Fri. Sep 27th, 2024

Jelang Pilkada 2024, Data Inflasi jadi Jurus Calon Kepala Daerah Dongkrak Elektabilitas

matthewgenovesesongstudies.com, Jakarta Pertarungan politik semakin memanas jelang Pilkada 2024. Banyak calon daerah yang mulai berkampanye dengan berbagai cara untuk mewujudkan ide dan tujuannya, salah satunya adalah data inflasi.

Menteri Dalam Negeri (Mendagari) Tito Karnavian mengatakan, data penurunan inflasi tersebut dimanfaatkan oleh kepala beberapa daerah yang akan kembali mengikuti Pilkada 2024. “Teman-teman kepala daerah yang mengetahui hasil pilkada, kita punya teknologi untuk menyiarkan data BPS secara langsung, dan kita mohon kepada seluruh media untuk menonton, mendengarkan, dan silahkan dipublikasikan. Sebabnya, karena sebentar lagi pilkada, ujarnya di Grand Mercure Jakarta Kemayoran, Kamis (26/9/2024), kata Tito saat acara penganugerahan Hari Statistik Nasional.

Tito mengatakan, para pemimpin daerah saat ini atau yang menjabat seringkali menunjukkan kemampuan menekan inflasi di daerahnya.

“Elektabilitas adalah kata ajaibnya. Jadi kalau dibaca dan inflasinya terbaik di suatu daerah dan terkendali serta kita beri reward, tidak butuh waktu lama untuk viral guna meningkatkan elektabilitas,” ujarnya. Gelombang inflasi

Di sisi lain, inflasi di daerah dijadikan sebagai alat untuk menggulingkan penguasa daerah yang menjadi lawannya dalam pilkada.

“Kita baca saja yang berada di level bawah, lalu kita kritik. Dan kita sampaikan kepada masyarakat bahwa pemimpin daerah ini tidak bisa menguasai wilayahnya. Lawan politiknya bisa dengan mudah mengalahkannya,” kata Tito.

Apalagi, menurut dia, banyak pemimpin daerah yang kini fokus memerangi inflasi di daerahnya. Apalagi pemerintah daerah yang mampu mengatasi pertumbuhan tersebut akan diberi imbalan oleh Kementerian Keuangan berupa Dana Insentif Daerah (DID).

“Karena saya memberikan penalti dan reward terhadap inflasi, Menteri Keuangan memberikan dana stimulus daerah setiap tiga bulan sekali. Besarannya sebesar Rp 6–10 miliar untuk setiap sektor yang dianggap mampu mengendalikan inflasi. Total Rp 1 triliun untuk satu tahun diciptakan oleh Menteri Keuangan Pak Mulyani bersama ibunya,” jelasnya.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengambil langkah strategis untuk memerangi inflasi di Indonesia yang mencapai 5,9 persen selama pandemi Covid-19.

Tito mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggilnya pada September 2022 untuk melawan inflasi yang sudah mencapai 6 persen.

Alat perbankan biasanya digunakan untuk memerangi inflasi, terutama dengan menyesuaikan suku bunga dan menstabilkan nilai tukar mata uang asing, katanya.

“Pada September 2022 saya mendapat telepon dari Pak Presiden Jokowi. Saat itu inflasi kita 5,9 persen. Pak Jokowi kemudian membahas, Pak Tito, dia punya ilmu untuk menangani inflasi. Di Harvard, dimanapun, itu hanya “Penggunaan instrumen yaitu instrumen perbankan,” jelas Tito pada Upacara Penghargaan Hari Statistik Nasional 2024, BPS, Jakarta, Rabu (26 September 2024), bahwa jika inflasi naik, maka suku bunga akan naik. tarif harus diturunkan. Sebaliknya, ketika inflasi rendah, penurunan suku bunga dapat meningkatkan permintaan. Keseimbangan antara supply dan demand menjadi kunci stabilitas harga.

“Supply dan demand jadi kunci dalam melawan inflasi. Kalau supply cukup untuk memenuhi permintaan, maka harga akan tetap stabil. Kalau permintaan tinggi dan pasokan sedikit, maka harga pasti akan naik,” jelas Tito. Inflasi di berbagai negara

Dalam konteks global, Tito mengamati bahwa inflasi di berbagai negara seperti Zimbabwe dan Turki telah mencapai tingkat yang sangat tinggi, yaitu ratusan persen. Hal ini memaksa pemerintah Indonesia untuk sangat berhati-hati dalam mengendalikan inflasi, apalagi sebagian besar masyarakat Indonesia lebih memperhatikan kebutuhan pokok.

“Inflasi di banyak negara sudah sangat tinggi. Di Zimbabwe sudah ratusan persen. Lalu inflasi di Turki 60-70 persen. Lebanon yang sekarang konflik kembali ke mode manual. Bank tidak berfungsi, masyarakat tidak lagi bekerja. percaya pada mata uang lokal. “Dolarisasi sedang terjadi,” jelasnya.

 

 

Tito juga menyebutkan pentingnya data dalam melawan inflasi. Dalam upayanya, ia meminta Badan Pusat Statistik (CSTA) aktif memantau inflasi di tingkat daerah.

Dengan membuat Indeks Perkembangan Harga (IPH) mingguan, BPS dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang inflasinya tinggi atau rendah. Data ini memberikan dasar bagi intervensi pemerintah yang tepat.

“Nah, ambil hikmahnya: apa jadinya kalau kita menghadapi inflasi yang mencapai 6 persen secara regional. Saya sampaikan kepada Pak (Jokowi), kalau itu yang terjadi, kita butuh data tiap daerah. Soal covid kemarin, kita adalah pemerintahan kesehatan, tergantung datanya. Ini terjadi,” jelasnya.

“Nah ini usulan saya Pak (Jokowi) dari BTS, karena mereka punya cabang di kabupaten, di semua kota Pak. “Akhirnya ini urusan kita rapat,” dia setuju, dan kemudian dalam pertemuan kita meminta BPS untuk mengkonsolidasikan seluruh jaringannya, ”imbuhnya.

 

By admin

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *