matthewgenovesesongstudies.com, Tel Aviv – Israel mengatakan pada Jumat (24/5/2024) bahwa operasi militernya di kota Rafah di ujung selatan Jalur Gaza tidak berisiko membunuh warga sipil Palestina. Pengumuman itu muncul setelah Pengadilan Tinggi PBB (ICJ) memerintahkan penghentian operasi tersebut.
ICJ memutuskan pada hari Jumat bahwa Israel harus menghentikan, seluruhnya atau sebagian, aktivitas yang dapat menyebabkan kehancuran fisik terhadap kehidupan warga Palestina di Jalur Gaza.
Israel menolak argumen pengadilan dan bersikeras bahwa operasi militernya di Rafah sesuai dengan hukum internasional.
Seperti dilansir CNA pada hari Sabtu, Penasihat Keamanan Nasional Israel Tzachi Hanegbi mengatakan, “Israel belum dan tidak akan melakukan tindakan militer di wilayah Rafah yang dapat menyebabkan kehancuran fisik terhadap kehidupan seluruh atau setiap warga sipil Palestina di Gaza. 25/5 ).
ICJ memerintahkan Israel untuk membuka kembali penyeberangan Rafah antara Mesir dan Jalur Gaza, yang ditutup awal bulan ini ketika serangan terhadap kota tersebut dimulai.
“Israel akan terus mengizinkan pembukaan penyeberangan Rafah untuk bantuan kemanusiaan dari perbatasan Mesir dan akan mencegah kelompok teroris mengendalikan penyeberangan tersebut,” tambah pernyataan Israel.
Afrika Selatan membawa Israel ke ICJ tahun lalu, dengan tuduhan bahwa serangan Israel terhadap Gaza melanggar Konvensi Genosida PBB tahun 1948 – tuduhan yang dibantah keras oleh Israel.
“Tuduhan genosida yang diajukan oleh Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional di Den Haag adalah salah, keterlaluan dan menjijikkan secara moral,” kata pernyataan Israel.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menekankan pada hari Jumat bahwa keputusan ICJ mengikat Israel untuk menghentikan operasi militer di Rafah.
Perintah ICJ mengikat secara hukum, namun pengadilan tidak memiliki mekanisme penegakan langsung.