, untuk mencapai NZE pada tahun 2060 perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi nasional masing-masing negara. Misalnya saja, Indonesia mengoptimalkan pengembangan energi fosil sembari mencapai kemajuan besar dalam pengembangan infrastruktur energi ramah lingkungan.

“Kami sedang mempelajari, menghitung, dan menghitung permintaan (energi) dalam negeri melalui geografi keuangan,” kata Bahlil.

Ia meyakini kerja sama dan program yang dihasilkan dalam kerangka bilateral Indonesia-Tiongkok terus mengalami kemajuan yang signifikan. Ia mengatakan, “Aliansi (kerja sama) ini tidak perlu diragukan lagi. Saya yakin kenyamanan adalah yang utama dalam hal investasi. Dan Indonesialah yang memberikan kenyamanan itu.”

Ke depan, kemitraan di bidang energi harus saling menguntungkan kedua belah pihak. “Kami akan membuka tempat usaha terbaik di Indonesia, memperhatikan aturan, dan semua orang mendapat manfaatnya,” ujarnya.

 

Zhang Jianhua, administrator Administrasi Energi Nasional Tiongkok (NEA), mengatakan hal serupa. Pemerintah Tiongkok mengatakan prospek hubungan kedua negara cerah.

Perwakilan Jang mengatakan, “Indonesia dan Tiongkok memiliki gagasan serupa dalam proses pengembangan (energi),” dan “kami telah mendiskusikan kemitraan strategis untuk mempengaruhi pasar global internasional.”

Transfer teknologi dan sumber daya manusia (SDM) Tiongkok diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan keamanan energi dalam negeri. Anda mengatakan, kerja sama di bidang energi merupakan kerja sama yang solid demi menyukseskan kesejahteraan rakyat.

Indonesia dan Tiongkok diketahui memiliki forum bilateral reguler, yaitu Indonesia-China Energy Forum (ICEF) yang diketuai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia dan Kepala Badan Energi Nasional Tiongkok (NEA). )

Forum ini pertama kali diadakan pada tahun 2002 dan dihadiri oleh banyak pejabat pemerintah dan pengusaha dari Indonesia dan Tiongkok. Pertemuan ICEF telah dilaksanakan sebanyak enam kali, dan ICEF ke-6 dilaksanakan di Beijing pada tanggal 8-9 Juli 2019. Setelah Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan ICEF ke-7 tahun ini, NEA China selanjutnya akan menjadi tuan rumah ICEF ke-8 2025.

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *